•23. The Wedding Day II•

20.4K 2K 186
                                    

"Lho, Barra ke mana?" tanya Killa saat baru saja keluar dari kamar mandi, tidak ada Barra di depan pintu.

Killa melangkah kakinya pelan sambil mencari ponselnya yang ada di dalam tas. Ingin menelepon Barra. Tanpa sepengetahuan Killa, Raden mengikutinya dari belakang. Laki-laki itu benar-benar belum menyerah.

"Kill!" panggilan itu membuat Killa menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke belakang.

"Raden...." balas Killa. "Kenapa? Eh, lo lihat Barra nggak?"

"Kill, bisa minta waktunya sebentar?"

"Heh?" Killa menutup tasnya setelah menemukan ponselnya.

"Gue mau ngomong berdua sama elo, Kill."

"Ih, apaan sih. Aneh-aneh aja."

Semakin aneh saat tangan Killa ditarik oleh Raden, dibawa ke samping rumah laki-laki itu. Lewat pintu belakang.

"Den! Ih, lo kenapa, sih?!" Killa merasakan degupan jantungnya tidak beraturan. Bukan. Bukan karena ia jatuh cinta lagi. Melainkan feelingnya mengatakan ada hal kurang baik yang akan terjadi.

"Kill," Raden menarik napas lalu menggenggam kedua tangan Killa. Tatapan matanya begitu dalam, membuat Killa semakin merasa tidak nyaman. Raden yang ada di hadapannya sekarang, berbeda dengan Raden yang biasa ia kenal. "Gue udah lama mau bilang ini ke elo. Gue pendam perasaan ini selama bertahun-tahun."

"Den, engh gue-" Killa berniat memotong ucapan Raden, perasaannya sungguh tidak enak. Ada yang salah. Iya, salah. Pegangan tangan mereka. Itu tidak seharsunya terjadi.

"Please, kasih gue waktu sebentar."

Killa mengepaskan tangan Raden dengan kasar. Ia melotot tidak suka karena Raden begitu memaksa.

"Kill, gue cinta sama elo."

Dan berhasil.

Lega.

Beban berat yang selama ini Raden tanggung selama bertahun-tahun dalam diam, akhirnya bisa terungkap.

Satu kalimat itu mampu Raden ucapkan dengan sangat serius dan dengan satu tarikan napas. Berhasil! Yes, berhasil.

Yang dilakukan Killa adalah...
tertegun, bingung, dan terus mengedip-ngedipkan matanya.

"Tiga tahun kenal lo, akhirnya gue bisa bilang kalimat ini," ujar Raden. "Killa, gue cinta sama elo."

Killa memundurkan langkah kakinya. Masih tidak percaya. Yang ada di pikiran Killa saat ini bukan bagaimana cara menolak Raden, tapi bagaimana kalau Barra tahu?

"Meskipun lo nggak pernah mikirin gue," Raden berkata sambil menertawakan diri sendiri. "Gue cuma pengin lo tahu, gue selalu mikirin lo. Makasih udah dateng ke pernikahan gue dengan dandanan lo yang paling cantik ini."

Lalu, Killa teringat dengan chat-chat spam yang biasa Raden kirimkan padanya. Perhatian laki-laki itu.

"Gue bahagia lihat lo bahagia, Kill."

"Raden, maaf." Dan hanya itu yang bisa Killa katakan. Ingin ia katakan, gue sayang elo. Tapi, cuma sebatas temen.

"Nggak papa," Raden merogoh saku dalam jasnya. Ada selembar kain sapu tangan berwarna pink yang ia ambil dari dalam sakunya. Laki-laki itu memajukan langkah kakinya lalu memberikan sapu tangan itu untuk Killa. "Buat elo. Hadiah perpisahan dari gue."

BersamamuWhere stories live. Discover now