•04. Bingung•

23K 2.1K 89
                                    

Kupikir, aku berarti. Ternyata, tidak sama sekali. -Ratih

"Hei! Lo nggak tau terima kasih sama sekali, yak!" Dito menarik lengan Ratih agar perempuan itu diam di tempat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hei! Lo nggak tau terima kasih sama sekali, yak!" Dito menarik lengan Ratih agar perempuan itu diam di tempat. Tidak langsung turun dari mobilnya begitu saja.

Selama dalam perjalanan, Dito menahan banyak pertanyaan yang ingin terlontar dari mulutnya karena melihat kondisi Ratih yang.... tidak memungkinkan untuk diinterogasi.

"Ma-makasih, Kak," cicit Ratih dengan lirih. Ia ingin segera turun dari mobil Dito. Perempuan itu sangat-sangat berterima kasih pada Dito karena telah memberinya tumpangan di pagi hari seperti ini. Ratih juga sedang waswas- takut, jikalau kedua orang tuanya tahu ia pergi ke kelab berakhir dengan tragis.

"Salam buat Riyan," ucap Dito lagi sambil merapikan rambutnya di kaca spion. Laki-laki itu tampak biasa saja.

"Eh," Ratih tersadar akan sesuatu. Sebelum meninggalkan Dito, Ratih menelan saliva. Menatap intens pada teman kakaknya itu. "Ratih mohon, jangan bilang ke Mas Riyan soal ini, ya."

Sebelah alis Dito naik satu. Ia juga memiringkan kepalanya, tampak berpikir sebentar. "Why?"

"Ya, pokoknya jangan. Mas Riyan jangan sampai tau, Kak!"

Dito mengamati penampilan Ratih dari atas hingga bawah. Ada yang aneh. Namun, laki-laki itu sadar ia tidak punya hak untuk banyak tanya.

"Please, Kak. Ratih mohon," pinta Ratih dengan wajah memelasnya yang hampir mengeluarkan air mata.

"Iya, iya. Gitu amat sih muka lo," ujar Dito tidak tega. "Gih, masuk. Terus istirahat."

Dito menatap punggung Ratih yang perlahan menjauh. Kening Dito mengernyit tatkala menyadari cara jalan Ratih yang berbeda. Seolah-olah kakinya sedang kesakitan. Why?

•••••••••••

Ratih hanya tidur selama 2 jam. Ia harus berangkat sekolah. Mencoba bersikap biasa saja selama ada di rumah.

Nyatanya, Ratih tidak berangkat ke sekolah. Baru kali ini, Ratih membolos. Ia berjalan-jalan guna menghirup udara segar agar pikirannya fresh. Tidak memikirkan kejadian kemarin lagi. Namun, adegan demi adegan yang dilakukan Raden itu selalu terlintas di pikiran Ratih, menjadi beban pikirannya.

"Rasanya sakit," ujar Ratih seraya menepuk-nepuk dadanya. Ia menjadi pusat perhatian orang-orang yang melewati jembatan itu. "Gue.... butuh seseorang."

Butuh seseorang untuk menjadi pendengar curahan hatinya.

Ratih termasuk anak yang tertutup. Tidak mudah bergaul. Terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Biasanya ia selalu bergelut dengan buku-buku.

BersamamuWhere stories live. Discover now