Prolog

4.3K 238 52
                                    

Semua anak lelaki ingin jadi protagon, mereka adalah prajurit paling berani dan pelindung yang lemah dengan cara menumpas kejahatan. Aku juga ingin jadi protagon. Tapi mereka ingin aku menjadi penjahat. Dan gelandangan yatim piatu sepertiku akan menjadi penjahat yang sempurna. Takkan ada orangtua yang marah melihatku dipukuli dengan pedang kayu sampai mata kakiku patah.

Saat aku dan seorang gelandangan tua sedang berbagi makan siang, mereka menudingku merampas makanan orang. Tujuannya agar punya alasan heroik untuk mengejarku sambil meneriakkan kata-kata penuh keberanian untuk membuat para penjahat merasa ketakutan. Dan bila aku tertangkap, mereka akan memukuliku. Semua karena dalam dunia mereka, aku penjahat dan mereka pahlawan.

Aku pun belajar sesuatu; ternyata pahlawan tak ada artinya tanpa penjahat.

Seseorang pernah berkata bahwa manusia pada dasarnya baik. Semua orang lahir dengan hati nurani. Aku percaya hal itu, sampai mereka mulai memukuliku dengan pedang kayu. Hingga kulitku memar atau darah keluar, mereka tetap memukuliku. Dalam drama anak jalanan "Robin si Protagon Detteroa", aku adalah Jacques si penjahat keji. Aku berdusta atas kejahatan yang mereka ciptakan bagiku.

"Aku tidak mau main!" seruku pada mereka, namun mereka tidak peduli. Mereka ingin main sebagai protagon, dan butuh seorang penjahat.

"Jangan mengelak! Kamu sendiri juga tidak mendengarkan mereka yang kau jahati. Serang!!"

Robin si protagon pahlawan mengayunkan pedang kayunya, ujungnya yang tumpul mengacung padaku dan empat orang bocah mengejarku. Aku berlari, mencoba bersembunyi dibalik orang dewasa. Tapi tendangan keras yang kudapatkan dari mereka sehingga aku terguling di atas tanah.

"Main yang benar! Jangan ganggu orang bekerja!" perintahnya tanpa peduli. Bagiku, dia punya kuasa untuk menghentikan Robin dan pasukannya agar berhenti menggangguku. Tapi baginya, permainan anak adalah permainan anak. Tidak ada yang serius.

Aku pun belajar sesuatu; dalam hidup ini, kita sendirian. Dan kata "kita sendirian" itu benar-benar aneh.

Aku berhenti mengandalkan orang lain, lalu mulai mengandalkan kekuatan kakiku sendiri. Aku berlari. Melompat dan menggelincir. Aku memanjat tumpukan kotak, bersembunyi di balik gerobak, naik ke atap rumah tanpa peduli akan jatuh atau tidak. Pada suatu lorong, aku melihat seekor kucing memangsa burung gereja. Di tempat lain aku melihat bangkai kucing dimakan belatung, kemudian seekor burung datang dan mengambil seekor belatung untuk ditelan.

Aku belajar sesuatu yang lain lagi; saat kita berhenti makan, kita akan dimakan.

Ketika itulah aku mulai lelah, anak-anak itu menangkapku. Tangan mereka membelenggu leher, kedua tangan dan kakiku sehingga Robin bisa dengan bebas memukuliku dengan pedang kayunya. Badanku ditusuk. Sakit sekali.

"Tolong!!" jeritku pada orang-orang dewasa yang sedang nongkrong di dekat kami. Mana seorang protagon saat aku membutuhkannya? Aku bersumpah bila kelak aku menjadi seorang protagon, aku akan rajin mengunjungi gang-gang kumuh agar tidak ada lagi yang ditindas sepertiku!

Sekali lagi aku berteriak, "Robin ingin mematahkan jari-jari tanganku, tolong!!"

"Diam, penjahat!" bentak Robin. "Ingatlah orang yang kau bunuh dengan keji kemarin! Kau memukulinya sampai pingsan!"

Bukankah aku yang dilempari batu oleh mereka sampai tak sadarkan diri? Begitu bangun ada darah mengering menempel di wajahku dan air genangan mengelilingi wajahku.

"Robin bohong! Jangan percaya!" Aku tidak peduli akan mendorong paru-paruku keluar dari rongganya dengan berteriak sekeras itu, aku hanya ingin seseorang datang untuk menolongku karena aku tidak sanggup melawan mereka sendirian. Tapi mereka hanya acuh tak acuh, bila bukan tertawa menonton permainan anak-anak.

Clash of The Ancient Souls - EinherjarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang