Sendra and His Emotional

123 21 11
                                    

Terima kasih kuucapkan untuk readers cerita ini yang masih selalu menanti di setiap updatean. Kalian luar biasa karena masih baca. Maaf banget ya karena aku slow update karena sibuk irl dan nyelesaiin cerita lain juga hehe.

Doain semoga aku idenya ngalir lancar dan bisa update terus buat kalian yaa <3 Semakin banyak dan heboh dukungan kalian, aku pun makin terdorong untuk dapat ide baru huhu. Happy reading all!

oo0oo

Sesuai dengan apa yang dikatakan Sella kemarin, keesokan harinya Frederika bersama suaminya datang mengunjungi putra bungsunya itu di rumah besar. Tentu saja bukan di apartemen. Sendra seperti biasanya akan menunda jam pulangnya. Meskipun kini kondisi sang ibu kembali drop, lagi-lagi Sendra tak acuh. Ia memilih egois.

Mama bisa egois, masa aku nggak?

Begitulah pemikiran kekanakan Sendra yang membuatnya nampak seperti orang jahat. Tindakan Sendra tidak bisa dibenarkan.

Sendra masih duduk di kursi kebesarannya setelah menyelesaikan pekerjaannya. Arlojinya sudah menunjukkan pukul setengah 6 malam, tetapi ia masih belum beranjak dari ruangannya. Malas sekali rasanya untuk pulang ke rumah besar itu. Ia memilih bersender sembari memejamkan matanya. Sesekali menyesap kopi susu yang sudah dingin karena terlalu lama ditinggalkannya tanda tangan ini dan itu.

Ponselnya tiba-tiba bergetar, pertanda ada pesan masuk. Sendra meraih ponsel yang ada di atas meja itu.

Menyesal, satu kata yang terlintas di benaknya saat itu. Ia menyesal sudah membuka dan membaca pesan masuk ini. Ada dua pesan masuk. Yang pertama dari Sella dan yang kedua dari ibunya.

Sella
Mama mau nginep malam ini. Gimana?

Sendra
Hm, saya juga gak bisa ngusir dia kan?

Sella
Sen, jangan gitu lagi, tolong.
Mama mau kemo lagi, tapi kenapa kamu begitu, sih?

Sendra
Saya pulang malam
Bilangin ke mama gak perlu nungguin saya

Kemudian, Sendra membaca pesan dari ibunya. Awalnya, ia tidak berniat membalasnya. Namun, akan muncul kembali hari di mana mereka akan bertengkar apabila ia menjawab pesan Sella, tetapi tidak dengan pesan ibunya sendiri.

Mama
Kamu masih di kantor ya Sen?
Pulang dong, mama kangen
Mama nginep di rumahmu ya?
Pulang cepet ya, Sen.

Sendra
Aku masih kerja

Hanya itu jawabannya. Tidak ingin memperpanjang obrolan di chat dan ia kemudian meletakkan ponselnya lagi di atas meja. Getaran pertanda pesan masuk pun Sendra tidak hiraukan sampai getaran baru yang cukup lama memberitahukan jika kini giliran panggilan masuk. Gantian papanya yang menelponnya. Sendra berdecak sebal ketika melihat layar ponselnya itu. Namun, pada akhirnya diangkatnya juga.

"Pulang."

Kalimat bukan perintah, tetapi kedengarannya sangat memaksa dan tegas itu Sendra dengar dari suara papanya.

"Aku masih kerja."

"Pulang, Sen. Mama kamu di rumah. Kamu gak kangen apa, ya?"

Sendra meneguk salivanya. Bukan karena takut, tetapi lelah berdebat dengan ayahnya.

The ChoiceWhere stories live. Discover now