Forgive Me, I'm Sorry

196 30 4
                                    

Sepekan sudah tidak ada interaksi antara Anna dan Sendra. Anna tidak ingin ada salah paham antara mereka nanti. Ia tak ingin dikira sebagai perempuan perebut suami orang. Untuk itu, ia tak bisa terus-terusan berada di dekat Sendra. Ia tak ingin dihubungi barang sedetik pun dan ini sudah berjalan selama seminggu. Sendra juga tak berani memulainya.

Anna tak salah. Hubungan antara mereka berdua memang rumit dan Anna bisa jadi korban dari cinta lama Sendra yang tak kunjung hilang, serta jika Anna melewati batasnya ia bisa saja jatuh dan tak berdaya dalam situasi ini. Ia sendiri takut jika kesalahpahaman ini tiba-tiba muncul dan sampai ke telinga ibunya, maka itu akan membuat ibunya sakit dan sedih.

Di sisi lain, Sendra juga tak bisa terus begini. Anna, yang sampai sekarang masih setia di dalam hatinya, tetapi ia belum bisa berbuat apa-apa untuk ini. Statusnya memang sudah menikah, tetapi hanya sebagai simbolis kerjasama orang tua mereka. Sendra yang sama sekali tak menyayangi istrinya jelas akan sangat sulit untuk memaksakan dirinya agar mau mencoba menatap Sella barang sedetik saja.

Sendra merasa rapuh dan hampa. Setelah sekian lama tak bertemu Anna, lalu dipertemukan kembali dalam pertemuan singkat yang tak terduga, kemudian mereka harus kembali berpisah karena Anna tak ingin timbul kesalahpahaman.

Terkadang Sendra bingung, bolehkah ia menjadi lelaki egois? Rasanya, ia ingin segera menceraikan Sella dan memulai kembali lembaran baru yang sesungguhnya dengan Anna.

Tok tok tok...

Sendra yang tadinya melamun pun mendongak saat mendengar suara pintu. "Masuk," katanya.

Pintu terbuka dan nampak sekretarisnya. "Mohon maaf, Pak, ada rapat sebentar lagi akan dimulai. Bapak dimohon untuk hadir."

Sendra menghela nafasnya panjang. Ia memandangi berkas-berkas tertumpuk di mejanya. Konsentrasinya terganggu karena Anna belakangan ini sehingga pekerjaannya di kantor banyak yang tertinggal.

Senda kemudian mengangguk, "baik." Hanya itu jawabannya, lalu ia bersiap-siap untuk rapat.

Ketika ia tiba di ruangan untuk rapat, banyak orang menyambutnya hangat. Sudah jelas, kedatangan Sendra di rapat tersebut merupakan kehormatan tersendiri bagi penyelenggara rapat hari ini.

Rapat dimulai, tetapi Sendra sama sekali tak terlihat senang. Wajahnya nampak pucat, bahkan para staf di sana dapat menilai itu. Saat rapat berlangsung, pikiran Sendra sepertinya ke mana-mana. Ia sama sekali tidak fokus dan hanya melamun. Keadaan Sendra hari ini membuat seluruh staf bertanya-tanya. Ketika pembicara dalam rapat ini menanyakan proyek terbaru pada Sendra, lelaki itu juga hanya menjawab, "ya, itu sudah cukup." Tentu saja staf berpikir sepertinya Sendra sedang banyak pikiran atau tidak enak badan. Namun, apa yang Sendra lakukan betul-betul tidak profesional. Sendra memikirkan Anna, itu sebabnya ia tidak bisa fokus bekerja dengan baik hari ini.

"Baik, rapat selesai," ujar manager yang ikut memimpin rapat tersebut.

Sendra hanya mengangguk sambil merapihkan berkasnya.

"Apakah Pak Sendra sedang kurang enak badan?"

Sendra menoleh, kemudian ia menggeleng pelan. Ia bangkit berdiri, "saya baik-baik saja. Oh ya, proyek yang tadi biar saya cek ulang." Setelah mengatakan itu, Sendra keluar ruangan dengan pikiran yang masih berantakan.

******

Anna termenung di ruang kerjanya. Ini sudah hampir pukul 9 malam, tetapi ia masih enggan beranjak dari ruangannya. Pikirannya mendadak penuh entah kenapa. Ia merasa, perlakuan Sendra selama ini memang sedikit berlebihan. Bagaimana tidak? Sendra sepertinya lebih sering menemuinya dibandingkan istrinya. Anna juga masih tahu diri siapa dia.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang