Kita & Kanker - 04 🎗️

923 84 12
                                    

Hari ini aku tidak diizinkan sekolah oleh papa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini aku tidak diizinkan sekolah oleh papa. Ya, bagus sih. Karena sejujurnya aku masih belum siap menemui Rendy dan berterus terang mengenai penyakitku ini.

Tapi, sepertinya niatku untuk tidak bertemu dengan Rendy harus aku buang jauh-jauh. Saat aku turun dari lantai 2 kamarku, aku dapat mendengar suara papa yang tengah berbincang dengan seorang laki-laki yang suaranya sangat aku kenal. Ya, itu Rendy.

Papa yang mengetahui keberadaanku di ujung tangga, langsung menyudahi perbincangannya dengan Rendy. Lalu berjalan ke arahku, dan sepertinya papa tahu bahwa aku sedang tidak ingin menemui Rendy terlebih dahulu.

“Cepat atau lambat, Rendy harus tahu. Segera temui dia. Dia terlihat sangat khawatir terhadap kamu,” bisik papa kepadaku. Aku pun mengangguk pasrah, lalu berjalan menemui Rendy yang tengah duduk manis di sofa ruang tamu.

“Kenapa semalam pesanku gak dibalas?” tanya Rendy padaku. Aku termenung sesaat. Benar kata papa, bahwa cepat atau lambat Rendy memang harus tahu.

“Maaf,” lirihku sambil menundukkan kepalaku. Tak berani menatap lelaki di depanku ini.

“Kenapa semalam pesanku gak dibalas?” tanyanya sekali lagi. Sejujurnya aku ingin menjelaskannya, hanya saja entah kenapa tiba-tiba rasanya lidahku terasa kelu. Sulit rasanya untuk bicara.

“Aku minta maaf, bukannya bermaksud untuk membuat kamu khawatir. Hanya saja, aku takut.“

Akhirnya setelah mengumpulkan niat selama beberapa menit, aku berhasil mengutarakan sedikit dari penjelasanku. Rendy tidak bersuara, melainkan dia menarik tanganku lembut, lalu mendekap tubuhku dalam peluknya.

“Kamu gak perlu takut, aku bakalan selalu ada untuk kamu. Aku gak bakalan pernah pergi ninggalin kamu. Aku sayang kamu.“ Ucapannya barusan benar-benar membuatku tenang. Dan, akhirnya aku mulai menceritakan semua diagnosa dokter Andrew tentangku kemarin. Hingga tak terasa, malam pun tiba. Setelah seharian dirumahku, menenangkan sekaligus menjagaku, Rendy pulang kerumahnya.

🎗️🎗️🎗️

Seminggu berlalu semenjak Rendy datang kerumahku, hingga sekarang dia tidak datang lagi menengokku. Bahkan kini giliran dia yang tidak membalas semua pesanku. Jangankan untuk dibalas dan dibaca, pesanku saja tidak tersampaikan lewat aplikasi WhatsAppnya.

Hari ini, aku sudah diizinkan papa untuk bersekolah kembali. Ah, pasti banyak sekali tugas menumpuk dari guru selama seminggu aku tidak bersekolah. Jadi hari ini aku akan menemui Okta, teman sebangkuku untuk menanyakan perihal tugas-tugas dan juga tentang Rendy.

Sesampainya di kelasku, aku segera menghampiri Okta yang sedang asyik membaca buku di bangkunya. Dia terkejut melihat kedatanganku dan langsung memelukku. Rindu katanya. Langsung saja kuceritakan perihal mengapa aku tidak masuk sekolah seminggu, termasuk tentang penyakitku. Dia cukup terkejut mendengarnya, tapi aku menjelaskan bahwa aku baru terkena kanker stadium 1, jadi masih punya kemungkinan untuk sembuh.

Kemudian, aku menanyakan perihal Rendy di kelas. Katanya Rendy jadi jarang di kelas semenjak aku tidak masuk sekolah. Juga kadang sering bolos dari beberapa jam mata pelajaran. Padahal, Rendy adalah anak yang rajin. Hem, setelah dia datang nanti, aku akan segera menemuinya dan mengajaknya berbicara.

