Simpanan Om-Om?

4.6K 165 4
                                    

"What? Lu gila, Sha! Dia kan om-om!"

Kalila nyaris terpekik, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Matanya mendelik menatap ponsel di tangan, benda itu menampilkan sang sahabat tengah berpose mesra dengan lelaki dewasa.

"Emang kalo om-om kenapa? Salah?"

Mengabaikan mata sahabatnya yang hampir lepas, Marsha balik bertanya. Ia mencebik tatkala mengambil alih ponselnya yang semula ada di tangan Kalila.

"Oke, Sha." Kalila menarik napas beberapa kali, berusaha menenangkan diri atas kabar yang baru saja ia terima. "Gue tau, lo masih sedih banget putus sama Niko. Tapi, nggak lari ke om-om juga kali!" Kalila berkata dengan menunjukkan ekspresi prihatin.

"Gue nggak lagi nyari pelampiasan!" Marsha tampak tak terima.

Sebelum ini, ia sudah menduga jika kejujuran yang akan diungkapkannya akan menerima respons seperti ini. Namun, tuduhan Kalila tentang pelampiasan tak urung membuat ia dongkol.

"Ya ... ya maksud gue bukan itu!" Kalila mengacak rambut, frustrasi dengan keputusan sang sahabat yang menjalin hubungan dengan lelaki dewasa, bahkan amat dewasa untuk gadis seusia mereka. "Tapi--"

"Awalnya gue juga nggak percaya kalo bakalan se-bucin ini sama Om Danu. Tapi, Kay--"

"Jadi namanya Danu?" Kalila memotong cepat.
Marsha mengangguk.

Kemudian, mata beningnya menerawang jauh ke luar dinding kaca kafe tempat mereka bertemu siang ini. Di luar sana, langit menampilkan warna biru cerah tanpa gangguan awan sama sekali.

"Om Danu baik, Kay. Sama dia, gue ngerasa berharga dan dibutuhkan. Lo tau sendiri, 'kan, itu yang nggak gue dapetin selama ini?"

Kalila menarik napas panjang. Ia bisa paham betul mengapa Marsha sampai berkata demikian. Sahabatnya ini tak pernah mendapat perhatian dari sosok ayah. Sebab yang ia tahu, orang tua Marsha sudah bercerai sejak dia masih kecil.

Kalila juga tahu, jika ibunda Marsha adalah wanita karier yang sibuk. Broker properti dengan penghasilan selangit, tetapi tak memiliki banyak waktu untuk membesarkan anak, alih-alih memberikan perhatian. Khas kehidupan metropolitan yang setiap detik berjibaku dengan rupiah.

Namun tetap saja, baginya itu bukan alasan membenarkan Marsha menjalin hubungan dengan lelaki yang jauh lebih tua. Bahkan, bisa dibilang lelaki di foto itu lebih cocok menjadi ayah bagi Marsha. Membayangkan jika Marsha dituduh menjadi simpanan om-om, Kalila bergidik.

Tinggal di apartemen mewah, sepanjang hari Marsha menghabiskan waktu bersama seorang pembantu. Bisa dibilang ia lebih sayang dan akrab dengan sang pengasuh daripada ibunya sendiri.

"Tapi, Tante Vania bisa pingsan kalo tau lo ada hubungan sama om-om itu!" Kalila menunjuk ke ponsel Marsha. "Dia lebih cocok jadi papa kamu, Sha!" Akhirnya Kalila berkata gemas.

Kalila tahu kalimatnya itu mungkin akan menyakiti. Akan tetapi, ia memilih Marsha terluka sekarang daripada nanti. Bagaimana jika lelaki tua itu adalah tipe om-om senang? Masa depan Marsha bisa hancur hanya karena cinta sesaat.

Kalila masih ingat betul, kejadian buruk beberapa bulan lalu. Ketika itu, bertepatan dengan ujian akhir sekolah yang sudah di depan mata, Marsha nyaris mengakhiri hidup hanya karena putus cinta. Sahabatnya itu menginap di rumah sakit selama sepekan karena memotong urat nadinya sendiri.

Marsha masih beruntung kala itu karena ditemukan lebih cepat oleh pembantu. Ia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan meregang nyawa, nyaris kehabisan darah. Marsha yang kala itu berusia enam belas tahun bahkan kritis selama beberapa jam, hal yang membuat panik semua orang.

