Prolog

615 72 149
                                    

---=== Revised ===---

Aku meringkuk di ujung ruangan, memejamkan mata, berharap mendapat kehangatan. Uap dingin keluar setiap aku mengembuskan napas. Butiran salju yang menyelinap masuk dari jendela jatuh mengenaiku—mengenai luka sayatan yang menghiasi kulitku—meleleh, hingga menyisakan rasa perih yang begitu mendalam.

Samar-samar, kulihat wanita itu menyeringai dari balik jeruji besi yang mengurungku. "Sudah kukatakan padamu, bukan? Jika kau tidak berhasil memecahkan soal itu, kau akan dikurung di sini." Terdengar dengan sangat jelas sebuah kepuasan dalam nada bicaranya.

Napasku tersekat, seperti ada yang menahan bagi oksigen untuk masuk. Angin malam yang masuk membelai tubuhku. Rasanya seperti aku tengah telanjang tanpa selehai benang melekat pada tubuhku. Padahal kenyataannya, saat ini ada kain tipis yang membungkus tubuhku, menyembunyikan luka-luka lain dari belaian angin malam.

Dengan susah payah, kucekram dadaku dengan sangat kuat sembari mencoba menarik napas dalam-dalam. Detak jantungku menjadi tidak teratur, dengungan kencang menggema dalam pendengaranku. Sementara angin malam terus menggelitik tubuhku, kesadaranku mulai lenyap. Dengungan itu masih ada, berputar dalam pikiranku. Sementara itu penglihatanku terus memburam, melebur dan menyatu dengan kegelapan.

Hingga, aku tidak dapat merasakan apa-apa lagi.

*****

Plak! Kedua kelopak mataku terbuka serempak tatkala merasakan sebuah tamparan mendarat dengan mulus di pipiku. Sesuatu yang berat menindih tubuhku, membuatku yang tertidur dalam posisi menyamping kesulitan untuk berbalik dan melihat siapa yang melakukan hal itu. Tidak lama kemudian, orang itu menarik kerah pakaianku, hingga tubuhku ditarik paksa untuk duduk.

"Cheren Maghnus Abathmob! Cepat bangun bodoh!"

Aku mengerjap, tersentak kaget, sebelum akhirnya memincingkan mataku dan menatap tajam gadis kecil itu. Tak perlu waktu lama bagiku untuk tahu siapa yang menyelinap masuk ke kamarku. "Apa yang kau lakukan di kamarku, Akala?" tanyaku dengan nada datar.

Kulirik sekilas jendela yang terletak agak jauh dari ranjangku. Bulan purnama masih menggantung di sana, ditemani para bintang serta lolongan para werewolf jauh di dalam hutan. Letak posisi bulan menunjukkan bahwa saat ini masih dini hari. Namun, gadis kecil ini dengan lancangnya membangunkanku.

Akala menatapku dengan tatapan penuh selidik dan kening yang berkerut bingung. "Padahal, 'kan cuaca masih dingin, kenapa kau berkeringat?"

Aku baru saja hendak mengecek kebenaran dari ucapannya, tetapi Akala terlebih dahulu memotong, "Ah, sudahlah! Ayo, Cheren, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu!"

Lagi-lagi aku dibuat tidak berkutik. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Akala menyeretku dari ranjang. Tidak ada yang namanya pelarian romantis, hanya sebuah tangan kecil yang menarik kerah pakaianku. Tubuhnya yang bahkan lebih pendek dari bahuku membuatku berjalan dengan posisi menunduk dan langkah yang terseret-seret.

Lihat betapa kurang ajarnya bocah ini!

"A-Akala, kau menceki—" Belum selesai aku berucap, Akala memotong dengan suara desisan. "Berhenti bersikap berlebihan Cheren! Ayah dan Ibu sudah menunggu, hanya tinggal kau yang belum hadir."

Aku hanya dapat pasrah sambil berharap tidak mati di tengah jalan karena kesulitan bernapas. Dan baru kusadari bahwa lampu-lampu di kediaman Pythonissam menyala.

*****

"Astaga, Akala! Tidak seharusnya kau membawa Cheren dengan cara seperti itu!"

Akala hanya memutar bola mata saat mendengar ucapan ibunya, Nyonya Amical. Tanpa belas kasih, gadis kecil itu melemparkan tubuhku begitu saja ke tengah ruangan kerja Tuan Filikos, membuat wajah bangun tidurku mencium lantai ruangan. Nyonya Amical yang berdiri tak jauh dariku pun memekik dan segera membantuku duduk di lantai.

