Finally.

223 24 1
                                    

Di tengah-tengah kesibukannya, Sella masih memikirkan apa yang terjadi semalam. Masalah jas, tumben sekali Sendra sebaik itu. Memang, setelah ia tiba di depan gedung apartemen, Sella meletakkan kembali jas di jok mobil dan lelaki itu diam saja. Tapi, bagaimanapun juga, Sendra menyampirkan jasnya semalam adalah bagian dari kemustahilan.

Sella tidak akan terbawa perasaan lagi. Ia sudah tak menyukai Sendra. Tidak akan ia menaruh harapan lagi pada orang yang pernah mengabaikannya, yang malah menyuruhnya mencari laki-laki lain. Bisa-bisanya orang itu.

Jam dinding menunjukkan pukul 11 siang. Sella mendadak teringat dengan janjinya mengunjungi panti asuhan. Ia akan berkunjung ke sana nanti, jika pekerjaan hari ini sudah berkurang banyak. Mungkin sekitar pukul 3 sore nanti ia akan pergi ke sana. Ia harus mengetahui siapa orang yang membawa obatnya kemarin.

Pintu terketuk membuat Sella menoleh. Ia mempersilahkan masuk, kemudian masuklah salah satu bawahannya untuk menyerahkan beberapa dokumen.

******

Pukul 3 sore sangat dinanti Sella karena ia akan berkunjung untuk melihat anak-anak lagi di samping bertemu dengan orang yang memberikan obatnya kemarin. Panti asuhan itu sudah cukup lama, bahkan bisa jadi lebih tua dibandingkan Sella. Namun, entah tahun berapa waktu itu panti asuhan ini hampir saja tutup karena hampir tidak memiliki donatur yang pasti dan kehidupan anak-anak di panti ini terancam. Dana panti asuhan ini tak sebesar yang dibayangkan. Kala itu, ayahnya Sella-lah yang menjadi donatur tetap dan mengangkat panti asuhan tersebut sebagai bagian dari Yayasan Peduli Kasih yang didirikan ayahnya Sella. Memang, jiwa peduli kasihnya itu menurun dari orang tuanya.

Hari ini, Sella membawa mobil sendiri. Ia juga menyetir sendiri sampai panti asuhan. Kedatangannya mengejutkan beberapa pegawai di sana yang hafal betul mobil Sella.

"Ibu Rosella datang!" seru salah satu pegawai yang berlari dari luar menuju ruang belakang. Bu Minah yang mendengarnya sempat terlihat kaget, tapi ia kembali tenang dan santai.

"Biarkan saja, sambut dengan santai, tapi jangan lupa tetap sopan," ujar Bu Minah.

"Loh, kok begitu, Bu?" tanya salah satu ibu panti.

"Ini perintah dari Bu Sella sendiri. Hari ini, beliau ingin bersantai di sini bersama anak-anak panti. Beliau tidak mau diperlakukan seformal kemarin," jawab Bu Minah menjelaskan.

"Ya sudah, tapi siapkan cemilan dan minuman," timpal yang lain. Mereka pun bersiap-siap.

Salah satu anak panti datang ke dapur. "Bu Minah! Ibu dipanggil sama Bu Rosella," panggil anak itu.

"Lho, Bu. Ada apa, tah?"

Bu Minah hanya tersenyum sambil berdiri. "Kurang tahu. Saya ke sana dulu, ya," pamitnya lalu menghampiri Sella. Perempuan berkharisma itu sedang membaca buku anak-anak. Tadinya, Sella membacakan ini untuk didengarkan anak-anak. Namun, ternyata ada yang lebih asyik yaitu bermain air di depan. Sayangnya, Sella tak membawa baju ganti sehingga tidak bisa ikut. Dilihat seperti apapun, aura anak konglomeratnya sangat melekat. Walaupun menggunakan baju santai, ia tetap terlihat sebagai wakil direktur yang berwibawa dan berkharisma.

"Bu Rosella?" tanya Bu Minah.

Sella tersenyum, lalu ia menyalami Bu Minah. "Ibu bisa panggil saya Sella saja, saya malah senang dengan panggilan itu."

"O-oh, ya. Selamat datang lagi di panti ini, Sella," balas Bu Minah.

"Bagaimana kabar ibu?" tanya Sella.

"Luar biasa sehat. Di sini semua sehat," jawab Bu Minah. Kemudian, ia mempersilahkan Sella duduk kembali. "Bagaimana kabarnya Nak Sella?"

"Saya juga baik-baik saja," jawab Sella.

The ChoiceWhere stories live. Discover now