7 - Bahagia Itu Apa?

237 57 18
                                    

"Terkadang, sekali pun kita disuguhkan pada hal yang sangat lucu, bibir enggan mengukir senyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terkadang, sekali pun kita disuguhkan pada hal yang sangat lucu, bibir enggan mengukir senyum. Dan anehnya, kadang-kadang kita akan tertawa hanya karena hal sederhana. Jadi benar, kan? Bahagia tidak selalu tentang satu hal."

~Sinyal Hijrah dari Mantan~

***

Detik demi detik berlalu dan Winda masih setia menanti kedua mata Naresh terbuka. Sedangkan Danang memilih untuk menunggu di luar. Bukan apa-apa, pria itu hanya takut begitu Naresh bangun lalu mengusirnya. Putra tunggalnya itu pasti masih menaruh rasa kecewa padanya.

Hari ini tepat seminggu Naresh dirawat. Belum ada tanda-tanda laki-laki itu akan membuka mata. Satu hal yang membuat Winda menangis seharian karena takut kehilangan Naresh.

Danang mengukir senyum sambil memandangi foto keluarga yang tersimpan pada ponselnya. Itu foto sekitar dua puluh tahun yang lalu, saat Naresh duduk di bangku TK. Dulu, mereka hidup sederhana. Danang masih bekerja sebagai kuli bangunan. Hingga akhirnya sahabat lamanya datang dan mengajak dia untuk kerja sama.

"Maafkan Papa, Nak." Danang menggumam dengan tangan yang bergerak cepat untuk menyeka bulir bening yang membasahi pipinya. Tidak, dia tidak boleh terlihat lemah. Seorang ayah harus terlihat kuat di depan anaknya. Karena ayah adalah tameng, jadi tidak boleh cengeng.

Di dalam sana, Winda hanya melamun sambil terus mengusap-usap tangan Naresh yang terasa begitu dingin dan pucat. Sesekali dia menciumnya.

Perlahan, kelopak mata Naresh terbuka. Jemarinya bergerak ringan tetapi sangat terasa di genggaman Winda. Wanita paruh baya itu sontak terkejut.

Naresh mengedarkan pandangannya pada setiap penjuru ruangan. Dia cukup terusik pada bau obat dalam ruangan yang didominasi warna putih tersebut. Terakhir, pandangannya jatuh pada Winda yang saat ini sedang menangis terharu karena penantiannya tidaklah sia-sia. Naresh bangun dan dia sangat senang.

"Ma?" Naresh memejamkan kedua matanya lagi saat merasa tenggorokannya begitu kering. Dia butuh minum.

"Kenapa, Sayang? Minum dulu ya, Nak." Winda buru-buru meraih segelas air minum dari atas nakas. Tak lupa sedotan agar Naresh tidak kesusahan saat minum.

Naresh menurut. Dia segera meneguk air minumnya hingga setengah gelas.

"Sebentar, ya? Mama mau panggil papa kamu dulu." Winda langsung bangkit dari kursi yang dia duduki. Dia akan memanggil suaminya sekaligus dokter untuk memeriksa keadaan Naresh.

Laki-laki itu sedikit kikuk. Dia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Semalam dia bermimpi tentang Yumna. Perempuan itu menangis dalam peluknya, entah karena apa.

Beberapa saat kemudian dokter pun masuk bersama satu perawat yang mengekor di belakangnya. Dokter terus langsung memeriksa keadaan Naresh. Dokter dengan papan nama Wahyu tersenyum setelah memeriksa.

Sinyal Hijrah dari Mantan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang