Grandma's Birthday

20.1K 3.3K 258
                                    

"Giagià, apa kabarmu?" Jill mengecup pipi kanan seorang wanita berusia senja yang berperawakan sedikit gemuk namun memancarkan aura bahagia. Wangi tubuhnya seperti kayumanis. Jill memeluknya penuh keakraban seakan ingin menyerap kehangatannya.

"Gadisku tersayang, Giagià rindu padamu." Agnes, nama asli dari neneknya menyambut cucunya dengan membalas mencium keningnya seperti cara para biarawati mengasihi para anak yatimnya.

Jill memang tidak pernah tinggal lama di Yunani, karena itu keluarga besarnya di Kota Athena selalu menyapanya dengan bahasa inggris.

"Jill!" Suara wanita terdengar keras dan mengintimidasi. Marge berjalan cepat ke arah Jill dengan tatapan seperti mau menelannya. Marge adalah musuh sekaligus sahabat bagi Jill. Tantenya yang seringkali membuat hidupnya seperti di neraka, sekaligus menjadi salah satu orang terpenting dalam hidupnya sampai Jill rela berbagi ginjal dengannya--untungnya Marge tidak punya masalah dengan kesehatannya.

Marge memeluk Jill erat-erat. Gadis itu merasa sedikit sulit bernafas. Bukan karena Marge punya otot tangan yang setara dengan atlet UFC; melainkan disebabkan oleh parfumnya--yang seperti biasa dikenakan agak terlalu banyak. Kalau orang biasa hanya meneteskan parfum di leher, ketiak atau pergelangan tangan; Marge memastikan ada titik-titik lain dari tubuhnya yang juga harus dijamah wewangian.

"Aku sudah bilang kan aku akan hadir." Jill berkata sedikit menantang. Entah kenapa kalau berhadapan dengan Marge, Jill jadi bersikap sedikit kekanakan.

"Oke, dan siapa yang kamu bawa bersamamu Jill?" Marge menuntut penjelasan. Matanya melirik pada Ares, yang walaupun tengah berada di situasi yang membuat kebanyakan pria lain canggung dan ingin menyingkir; bersikap tetap tenang dan terkontrol seperti bukan masalah baginya.

"Marge, mereka baru tiba, biarkan Jill menaruh barang bawaannya dulu di kamarnya." Agnes menasehati putrinya dengan nada keibuan.

"Tidak apa Giagià, Marge hanya kangen padaku." Jill bergurau.

"Tidak gadis nakal, kemarin aku baru meneleponmu dan kamu mengoceh enggan berkencan atau semacamnya tapi hari ini kamu malah datang membawa laki-laki!" Marge bicara dengan nada keras.

Jill menggandeng Marge untuk menyingkir sejenak.

"Bisakah kau bersikap lebih sopan? Aku tidak ingin dia merasa tidak nyaman karenamu." Jill membicarakan Ares.

"Siapa dia Jill?" Marge menyelidik.

"Calon suamiku." Jawab Jill santai.

"Apa?!" Marge tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Kapan kalian bertemu? Kenapa aku tidak pernah melihatnya? Aku tidak pernah mendapat info apa-apa soal ini dari akun gosip dan semacamnya. Apa kau sedang terlibat dalam masalah? Apa dia mungkin mengancammu agar kau mau menjadi kekasihnya?" Marge memberondong keponakannya dengan pertanyaan bagaikan detektif menanyai korban kejahatan.

"Tidak mungkin Marge! Coba lihat dan perhatikan baik-baik. Dia tidak perlu mengancam atau melakukan apapun untuk mendapatkan wanita." Jill meminta Marge menoleh. Ares masih berdiri bersandar di jendela dengan tangan terlipat. Pria itu mengenakan kemeja katun berwarna gelap dengan beberapa kancing atasnya terbuka, serta celana pendek denim. Dia hanya memandang sesekali ke luar jendela dengan ekspresi tenang.

"Oke, dia memang seperti seakan baru saja keluar dari lukisan karya Leonardo Da Vinci. Tapi ketampanan bukan segalanya. Apa pekerjaannya? Kapan kau mengenalnya?" Marge tidak mau kalah.

"Yah, mungkin kami bertemu sekitar tiga atau empat bulan yang lalu. Pekerjaannya? Aku tidak tahu. Tapi tidak masalah walaupun dia pengangguran. Tabunganku banyak. Aku bisa menghidupinya." Kata Jill terdengar serius.

The Sky People (TAMAT)Where stories live. Discover now