Chapter 2. Drizzles

432 89 8
                                    

「ᴇᴄᴄᴇᴅᴇɴᴛᴇsɪᴀsᴛ」

(n) 𝚂𝚘𝚖𝚎𝚘𝚗𝚎 𝚠𝚑𝚘 𝚏𝚊𝚔𝚎𝚜 𝚊 𝚜𝚖𝚒𝚕𝚎, 𝚠𝚑𝚎𝚗 𝚊𝚕𝚕 𝚝𝚑𝚎𝚢 𝚠𝚊𝚗𝚝 𝚝𝚘 𝚍𝚘 𝚒𝚜 𝚌𝚛𝚢, 𝚍𝚒𝚜𝚊𝚙𝚙𝚎𝚊𝚛, 𝚊𝚗𝚍/𝚘𝚛 𝚍𝚒𝚎.

────────────────────

13 days ago [⏮]

Peti mati Bakugou sama sekali tidak dibuka, celah barang sedikit pun tidak ada di permukaannya. Todoroki sedikit kecewa, itu artinya ia tidak akan bisa melihat wajah Bakugou untuk terakhir kali. Namun di sisi lain ia bersyukur, tidak akan ada yang melihat wajah Bakugou--yang sedikit rusak--dengan tatapan iba. Ia tahu Bakugou paling tidak suka dipandang kasihan.

Todoroki melihat para tamu yang silih berganti menghampiri Masaru, memberinya perasaan turut berduka cita. Dalam beberapa kesempatan, Todoroki dan Midoriya ikut diberi hal yang sama. Seperti setiap siswa kelas A yang datang ke perjamuan terakhir Bakugou, mereka menyempatkan diri untuk menepuk atau meremas pelan bahu Todoroki dan Midoriya.

"Sabar Todoroki, Midoriya, kita bisa melewati semua ini." ujar seseorang.

Todoroki merasa sangsi. Kalimat yang keluar dari mulut orang--yang bahkan tidak tahu bagaimana rupa Bakugou saat meregang nyawa--itu menyengat hatinya. Bagaimana hal seperti ini bisa ia dan Midoriya lewati? Todoroki hanya tersenyum, memberikan anggukan sambil sesekali mengusap punggung tangan Midoriya.

Dari arah peti yang disambangi setiap pelayat, Todoroki bisa mendengar tangis sedih. Isak tangis Sero atau Shinsou yang sedari pagi belum usai tidak membuatnya heran. Mereka berdua sudah menjadi pelengkap di antara Bakugou, Todoroki, dan Midoriya sejak sekolah dasar.

Akan tetapi, suara tangisan Kaminari dan Kirishima membuatnya bertanya-tanya. Sudah sedekat apa mereka dengan Bakugou?

Todoroki menerka-nerka, barangkali itu karena tugas Matematika. Mengingat Kaminari pernah tiba-tiba datang ke kamarnya suatu hari karena katanya Bakugou tidak mau lagi mengajari Kaminari yang bebal rumus Matematika. Pun Kirishima, mungkin pemuda itu dan Bakugou pernah dekat sekali saat kelas satu sebelum mereka bertengkar. Hingga Kirishima--meskipun belum sempat kembali berbaikan dengan Bakugou--tetap tidak bisa menahan tangisnya.

Di sebelahnya Midoriya kembali terisak pelan, membuat Todoroki segera mengusap punggungnya.

"K-kenapa, Todoroki-kun?" Midoriya sibuk menyeka pipinya yang basah, "Kenapa Kacchan kayak gini? Gue enggak paham--kalau malem itu gue enggak pergi, kalau waktu itu gue bisa pahamin Kacchan--bukan pergi ke kamar karena gue kecewa sama dia--Kacchan mungkin masih--Kacchan enggak bakal pergi selamanya kayak bokap gue--"

"Sssh, Midoriya. Gue ngerti." Todoroki merangkulnya, "Gue yang lebih dulu pergi dari kamar Bakugou. Gue juga bersalah."

Midoriya balas memeluknya, saling mengusapi punggung hingga Masaru menghampiri mereka.

"Masuk ke mobil jenazah denganku, Katsuki bakal senang kalau kalian berdua ikut mengiringinya ke pemakaman bersamaku." pria yang sedang hancur hati ditinggal putra sematawayangnya itu mencoba memberikan senyuman terbaiknya.

