BAB 11 KENGERIAN DIMALAM BUTA

67 14 0
                                    

KEADAAN di sekitar tangga gelap gulita. Angin malam yang terasa asin menyengat muka. Dinding tebing menjulang di atas pantai. Bayangannya gelap dan suram di pasir yang diterangi sinar bulan.

Tangga yang dituruni ternyata kokoh. Jenjang-jenjang paling bawah mereka lewati dengan langkah berlari. Akhirnya mereka melompat ke pasir, diiringi desahan napas lega.

Jupiter menoleh ke atas. Di sana-sini nampak cahaya lampu, di beberapa rumah yang terdapat di sepanjang bibir tebing.

Ketiga remaja itu kemudian mulai berjalan, di atas pasir lembab berwarna gelap. Mereka lewat di depan sisa-sisa tangga yang roboh ketika mereka lalui pagi itu.

Kemudian mereka berhenti, ketika sudah dekat ke mulut gua yang dituju. Mereka memasang telinga, sambil memandang berkeliling dengan hati-hati. Tapi mereka tidak melihat sesuatu yang bergerak di dalam gua. Di sekitarnya juga tidak!

Jupiter mendongak lagi. Dinding tebing yang menjorok ke depan, menyebabkan ia tidak bisa melihat bibir yang di atas. Keningnya berkerut. Ia berperasaan bahwa kenyataan itu penting-walau ia tidak tahu kenapa.

Akhirnya ia mengangguk. "Aman!"

Dengan cepat ketiga remaja itu menyusup masuk ke dalam gua. Sesampainya di situ Jupiter berhenti lagi, lalu mendengarkan dengan cermat. Pete heran melihat kelakuannya. Jupiter bersikap seolah-olah mereka itu sedang hendak melancarkan aksi penyergapan.

"Kenapa kau begitu berhati-hati?" bisik Pete. "Kusangka penyelidikan kita ini tidak membahayakan."

"Walau begitu kita tidak boleh bersikap ceroboh," balas Jupiter sambil berbisik pula.

Pete menyalakan senternya. Sinarnya ditelusurkan ke sepanjang dinding gua. Setelah itu diturunkan arahnya, menerangi tanah di depan.

Napasnya tersentak, karena kaget.

"Kalian lihat itu?" katanya. "Liang gua ini berakhir di sana - langsung di belakang lubang! Kalau begitu, lewat mana kedua penyelam tadi siang keluar?"

Jupiter maju lambat-lambat, sambil menyorotkan senternya berkeliling.

"Gua ini tidak sebesar perkiraanku," katanya sambil memperhatikan. "Pertanyaanmu itu baik sekali, Pete. Bagaimana kedua penyelam itu bisa keluar dari sini? Lewat mana? Dan ke mana?"

Ketiga remaja itu berkeliling, memeriksa dinding gua. "Seluruhnya dari batu keras," kata Pete. "Bagus!" "Apa maksudmu, Pete?" tanya Bob.

"Kau tidak mengerti?" balas Pete. "Lihat saja, betapa sempit gua ini! Begitu pula lubang ini. Maksudku tadi, tidak mungkin ada naga bisa masuk kemari!"

Jupiter kelihatan bingung.

"Tapi Mr. Allen mengatakan, ia melihat seekor naga muncul dari dalam laut, lalu masuk ke gua di bawah tebing ini." Ia memandang dengan cermat, ke dalam lubang. "Kedua penyelam bermasker tadi tidak mungkin menghilang begitu saja. Harus kita anggap, di sekitar sini pasti ada liang gua yang lain. Atau bisa juga lubang lain dalam gua yang ini.

Mungkin ada lorong-lorong lain yang lebih besar, di dekat-dekat sini." "Wow!" seru Bob dengan tiba-tiba. "Benar juga, untung teringat lagi!"

Dengan cepat diceritakannya hal-hal yang dibacanya di perpustakaan, serta yang didengar dari ayahnya.

"Terowongan, katamu?" ulang Jupiter sambil merenung. Bob mengangguk dengan tegas.

"Menurut perencanaannya, terowongan itu dimaksudkan sebagai tempat lintasan jaringan kereta bawah tanah pertama di pesisir barat sini. Yang selesai baru sebagian saja - dan sekarang pun masih ada. Jadi bisa dibilang jaringan rel mati."

(13) TRIO DETEKTIF: MISTERI NAGA BATUKWhere stories live. Discover now