Part 6

5 1 0
                                    

"Bagaimana aku harus melakukannya?" tanya Gia. Dio duduk di sampingnya dan Gia memilih untuk merebahkan kepalanya di pangkuan Dio. Membuat lelaki itu harus memindahkan buku yang sebelumnya dia letakkan di sana. Memberi ruang untuk kepala Gia. Di sofa sekecil ini, bisa saja gadis itu terjatuh ke lantai. Mengenai lima laptop yang sedang terbuka di lantai. Monitor semua laptop itu hitam dengan tulisan berwarna putih di layarnya.

Dio mengelus kepala Gia. Rambutnya yang hitam panjang dan matanya yang bening menatap ke arahnya. Di keremangan ruang seperti ini, dia masih bisa melihat mata Gia. Dio tidak suka membuka jendela apartemennya. Bukan hanya karena dia tidak ingin ada cahaya yang masuk. Lebih dari itu, dia tidak ingin ada yang mengintai mereka.

"Kita, bukan hanya kamu. Kita harus menghapalkannya," jawab Dio.

"Itu akan perlu waktu lama."

"Kita punya waktu diperlukan, Gia. Yang kita enggak punya adalah kesempatan kedua. Kita harus berhasil di kesempatan ini, kesempatan pertama." Dio menjelaskan dengan lembut.

"Aku ingin kita enggak melakukannya secepatnya," ujar Gia lagi. Dio tidak langsung menanggapi kalimat itu. Dia terdiam beberapa kama. Dio tahu maksud perkataan Gia. Hanya saja, dia tidak tahu bagaimana harus menyahutinya. "Aku ingin kita punya waktu lebih banyak," sambung Gia.

Dio menghapus satu titik air mata yang keluar di sudut mata gadis itu sebelum sempat jatuh.

"Tapi, aku mengerti, Dio," Gia duduk dengan cepat dan mereka bertatapan. "Aku mengerti. Ini sudah seperti nasib, jalan hidup."

Dio tersenyum.

"Apa kamu mau progress yang kita kerjakan?" tanya Dio mengalihkan pembicaraan. Gia tahu itu. Dia tahu kalau Dio selalu saja gagap bicara tentang waktu yang mereka punya karena dia tahu—mereka tahu—kalau mereka tidak bisa memiliki apa yang ingin mereka miliki. Bahwa semuanya terbatas dan akan ada akhirnya.

"Boleh." Gia kembali meletakkan kepalanya di pangkuan Dio.

"Aku sudah memasukkan modul untuk mengembangkan kemampuan synth untuk belajar memahami gerakan mata," Dio mengelus alis dan kemudian tulang hidung Gia. "Aku perlu sedikit waktu untuk membuat mereka bisa memahami kode yang diberikan lewat gerakan itu. Ini semua seamless."

"Maksudmu?"

"Enggak akan ada yang tahu bahwa modul itu dimasukkan ke sana. Gerakan mata dianggap enggak penting. Jadi, enggak pernah terlalu diperhatikan. Mereka akan mengira kalau codes akan dimasukkan di bagian krusial dari synth. Bukan hal remeh yang kadang hanya dianggap sebagai tambahan untuk memahami pembicaraan," jelas Dio. "Kamu mulai bisa membuat codes untuk tiap gerakan matanya, Gia."

* * *

85 MillimetersWhere stories live. Discover now