18. Revita - Walk Around In The Dark Night

4.6K 283 4
                                    

Puncak dingin? Sudah pasti. Apalagi kalau sudah malam seperti sekarang ditambah hujan deras yang entah kapan berhentinya. Tapi dinginnya tidak sebanding dengan Jepang ketika musim dingin telah tiba di akhir tahun. Aku ingat, tahun lalu aku hampir mati kedinginan karena terkurung di sebuah gudang di dekat kuil yang tak jauh dari rumah Yuuta. Aku lupa bagaimana ceritanya, tapi yang jelas, saat itu aku ingin membantu untuk mengambil sesuatu di gudang. Tadinya aku pikir barangnya ada di gudang depan, tapi ternyata yang dimaksud gudang belakang. Sialnya, pintu gudang itu tidak bisa dibuka dari dalam. Dan ya, aku terkunci hampir satu jam lebih tanpa menggunakan mantel. Untung saja Yuuta cepat menyadari tidak adanya diriku. Keesokan harinya pun, aku langsung jatuh sakit karna demam.

Untuk kali ini, kasusnya lain. Dinginnya terasa aneh. Mungkin efek dari mimpi buruk yang akhir-akhir ini datang menghampiri, aku jadi merasa sedikit ketakutan. Kuperhatikan satu-persatu teman-temanku yang sudah jatuh tertidur di ruang tengah. Tadi, setelah mereka puas dengan acara akustikan-yang ngomong-ngomong membuatku terhibur-mereka langsung memutuskan untuk menonton film. Entah karna filmnya yang membosankan, ataukah karna mereka memang sudah kelelahan, di tengah-tengah film mereka semua jatuh tertidur. Aku yang menonton sampai selesai tidak tega membangunkan mereka sekedar untuk menyuruh kembali ke kamar.

Aku tahu mereka sangat lelah. Begitu pula denganku. Aku ingin tidur, tapi kedua mata ini susah sekali terpejam. Aku terkekeh geli ketika melihat bagaimana posisi tidur Yuuta dan Lucas. mereka berdua saling memeluk satu sama lain. Pasti Yuuta tidak akan percaya kalau besok pagi aku menceritakan ini. Untuk itulah aku langsung mengambil gambar mereka berdua.

Nah, sekarang apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin aku tidur kalau mataku saja masih bening. Akhirnya aku memilih duduk di sebuah kursi yang diletakan tepat di depan jendela. Seperti kebiasaanku kalau sedang tidak bisa tidur, aku selalu duduk dan mengamati langit malam. Sayang, tidak terlihat apa-apa selain awan kelabu yang menutupi benda-benda langit. Hujan yang tadinya deras, mulai berganti menjadi rintik-rintik. Mungkin sebentar lagi hujan akan berhenti.

Kunaikan kedua kakiku ke atas kursi. Dengan erat aku memeluk kedua lututku sendiri. Semakin lama, aku mulai mengantuk. Aku juga tidak tahu kenapa, kebiasaanku yang satu ini selalu sukses membuatku mengantuk. Tapi sebenarnya menjadi keuntungan tersendiri bagiku. Dengan begitu, aku tidak perlu memintum obat tidur.

Aku terbangun dengan napas yang terengah-engah. Lagi-lagi mimpi buruk. Akhir-akhir ini aku jadi sering mengalami mimpi buruk. Karna itulah aku tidak berani tidur. Tapi kali ini mimpiku berbeda dari yang sebelumnya. Biasanya, aku memimpikan insiden kecelakaanku tempo hari. Tapi yang barusan berbeda.

Aku mimpi, aku melarikan diri dari sesuatu. Kedua kakiku terus berlari dengan kepala yang terus menghadap ke depan. Entah kenapa aku tidak berani untuk menoleh ke belakang. Tetapi naluriku berkata aku harus lari sejauh mungkin. Ingin sekali berteriak minta tolong, tetapi suaraku tidak bisa keluar. Aku hanya bisa menjerit dalam hati. Ditambah dengan suasana gelap dan mencekam di sekitarku. Tidak terlihat adanya manusia sama sekali. Hanya ada aku dan sesuatu di belakangku.

Di tengah jalan, aku jatuh terjerembap. Masuk ke dalam sebuah lubang yang entah datang dari mana. Lubang itu begitu dalam seperti tidak berdasar. Aku terjebak dalam lubang tersebut. Gelap dan mencekam. Satu-satunya cahaya yang ada berasal dari permukaan lubang ini, yang jaraknya seperti langit dan bumi. Begitu jauh dan tak bisa dijangkau. Bagaimana aku bisa keluar dari tempat menyeramkan ini. Aku ingin berteriak tetapi suaraku tertahan. Akhirnya aku hanya bisa menangis tanpa suara.

Mimpi itu terasa begitu nyata. Bahkan aku tidak sadar kalau dahiku sudah mengeluarkan keringat dingin. Aku tertegun ketika menyadari kalau aku berada di atas kasur. Padahal seingatku aku duduk di kursi dekat jendela. Siapa yang memindahkanku ke kamar?

The Same FeelingsWhere stories live. Discover now