The Man from Shadow

28.3K 4.6K 594
                                    

Sosok itu berbau sedikit anyir. Seperti ayam potong yang baru dibeli dari supermarket, kemudian dibiarkan teronggok di wastafel yang lembab dan terlupakan sampai esok harinya. Dia membiarkan pakaiannya menjuntai menyapu lantai yang terbuat dari batu berdebu.

Tidak ada yang sepertinya mau meluangkan waktu untuk menyikat lantainya. Sehingga tampak pulau-pulau lumut bertebaran di beberapa bagiannya. Berjalan di dalam ruangan itu seakan sama berbahayanya dengan menyeberangi sungai dangkal berbatu. Orang bisa terpeleset kapan saja seandainya mereka tidak mengenakan sepatu boot, atau alas kaki lainnya yang dilapisi karet tebal anti licin.

Sosok itu meregangkan tangannya sambil menghadap jendela yang terbuka; dimana sinar matahari siang menyorot langsung tanpa terhalang tirai. Sosok itu seakan menantang matahari, membiarkan iris matanya yang berwarna cokelat menyerap cahayanya. Namun dia tidak berkedip ataupun tampak kesilauan karenanya.

Dia berdiam di tepi jendela selama beberapa menit dalam posisi yang sama. Sulit diterka tujuannya melakukan kegiatan yang memicu keringat itu. Mungkin dia hanya merasa kedinginan di dalam kastilnya yang dingin, atau dia hanya hendak memenuhi asupan vitamin D melalui kulitnya yang terbuka.

"My Lord." Seseorang menyapanya. Pemuda yang cukup tampan, namun ada lingkaran keunguan menghiasi cekungan matanya. Jelas itu bukan riasan, agak aneh kalau memang ada gaya make up mirip orang kurang tidur seperti itu.

Penampilan pemuda itu cukup rapih dan mirip seperti para pialang saham di wall street. Intinya dia berpakaian seperti orang-orang yang ingin dianggap berkelas dan sibuk. Sungguh kontras dengan sosok yang dia panggil "Lord". Karena pada dasarnya sang Lord mendandani dirinya dengan gumpalan kumal mirip kain perca dan dijahit menyerupai jubah.

"Damian." Kata Sang Lord. Dirinya menunjukkan sedikit ekspresi tidak suka akan kehadirannya.

"My Lord, aku baru saja mendapatkan informasi dari mereka yang berdiam di New York." Kata Damian dengan nada formal.

Sang Lord mungkin suka dianggap seperti tuan tanah bangsawan bergelar Duke atau semacamnya. Kendati dia jelas hidup di era millenial, dia mempertahankan gaya hidup klasiknya. Lengkap dengan pakaian buluk berbau anyir itu yang setelah dilihat sekali lagi, memang mirip dengan pakaian kaum aristokrat; di lukisan-lukisan klasik bertema Inggris era Victoria.

"Kau baru mengunjungiku hari ini, setelah 50 tahun berlalu. Jadi ... apakah kini kau sudah bisa menguasai dunia?" Sang Lord bertanya, mengabaikan pernyataan Damian sebelumnya.

Kemudian Sang Lord tampak gusar dan merogoh kantong jubahnya. Dia mengeluarkan sebuah gulungan plastik berisi sesuatu yang basah. Sang Lord membukanya lalu mencengkram sesuatu darinya. Pria berpakaian gembel itu mengangkat gumpalan kehitaman lalu memerasnya di atas mulutnya. Membiarkan cairan amis kemerahan mengalir turun ke kerongkongannya.

"Itu ... hati manusia? Kau masih suka melakukan itu? Apa anda tidak tahu kalau sekarang bank darah ada dimana-mana. Dengan sejumlah uang anda bisa mendapatkan asupan darah berkualitas setiap harinya." Damian berkomentar, dahinya berjengit karena rasa jijik.

"Ini ... adalah apa yang membuatku merasa hidup Damian. Menusukkan sedotan ke kantong-kantong darah bersegel itu tidak pernah menjadi pilihanku." Kata Sang Lord.

"Anda kan bisa menuangkannya ke gelas." Damian tidak setuju.

"Jadi, kau ke sini untuk mengkritikku atau apa?" Sang Lord berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Kau tadi membahas apakah aku sudah bisa menguasai dunia? Tentu saja tidak My Lord, ini bukan lagi era dimana mereka bisa dianggap menguasai dunia jika menjajah seperti kekaisaran Persia atau Romawi. Dan sejujurnya itu pun sudah tidak menarik bagiku. Aku lebih tertarik hidup lebih lama tanpa harus menyesap asin dan amisnya darah manusia." Mata Damian tampak berbinar.

The Sky People (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang