Chapter 10. Babysitter

320 77 11
                                    

「ᴇᴄᴄᴇᴅᴇɴᴛᴇsɪᴀsᴛ」

(n) 𝚂𝚘𝚖𝚎𝚘𝚗𝚎 𝚠𝚑𝚘 𝚏𝚊𝚔𝚎𝚜 𝚊 𝚜𝚖𝚒𝚕𝚎, 𝚠𝚑𝚎𝚗 𝚊𝚕𝚕 𝚝𝚑𝚎𝚢 𝚠𝚊𝚗𝚝 𝚝𝚘 𝚍𝚘 𝚒𝚜 𝚌𝚛𝚢, 𝚍𝚒𝚜𝚊𝚙𝚙𝚎𝚊𝚛, 𝚊𝚗𝚍/𝚘𝚛 𝚍𝚒𝚎.

─────────────────────

"Dodge Challenger? Lo bercanda!" Inasa memekik di bangku depan, membuat Todoroki tertawa kecil.

"Bekas, Inasa, bekas."

Inasa menepuk kencang bahu Todoroki, "Tetep aja mahal, gila!" di sebelahnya Todoroki balas memukul, aksi pukul-pukulan bahu itu tidak berhenti sampai Camie menginterupsi.

"Lo berdua mau pukul-pukulan terus atau kita jalan ke tempat yang Todoroki bilang?" Camie yang duduk di bangku penumpang menyembulkan kepala, memukul-mukul kepala Inasa dan Todoroki bergantian.

"Fuc--oke, oke, stop, Camie, gue nyalain mesin, gue nyalain!" Todoroki memekik, memutar kunci mobil dengan buru-buru.

Todoroki memperhatikan Camie dari cermin, gadis itu menyenderkan badan pada bangku mobil. Matanya memperhatikan lampu-lampu jalan yang menyorot, tetapi pandangannya terlihat terlempar ke mana-mana. Todoroki menghela napas, di sebelahnya Inasa juga bergeming. Atmosfer yang sangat ganjil di antara mereka bertiga.

"Kalau," Inasa yang menyangga pipi dengan tangan pada pintu mobil bicara, "kalau Bakugou ada, sekarang dia lagi berantem sama Camie di belakang."

Todoroki tersenyum tipis, "Kayak waktu kita liburan graduasi SMP habis olimpiade Biologi?"

"Gue enggak berantem sama Katsuki," Camie protes, "waktu itu kita lagi diskusi tentang bumi datar atau bulet!"

Inasa memutar bola mata, "Dan lo berdua berhasil bikin jok mobil bokap gue sobek dengan 'diskusi' itu--"

"Itu kecelakaa--"

"--gue kangen Bakugou." Inasa bicara lagi, menyela protes Camie yang belum usai.

Tiba-tiba atmosfer di sekitar mereka kembali ganjil. Todoroki enggan menyambung pembicaraan, matanya fokus menjalari permukaan aspal. Memutar kemudi sesuai arah jalan yang dilalui mereka. Butuh waktu hampir dua puluh lima menit di tengah keheningan yang canggung hingga mereka sampai di tempat yang Todoroki maksud.

Camie keluar dengan jinjingan kembang api di tangan, mengikuti Inasa yang lebih dulu berdiri di pinggiran jalan. Todoroki menyusul setelah ia menyelendangkan ransel di bahu, menunjuk pada pagar yang tertutup semak belukar.

"Kita masuk lewat sini, Midoriya sama Uraraka udah ada di sana kayaknya." Ia menunjuk mobil milik Uraraka yang diparkir sedikit tersembunyi di seberang jalan.

Inasa dan Camie segera mengekori Todoroki, masuk pelan-pelan ke area bukit kosong milik Yuuei melalui semak yang telah Todoroki singkap. Beberapa meter dari sana, mereka bisa melihat Midoriya dan Uraraka sedang duduk di atas karpet piknik yang terbentang. Sebuah meja kopi portabel (yang agak besar) ada di tengah keduanya. Todoroki juga melihat ada dua orang lain selain mereka di sana, ia lantas mengangguk saat Sero dan Shinsou memberinya senyuman kecil.

"Kalian lama di sini?" Camie yang pertama kali membuka pertanyaan saat mereka bergabung.

"Eh," Midoriya melihat jam tangannya, "empat puluh lima menit?"

"Itu lama, maaf, ya!" Inasa menangkupkan kedua telapak tangannya dan kening di atas meja, gelagat lazim dari seorang Inasa.

Todoroki hanya menepuk pundak Inasa pelan, memberinya isyarat untuk tidak meminta maaf. Pemuda itu lalu beranjak mendekati sebuah kotak kayu--seperti bekas satu lusin kaleng bir--yang telah menangkup tidak jauh dari meja kopi mereka, melepas ransel dari pundaknya perlahan. Sebuah notebook dan speaker portabel Todoroki keluarkan dari dalam ranselnya, menyimpannya sedemikian rupa di atas kotak kayu dengan arah layar menghadap pada keenam rekannya. Sambil menunggu notebook-nya menyala, ia mengeluarkan delapan kaleng vanilla latte dari ranselnya.

[Todoroki Shouto | Bakugou Katsuki] Suffocating Book II: EcccedentesiastМесто, где живут истории. Откройте их для себя