"Kau baik-baik saja, Cheren?" tanyanya dengan raut wajah yang dipenuhi kekhawatiran. Tidak mau mencari masalah, aku hanya mengangguk sebagai balasan.

Merasakan tatapan dari orang lain, kuangkat kepalaku dan menemukan Tuan Filikos yang tengah menatapku. Hanya sebentar, sebelum pria itu mengalihkan pandangan kepada putrinya. "Jadi, ada masalah apa hingga kau memanggil kami pada dini hari seperti ini? Aku yakin putriku tak akan memanggil kami hanya untuk masalah kecil."

Mendengar itu, salah satu sudut bibir Akala terangkat. Kekehan kecil yang keluar dari bibirnya membuat tubuhku bergidik tanpa alasan yang jelas. "Tenang saja, Ayah. Aku yakin ini adalah masalah yang sangat besar!"

Lagi-lagi tubuhku bergidik ngeri. Aku dan Nyonya Amical saling melirik satu sama lain, khawatir Akala akan melakukan hal aneh. Akala yang semula berdiri di depan pintu pun melangkah dan berdiri di depan kami.

Kedua kelopak matanya pun tertutup. Tak lama kemudian, kurasakan angin sepoi-sepoi berembus di sekitarku. Mulanya kupikir itu hanyalah angin yang tanpa sengaja masuk dari celah jendela. Namun, semakin lama hembusannya semakin kuat, membuatku harus menyilangkan kedua tangan di depan wajahku. Anginnya tidak normal.

Dengan susah payah, kupaksa kedua mataku untuk melihat apa yang terjadi. Di depan, tubuh kecil Akala nampak bercahaya. Semburat api dengan warna biru keunguan perlahan menyelimuti tubuhnya. Aku terbelalak, bahkan kurasa semua orang di ruangan ini pun bereaksi sama sepertiku.

Angin yang berembus kali ini tidak terlalu kuat. Hanya saja, ada aura dingin yang menggelitik tubuh kurusku. Aneh, seharusnya hangat, bukan dingin.

Akala membuka kedua netra crimson miliknya. Bersamaan dengan itu, salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas, membentuk senyuman angkuh yang mempercantik wajahnya. Aku tak akan mengelak dengan kenyataan bahwa aku terpesona olehnya.

Senyuman itu perlahan berganti, ketulusan terlukis dengan jelas di sana. Salah satu tangannya pun terulur ke depan. "Ayah dan Ibu tersayang—juga Cheren pastinya, dengan ini kuberitahu kalian secara resmi bahwa aku bisa mengeluarkan aura di usiaku yang ke-8 tahun."

-----***-----

Punten, izin ganggu sebentar ٩(◕‿◕。)۶

Kenalan sama aku di Chapter I aja, di sini aku cuma mau bilang, kalau kalian baca, jangan lupa komen. Ramaikan lapak ini avv (•̀ᴗ•́)و

Enggak harus vote atau komentar di tiap bab. Kalau mau komen enggak harus vote dulu. Bebas oke, jangan merasa takut buat komen cuma gara-gara males tekan bintang. Aku juga suka males neken bintang (ups) AKSKSKKS BERCANDA, ENGGAK, ASTAGA KAK EJAZZY, KAK CIN, KAK JAH DAN PARA PENULIS TERCINTAHKU AKU RAJIN VOTE KOK WALAU NANTIAN ಥ_ಥ

Yah, intinya, aku cuma mau bilang jangan takut-takut sama aku. Aku cuma matok aja kok ☆ ~('▽^人)

Kalian komentar? Pasti kubalas (•̀ᴗ•́)و

Oke, sekian. Oiya, kalau kau jadi silent reader juga silakan. Aku enggak keberatan. Toh, aku nulis buat diriku sendiri. Bagiku vote sama komentar itu bentuk apresiasi dari pembaca dan tentu aja, aku gak bakal maksa kalian vote sama komen. Aku cuma bilang jangan takut kalau cuma mau vote beberapa Chapter doang oke. Santai aja ^-^)💕

Dah, salam dari Filla S̶̶t̶̶y̶̶l̶̶e̶̶s̶  Kirania ( ꈍᴗꈍ)

Anazítisi [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu