•03. Hari Terburuk•

30.4K 2.3K 95
                                    

Aku tahu, permintaan maaf saja tidak akan pernah bisa mengembalikan apa yang sudah aku ambil. Jadi, aku tidak akan meminta maaf. -Raden

"Lepas!" desis Ratih dengan suara bergetar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lepas!" desis Ratih dengan suara bergetar. Ia mendorong-dorong dada bidang Raden yang ada di hadapannya. "Lo jahat sama gue, Den! Lo iblis!"

Raden mengerjap-ngerjapkan matanya lalu ia menggulingkan tubuhnya ke samping. Saat tubuh Raden sudah tidak ada di atasnya lagi, Ratih segera bangkit berdiri dengan perasaan tidak nyaman. Tubuhnya polos, tak terbalut sehelai kain pun. Ia memunguti pakaiannya yang jatuh bercecer di lantai dengan tangis kembali sesenggukkan lagi.

Ratih cepat-cepat mengenakan pakaiannya kembali dengan asal, yang penting tubuhnya tidak polos lagi. Tertutup rapat. Tidak terbuka seperti sekarang ini.

Raden memegangi kepalanya, ia merasa pusing ada di antara kenyataan dan halusinasi karena minuman alkohol yang ia teguk terlalu banyak tadi. Saat akan bangkit berdiri, menggapai tangan Ratih untuk menenangkan perempuan itu, sosoknya bergerak terlalu cepat.

Tanpa menoleh ke belakang- tanpa menghadap pada Raden lagi, Ratih pergi dengan berjalan terseok-seok. Terlihat jelas dari cara jalan perempuan itu, bagian bawahnya masih terasa sakit. Ngilu.

Ganti Raden yang mencari-cari kaus dan kemeja yang ia buang asal tadi. Tanpa sengaja, Raden menyentuh bercak merah di seprai ranjang itu.

Darah milik Ratih.

Pukul dua dini hari. Tidak ada kendaraan yang lewat. Ratih sendiri merutuki kebodohannya karena tidak mencharger ponselnya. Sekarang, ponsel pintar yang sedari tadi ia genggam itu tak ada gunanya. Ratih kembali meraung menangis di jalanan sepi, jaraknya cukup jauh dari tempat laknat yang Raden singgahi tadi.

Ratih terus berjalan tanpa tujuan. Ia berpasrah diri, entah mau ke mana. Yang penting, ia tidak mau bertemu Raden lagi. Laki-laki berengsek.

Hari ulang tahun kakaknya sekarang adalah hari terburuknya. Ratih pikir, ia akan bahagia di hari bahagia kakaknya itu. Ternyata tidak! Keburukan menimpa hidupnya.

Tin... tin... tin....

Suara klakson itu membuat Ratih menepi. Ia sadar diri terlalu berjalan di tengah trotoar. Bisa-bisa dirinya nanti tertabrak beberapa kendaraan yang lewat. Apalagi di jam dini hari itu biasanya para pengendara ngebut, seolah-olah jalan raya miliknya sendiri.

Ratih pikir, mobil yang baru saja mengklaksonnya itu akan pergi begitu saja. Ternyata, tidak. Mobil itu malah berhenti.

Dengan degup jantung yang tak keruan dan tangis yang semakin menjadi-jadi, Ratih melangkahkan kakinya lebih cepat lagi dan lagi. Bergerak menjauh dari sana. Namun, mobil itu terus mengikutinya.

Tuhan, selamatkan Ratih!

Ratih menahan air matanya yang akan tumpah lagi. Ia takut. Sangat takut. Ia takut, kalau mobil itu ternyata segerombolan penculik atau orang jahat lain yang berkedok sama. Untuk tipe perempuan yang jarang keluar rumah di malam hari, Ratih sangat-sangat tidak berpengalaman akan dunia malam.

BersamamuWhere stories live. Discover now