# Tentang Janar (🎶)

2.4K 721 266
                                    

🎶
Kamu & Kenangan (Cover)
Shanna Shannon











Seperti yang kuberitahu dia-Janar tetanggaku, juga teman kakakku. Dia anak baik, terlampau baik. Dia juga tampan, tubuhnya tinggi dan kalau senyum kelihatan manis sekali. Sejak saat perkenalan itu aku menyukainya, mendadak aku salting kalau dia ke rumah dan main sama A Winan.

Karena hal itu, aku jadi suka main dengannya, namun sembunyi-sembunyi sebab Mama agaknya kurang suka. Dulu aku dan Janar merencanakan masuk SMA yang sama tapi hal itu gak pernah terjadi. Lingkungan kami berbeda, begitu katanya. Aku harus masuk sekolah dengan akreditasi terbaik, sementara Janar masuk sekolah yang kami rencanakan, yang menurut orang tuaku aku lebih baik di sekolah pilihan mereka. Aku gak punya akses untuk cukup berontak mendaftar sendiri saat itu.

Kami masih tetanggaan, aku masih sering main dengannya meski gak begitu kelihatan. Jangan tanya kenapa, sebab Mama adalah alasannya. Pergaulanku dibatasi dan kadang alasannya ada yang gak masuk akal, mengenal Janar salah satunya.

Malah semakin besar, Janar dan A Winan seolah-olah jadi orang yang gak saling kenal karena sudah jarang main. Janar gak pernah lagi ke rumah dan Mama juga agaknya kurang senang kalau A Winan main sama Janar.

Dulu sewaktu kelas 2 SMP, Janar pernah disangka mukulin anak kecil yang suka main di komplek. Memang pada saat itu ada satu-dua anak kecil yang dipukulin namun belum jelas pelakunya siapa. Katanya karena berisik mainnya mereka dimarahin, lama-lama dipukulin.

"Saya gak pernah mukulin anak-anak yang suka main. Ngemarahin juga gak pernah." jelas Janar dulu.

Entah bagaimana juga Janar jadi terbawa-bawa. Begitu diluruskan masalahnya kesaksian mereka diragukan karena orang-orang dewasa pikir anak-anak itu takut sama Janar. Padahal jelas bukan Janar yang suka nongkrong sama pemuda-pemuda di blok belakang yang suka minum-minum.

Tubuhnya itu memang tinggi seperti pemuda dewasa, padahal aslinya enggak. Juga ada kabar yang gak mengenakan lagi, katanya Janar pernah mencuri sesuatu dari rumah orang sewaktu main dengan teman di komplek. Hal itu gak terbukti karena ternyata beberapa hari kemudian ketahuan kalau yang mencuri bukan Janar. Banyak cuap-cuap yang menyangkut Janar di lingkungan rumahku meski tidak ada bukti jelasnya. Ditambah Bapaknya Janar pernah punya masalah dengan beberapa orang di komplek.

Sedang aku mengenalnya, banyak. Seperti yang kuceritakan selalu bagaimana Lugas. Pada kenyataannya Janar adalah laki-laki yang jujur, kuat dan sama mandirinya. Aku membuat karakter Lugas persis seperti bagaimana aku mengenal Janar.

Aku terus berteman dengannya sampai ketika kami lulus SMA. Pada saat itu aku sangat senang karena akhirnya aku dan Janar merencanakan masuk universitas yang sama dan aku sudah pasti punya akses kali ini, namun sedih karena Ibu Janar meninggal dunia. Sama seperti yang bagaimana kuceritakan.

"Aku pernah mikir gak tau harus gimana kalau Ibu gak ada."

Janar sangat sedih waktu itu dan aku bahkan gak bisa banyak menemaninya. Kemudian dia tinggal berdua dengan adiknya karena Bapaknya pergi sejak lama, tak lama adiknya dibawa keluarga Ibunya untuk tinggal dengan saudara diluar kota. Tentu Janar juga seharusnya, tapi dia menolak, dia lebih memilih tinggal disini dan melajutkan kuliahnya. Selain kuliah, Janar bekerja apa saja dan suka main band. Aku suka pergi nonton dia latihan dan pernah juga manggung di fakultas.

Hal yang dia gak tau, aku menyukainya, sangat. Sepanjang mengenal Janar aku gak pernah berani sekalipun mengatakan kalau aku menyukainya, bahkan lebih, aku sangat menyayangi Janar.

Dia baik, dia mandiri, dia kuat, aku melihat itu semua. Janar sopan, dia menghargai semua orang. Selama mengenal dia aku belajar banyak hal. Pikirannya lebih dewasa dari orang-orang seusia kita pada saat itu. Dengan semua yang dia punya bagaimana mungkin aku gak menyukainya?

Aku menghabiskan sepanjang waktuku sejak mengenalnya cuma mengaguminya dan mendoakan yang baik-baik untuk dia karena aku gak pernah berani bicara. Namun Janar adalah anak yang yang senang bicara. Dia senang bercanda, dia suka menggodaku dan sengaja bikin pipiku merah-merah merona.

"Kamu cantik."

Aku cuma diam waktu itu.

"Kalau udah lulus kuliah, jadi pacarku, ya?"

Aku menoleh, merasa bingung dengan,

"Kenapa harus udah lulus kuliah?" kutanya.

"'Kan aku harus punya kerja dulu." dia bilang. "Biar gak malu dateng ke rumahmu."

Mendengar itu aku bahkan gak tau harus merasa bagaimana. Campur aduk. Seolah yang dibilang orang-orang selama ini kalau lingkungan kami berbeda itu benar. Percakapan itu terjadi sekitar tahun pertama kami masuk kuliah. Kupikir akan ada sedikit perubahan, tapi tetap saja pergaulanku dibatasi. Itulah alasan aku dan Janar tetap berteman walau rasanya gak jelas kadang.

"Janar," kupanggil dia.

"Iya?"

Aku suka kamu.

"Gak jadi." kubilang.

"Kebiasaan."

Aku gak bisa bicara lagi, aku cuma menyentuh tipis tangannya dengan ujung telunjukku. Kepalaku menunduk, malu. Waktu itu kupikir kalau aku bilang pasti Janar menggodaku abis-abisan dan bercanda. Beberapa saat hening hingga akhirnya,

"Aku suka kamu, Andrea."

Aku mengangkat kepala.

"Anya." koreksiku.

"Nama asli kamu lebih bagus." katanya.

Kupikir rencana itu pasti jadi kenyataan, sebab rasanya aku berhak menjadi pacar Janar setelah selama bertahun-tahun lamanya aku begitu menyukai dan menyayangi dia. Kupikir itu cukup, begitupula Janar dengan pengakuannya. Namun ternyata enggak.

Janar meninggal ditahun kedua kami jadi mahasiswa.


























hai... menurut kalian kita masih
punya berapa chapter lagi?

btw, saya tau sepuluh ribu senja punya (banyak?) ghost readers :DD gimana? suka dengan ceritanya gak?

Sepuluh Ribu SenjaWhere stories live. Discover now