◍◍◍

Ketika peti Bakugou telah terkubur dengan rapi, titik-titik air berjatuhan di permukaan kulit Todoroki. Pemuda itu menoleh ke segala arah, setiap pelayat mulai menggunakan payung serba hitam mereka. Termasuk Inko yang memegang payung untuknya dan Midoriya.

Ia sendiri tidak menggunakan payung yang digenggamnya. Sebab yang turun masih berupa gerimis. Todoroki lalu mendongakkan kepala, mengizinkan setiap jarum gerimis menerobos permukaan matanya. Ia ingat Bakugou pernah bilang, "Gue harap pas gue dimakamin gerimis turun jadi enggak bakal banyak pelayat. Gue enggak suka keramaian!"

Bakugou tidak mendapatkannya, keinginannya tidak terkabul. Karena justru kali ini pelayatnya begitu banyak meskipun gerimis turun. Todoroki tersenyum pahit setelah mengingatnya.

Di sebelahnya Fuyumi menggandeng tangannya, menyerahkan gagang payung supaya Todoroki memeganginya untuk mereka. Ia lalu memindahkan payungnya yang masih tertutup ke tangan kanan, mengambil payung Fuyumi dan memeganginya sampai proses pemakaman usai.

"Katanya Tante Mitsuki masih di Korea. Nenek sihir itu bahkan enggak mau maksain balik padahal udah ditelepon Om Masaru." dari belakang kemudi Natsuo terdengar sedikit emosi.

Touya di bangku depan mendecih, "Lo kayak enggak paham aja itu setan kayak gimana kelakuannya."

"Sssh, kita lagi berduka!" Todoroki melihat Fuyumi menepuk satu per satu kepala mereka.

"Sis!" Natsuo memekik, hampir oleng menyetir.

Fuyumi kelihatan tidak peduli. Ia kembali melihat layar ponselnya. Menunjukkan sesuatu kepada Todoroki.

"Kita pesenin ini buat Om Masaru, kamu setuju?"

Sekotak paket makan siang tertera di sana. Todoroki kemudian mengangguk, ia mengerti maksud Fuyumi. Masaru mengurus semuanya sendirian, dari awal mengurus jenazah anaknya hingga mengurus perjamuan dan pemakamannya. Pria itu pasti belum makan apa-apa. Ibu Midoriya pasti juga sedang sibuk membantu sebisanya--di sela-sela harus memperhatikan Midoriya yang rentan breakdown saat ini.

"Pesan tiga, Fuyumi." Todoroki merespons.

"Untuk Tante Inko dan Midoriya?" Fuyumi tersenyum setelah Todoroki mengangguk.

Touya meliukkan kepalanya, "Lo mau pulang ke apartemen siapa, Shou? Atau ke rumah?" di sebelahnya Natsuo ikut melihat Todoroki melalui cermin spion.

Todoroki diam, ia berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaan kakak sulungnya itu. Ini hari Senin, Enji tidak akan pulang ke rumah mereka di hari biasa. Rumahnya hanya akan berisi seorang satpam dan seorang pekebun mereka, tetapi Todoroki enggan pulang ke sana sekarang.

"Apa lo bisa anter gue ke apartemen kita yang dulu, Natsuo?"

Tanpa sadar Fuyumi terlonjak di tempat duduknya, "Kamu serius mau ke sana? Tapi nanti jauh dari Yuuei." Todoroki tetap mengangguk.

"It's okay, Fuyumi. Rumah yang sekarang cuma agak ... kurang nyaman." ia menangkap Touya dan Natsuo yang saling bertukar pandangan.

"Oke, nanti gue suruh orang bengkel gue nganter mobil lo ke sana. Besok lo nyetir sendiri ke Yuuei." Natsuo lalu mengedikkan bahu.

Touya yang sedang memperhatikan jalanan tiba-tiba berceletuk, "Gue heran kenapa lo enggak pernah ngerasa berat buat ke apartemen kita yang lama. Terlalu banyak kenangan. Gue enggak bakal kuat diem di sana barang sejam."

Todoroki tertawa kecil, "Gue cuma--" ia lalu melihat layar ponselnya, "mendadak kangen Mama." potret ia dengan ibunya yang tersenyum tersemat sebagai lock screen.[]

─────────────────────

Dua dulu ya gaes ʕ'• ᴥ•̥'ʔ

Bebek<3

[Todoroki Shouto | Bakugou Katsuki] Suffocating Book II: EcccedentesiastWhere stories live. Discover now