P R O L O G

175 27 5
                                    

"Honesty in love; tanpa memandangnya, bisa merasakan kenyamanan saat bersamanya"

∆∆∆

Perjodohan.

Ya, ini kisah tentang dua insan yang dijodohkan.

Jika biasanya pasangan akan saling menolak, menyakiti dan tersakiti. Tapi berbeda dengan mereka, mereka memutuskan untuk saling menerima, melengkapi satu sama lain bahkan saling terbuka tentang perasaan masing-masing.

"Kenapa setiap saya dekat sama dia, saya ngerasa nyaman, ditambah lagi jantung saya deg-degan, sama kayak sata deket sama kamu. Apa artinya saya juga cinta dia, ya?"

Bagaimana tanggapan kalian saat suami yang katanya mencintaimu berbicara seperti itu?

Sangat terbuka dan jujur bukan?

∆∆∆

"Gimana, Ca? Kamu mau kan nikah sama anaknya teman Mamah?"

"Itu lho, temen kamu waktu SD yang rumahnya di desa sebelah"

"Kamu inget dong?"

"Kamu maukan? Dia aja mau, masa kamu nolak orang mapan, tampan kayak dia"

"Yaudah" Geca Firyasya namanya lengkapnya. Hanya mengiyakan semua penjelasan yang menurutnya terlambat dijelaskan.

Mau menolak pun rasanya percuma, karena semuanya sudah terlanjur direncakan.

"Nanti malem lamarannya, menurut tanggal baik, satu bulan lagi nikahannya. Besok kalau kamu nggak cape, langsung urus berkas-berkas di KUA" jelas mamahnya, Friya namanya atau lebih sering dipanggil Mamah Rya.

"Udah daftar?" bingung Geca, apa se-tersusun ini pernikahanya?

"Udah, sisanya tinggal kalian berdua yang urus. Masalah undangan udah dipesan, desainnya yang waktu itu Mamah kirim"

"... kamu juga udah sepakat" tambah Mamah Rya tersenyum penuh arti.

"Ya karena Geca pikir, itu bukan buat pernikahan Geca" protes Geca yang diabaikan oleh Mamah Rya.

"Mamah juga udah booking WO plus MUA nya. Kamu tinggal terima beres aja"

"Biayanya?" tanya Geca, karena menurut tebakannya, pernikahan yang akan diadakan akan sangat mewah untuk ukuran mereka yang tinggal di kampung.

Terlebih mereka bukan dari kalangan keluarga atas.

"Calon kamu ngasih, sama dari tabungan kamu yang ada di Mamah, Mamah pake" Geca menghela nafas rasanya apa ya, campur aduk mendengar ini semua.

"Oke. Geca mau ke kamar dulu. Cape baru nyampe" izin Geca yang saat ini posisinya baru sampai rumah.

Geca kerja di kota besar serta ngekos disana, membuatnya lupa--ah tidak lupa, hanya saja belum terpikir untuk nikah secepat ini.

"Iya. Istirahat dulu"

"Nanti sore Papah pulang sekarang lagi ada urusan di desa"

Mansyah atau lebih sering di panggil Papah Maman, beliau ayah Geca yang mempunyai satu toko sembako di pasar serta aktif ikut serta di desa.

"Oh ya. Papah. Mamah sih Geca baru datang udah di sembur penjelasan nikahan aja. Jadi lupakan sama Papah kan" omel Geca kesal membuat Mamah Rya tertawa kikuk.

"Yakan Mamah saking senengnya gitu anak satu-satunya mau nikah" elak Mamah Rya membuat Geca tersenyum masam.

"Yaudah. Geca ke kamar, ketuk aja nanti pintu kamar Geca, Mah, kalau Papah udah pulang" pesannya sebelum memasuki kamar depan yang merupakan kamar dirinya sejak masa sekolah.

Rumah orangtuanya hanya satu lantai, namun cukup luas untuk ukuran mereka yang tinggal bertiga--ayah, ibu dan anak.

Ya. Geca adalah anak tunggal, maka dari itu, Mamahnya selalu menuntut Geca untuk segera menikah.

"Awas aja, setelah gue nikah, orang-orang pada nanya kapan hamil!" gerutu Geca menghempaskan kopernya sembarangan.

"Gini amat nasib gue, agrh!"

"Malesnya balik kampung tuh gini, gue di suruh nikah mulu!"

"Teman kerja gue aja santai-santai tuh yang jomblo" dumelnya terus menerus.

Namun tidak bisa mengelak, karena hakikat dirinya berasal dari desa, yang mana budaya nikah muda itu ada.

Karena akibat pertanyaan 'kapan nikah' membuat orangtuanya--terutama Mamahnya, ketar-ketir karena anak perawannya tidak kunjung membawa calon ke rumah mereka, terlebih teman-teman seumuran Geca--di kampungnya, hampir sudah menikah semua, hingga keputusan perjodohan pun menjadi jalan satu-satunya.

∆∆∆

Dua insan yang baru saja resmi melakukan pernikahan terlihat canggung saat keduanya berada di ruangan tertutup--kamar Geca yang menjadi kamar pengantin, yang sudah dihias sedemikian rupa.

"Ekhem"

"Keselek, Mas?" tanya perempuan yang tadi pagi baru saja berganti status, Geca Firyasya.

"Padahal nggak lagi makan apapun" gumam Geca bingung sambil mengayunkan kakinya. Posisi keduanya sedang duduk di sisi ranjang sembari menelisik ruangan yang banyak bunga-bunga.

Sedangkan pria yang menjabat sebagai suaminya berdecak pelan. Niat hati ingin mengusir kecanggungan, namun istrinya malah merespon seperti itu.

'Istrinya' rasanya pria tersebut geli sendiri mendengarnya.

Geta Pradawa, ia resmi menikah dengan Geca Firyasya, anak teman mamahnya. Mereka satu kampung, hanya beda desa tempat tinggal, hingga membuat keduanya tidak begitu dekat. Padahal mereka pernah satu sekolah di Sekolah Dasar.

Keduanya telah lulus dari sekolah menengah atas, bahkan keduanya sedang menjalankan karir mereka.

Umur mereka terbilang cukup untuk melakukan pernikahan.

Bahkan sangat cukup untuk ukuran orang yang tinggal di kampung seperti mereka berdua.

#####


YEAYYYYY! CERITA BARU! RILIS PROJECTS NIH, WKWK

BANTU SUPPORT YAAA TEMAN-TEMAN

03 September 2022

HONESTY IN LOVEWo Geschichten leben. Entdecke jetzt