12. LARA I

33 2 2
                                    

Rumah sakit adalah salah satu tempat yang memang tidak pernah memiliki jam istirahat. 24 jam terasa tidak cukup hanya untuk diisi kesibukan yang ada di dalamnya. Setiap detik pasien-pasien baru selalu berdatangan, baik dengan keluhan kecil ataupun kondisi yang paling parah sekali pun.

Claradisty Arsani, seorang dokter di Unit Gawat Darurat salah satu rumah sakit besar di Jakarta itu buru-buru menyambar snellinya yang ia gantung di sandaran kursi, perempuan itu lantas keluar dari ruangannya menuju UGD yang berjarak beberapa meter saja.

"Pasien sesak napas akibat syok anafilaktik dok," jelas seorang perawat yang segera menghampiri Clara yang baru datang.

"Udah dikasi ephinephrine?"

"Udah dok."

Clara segera mengecek kondisi pasiennya. Kondisi pasien sudah lebih mendingan dari pertama kali ia datang. Napasnya mulai stabil, dan denyut nadinya juga mulai normal setelah diberi suntikan adrenalin.

"Kondisi nya udah mulai stabil," ucap Clara seusai wanita itu mengecek keseluruhan kondisi Pasien. "Fan, jangan lupa kasi antihistamin biar gak terjadi biphasic anaphilaxis ya," mandat nya pada salah seorang perawat kepercayaannya yang bernama Fany itu sebelum wanita itu keluar dari ruang UGD.

Clara kembali lagi menuju ruangannya, wanita cantik itu beberapa kali tersenyum saat berpapasan dengan orang-orang di lorong rumah sakit. Clara terlalu sibuk memperhatikan mobilitas para pekerja rumah sakit, dan para pengunjung sampai ia tak sadar seorang balita berjalan ke arahnya dan menubruknya pelan.

"Eh!" Seru Clara.

Balita itu sempat terhuyung ke belakang, untung Clara dengan cepat menarik balita itu.

"Eeh!" seru seorang Ibu-ibu juga sambil melangkah cepat mendekati Clara dan si Balita.

"Duh, maaf ya dok," ucap ibu itu.

"Gak apa-apa Bu," Clara menjawab cepat dengan senyum hangatnya sebelum berlalu dari sana.

Wanita itu baru saja hendak membuka pintu ruangannya, tapi ponselnya berdering dengan berisik menampilkan kontak laki-laki yang kini sudah menjadi teman hidupnya sejak tiga tahun yang lalu itu. Hal itu membuat Clara tersenyum lebih sumringah dari sebelumnya.

"Halo, Mas? Kenapa?"

"Ra, kamu masih di rumah sakit?" tanya laki-laki itu, Abrar.

"Iya, bentar lagi aku pulang. Mas jemput kayak biasa kan?"

"Nah, itu dia, makanya Mas nelpon. Mas gak bisa jemput ya Ra, ada masalah di perusahaan yang lagi Mas audit ni."

"Oh, ya udah gak apa-apa, Mas. aku bisa minta jemput Pak Joko nanti."

"Oke sip, tak care Ra. See you at home, sayang."

Clara tersenyum atas panggilan manis suaminya. Abrar benar-benar tahu bagaimana caranya membuat Clara tersipu. Mereka sudah menikah 3 tahun, dan Abrar dengan segala kehangatannya masih mampu membuat euforia di perut Clara dengan caranya memperlakukan Clara.

"See you too, Mas. Jangan lupa makan malam ya," ucap Clara.

"Siap, Nyonya Pranata."

Clara terkekeh geli, dengan panggilan Abrar barusan. "Jangan siap siap aja, Mas tu suka lupa makan kalo udah kerja," omel Clara.

"Iya deh iya, gak lupa. Entar Mas laporan kalo pas makan malam."

"Janji?"

"Janji."

"Ya udah kalo gitu, aku mau siap-siap pulang terus nelpon Pak Joko. Mas hati-hati entar pulang nya ya,"

"Siap, sayang."

Anthology Of My Short StoryWhere stories live. Discover now