🎗️🎗️🎗️

Bel pulang sekolah telah berbunyi 15 menit yang lalu. Sekolah sudah tampak lebih lengang karna semua siswa-siswi termasuk guru dan staff sudah pulang. Hanya tersisa beberapa orang siswi yang belum pulang, menunggu jemputan sepertinya. Sementara aku, dan juga Okta, kami belum pulang. Masih menunggu di sekolah. Kami sedang menunggu Rina, teman sekelasku yang juga lumayan dekat denganku dan Okta. Rencananya, kami ingin pergi ke salah satu pusat perbelanjaan untuk sekadar refreshing.

Perihal Rendy. Ah, entah kemana lelaki itu. Alpa. Ya, hari ini Rendy tidak masuk, tanpa memberi sedikitpun keterangan. Bahkan barusan, aku sudah menelponnya, siapa tahu diangkat, tapi tetap saja tidak aktif handphonenya. Mungkin dia sedang mengadakan acara keluarga, dan tidak sempat mengirim informasi kepada guru ataupun walikelas.

5 menit kemudian, Rina datang menghampiri kami. Dia menyetir mobil sedan berwarna pinknya ke sekolah. Ya, memang tadi dia pulang kerumah untuk mengganti motornya dengan mobil, supaya aku dan Okta juga dapat ikut bersamanya. Pasalnya aku dan Okta tak membawa kendaraan.

🎗️🎗️🎗️

Setelah sampai di pusat perbelanjaan yang kami maksud, kami pun segera menuju ke salah satu foodcourt untuk mengenyangkan perut kami terlebih dahulu. Baru rencananya nanti kami akan berkeliling untuk refreshing atau bahkan juga berbelanja jika menemukan sesuatu yang menyangkut di hati kami. Biasalah, namanya juga perempuan hehe.

Setelah perut kami terisi penuh dengan makanan, kami pun melanjutkan berkeliling. Dimulai dari berjelajah mencari pakaian, sepatu, hingga pernak-pernik wanita. Saat tiba di salah satu toko yang menjual pernak-pernik wanita, terlihat Rina lah yang paling antusias. Bertanya-tanya mengenai harga beberapa jepitan unik, lalu kemudian berlanjut bertanya kepada benda lain. Tiba-tiba saja aku merasa ingin ke toilet, oleh karena itu aku pamit sebentar kepada Okta dan Rina.

Aku dengan segera mencari toilet, dan masuk ke dalamnya. Setelah menyelesaikan tugasku di toilet wanita, aku pun keluar dari toilet, hendak kembali ke toko pernak-pernik tadi. Saat mataku asyik berjelajah pada setiap toko, tiba-tiba saja pandanganku berhenti tepatnya di salah satu toko handphone keluaran terbaru.

Aku tidak salah lihat kan? Batinku saat kulihat bayangan Rendy berada di dalam toko itu bersama dengan seorang perempuan. Tidak, mungkin aku salah lihat. Lalu aku menunggu beberapa saat, hingga mereka berdua keluar dari toko tersebut dan berjalan ke arah eskalator. Kuperjelas penglihatanku dan…

Itu Rendy, ya itu Rendy. Mengapa dia ada disini? Dan siapa cewek yang dirangkulnya itu? Mereka terlihat begitu mesra. Ah, apa itu selingkuhan Rendy? Tidak mungkin, kan? Tolong, katakan padaku bahwa yang aku lihat itu bukan Rendy.

Aku berjalan mendekat ke arah mereka. Sekarang, mereka berdua berdiri dengan posisi membelakangiku. Entahlah, walaupun hanya tampak dari belakang, namun semakin aku mendekat, postur tubuh itu benar-benar mirip dengan Rendy. Ralat, bukan benar-benar mirip, namun sudah sangat mirip. 3 tahun aku bersama Rendy, dan tentunya aku bisa melihat mana yang Rendy, dan mana yang bukan.

“Rendy.” Aku menepukkan telapak tanganku di bahunya, dan kemudian ia berbalik.

“Iya?”

»»----------------¤----------------««

Tolong, bantu aku memusnahkan semua pikiran negatif ini dari pikiranku. Semakin lama, ia semakin menjadi, dan membuat semuanya terlihat runyam.

Kita & Kanker [Completed✔]Where stories live. Discover now