Marsha yang manja terguncang karena sang kekasih ketahuan menghamili gadis lain. Pacar tempatnya berbagi dan menggantungkan harap, menikah di depan mata. Tentu saja hal itu membuatnya hancur. Sebab, sosok yang dicintainya sebagai pelindung dan pengayom berkhianat ketika ia menggantungkan terlalu bayak harap.

Marsha terpuruk sampai beberapa pekan dan nyaris tak bisa mengikuti ujian. Pemulihannya berjalan lambat karena ia seperti tak mau sembuh. Sang ibunda mendatangkan beberapa teman, sampai guru untuk memberi nasihat. Sebab, keterpurukan itu tentu mempertaruhkan masa depan Marsha sendiri, yang harus menghadapi ujian akhir dalam waktu kurang dari sebulan saja.

Namun, terlahir dengan otak cerdas dan berbagai les penunjang hampir di seluruh hidupnya membuat Marsha mampu mengejar ketertinggalan. Ia berhasil meraih nilai kelulusan di dua puluh besar, membuat ibundanya bangga seperti biasa. Setidaknya, tahap pendidikan Marsha sudah selesai dan tak putus di tengah jalan.

Jika ada pepatah yang berkata bahwa setiap kejadian selalu membawa hikmah, maka itu pulalah yang terjadi dalam hidup Marsha dan sang mama. Sebab, sejak saat itu mamanya selalu berusaha meluangkan waktu demi menemani, berusaha mencurahkan perhatian.

Akan tetapi, hidup Marsha terlanjur hambar, seperti mati rasa. Liburan, belanja, dan kegiatan menyenangkan lainnya tak mampu membuat ia kembali ceria dengan cepat. Hingga pada suatu saat ia bertemu Danu di pelataran kelab malam.

Ketika itu Marsha tengah mabuk berat. Sekembalinya dari rumah sakit, ia mulai mengakrabkan diri dengan dunia malam, memenuhi kesepian jiwanya dengan ingar-bingar yang memekakkan. Meski tetap saja, jiwanya yang kosong tetap saja sunyi.

Lalu, ketika ia berniat pulang di suatu malam dengan langkah limbung, Marsha hampir tertabrak mobil yang dikendarai Danu. Gadis mabuk yang tak bisa menyebut alamat dengan jelas itu membuat Danu membawa gadis itu pulang ke apartemen miliknya.

Tak hanya meminjamkan kasur, Danu juga mengurus Marsha yang amat kepayahan malam itu. Membersihkan muntahan, meminjamkan piama, dan membantu gadis itu berganti pakaian. Semua dilakukan Danu untuk Marsha, termasuk menyambut gadis itu di pagi hari dengan segelas air jahe hangat.

Kemudian, semua perlakuan itu membuat Marsha sadar bahwa masih ada lelaki baik di dunia. Bahwa sosok ayah dan pelindung yang ia dambakan masih tersisa. Sebab, Danu tak menyentuhnya, meski saat itu dia memiliki kesempatan banyak. Hal itu membuat ia kagum, lalu menjatuhkan hati tanpa memedulikan apa pun lagi.

Terlalu cepat memang. Namun, siapa yang bisa mencegah jika cinta mulai menyapa? Bahkan luka amat dalam yang dikira Marsha tak akan bisa pulih kembali mampu menguap entah ke mana.

"Gue nggak tau ini bener apa salah, Kay. Tapi, gue nggak pernah sebener ini dalam mencintai laki-laki." Marsha berkata dengan mata berbinar, khas gadis belia yang kehilangan akal karena dimabuk asmara. Candu cinta memanglah lebih bahaya daripada kepayang.

Bahu Kalila yang sedari tadi menegang kini melemah. Ditatapnya sang sahabat dengan sorot sendu, kemudian berkata, "Gue cuma nggak mau lo patah hati lagi."

"Ada di dekat Om Danu, gue bahagia, Kay." Marsha berkata mantap. “Gue bisa jadi apa saja dalam satu waktu. Anak manja, adik yang menjengkelkan, juga ... jadi perempuan dewasa.”

**

Bersambung ....

Hai! Ketemu lagi. Ada yang kangen nggak? Nggak ada? Ya udah, aku ngambek. wkwkw.

Jangan lupa krisannya yaaaa. 💜

My Sexiest Sugar DaddyWhere stories live. Discover now