•02. Pain (17+)•

38.2K 2.3K 133
                                    

Rasanya sakit. Tak berharga sama sekali. Kamu menorehkan luka teramat dalam. -Ratih Audia

Kalian pikir, Ratih akan diam saja? Oh, tentu saja tidak! Perempuan itu melakukan pemberontakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kalian pikir, Ratih akan diam saja? Oh, tentu saja tidak! Perempuan itu melakukan pemberontakan. Menendang-nendang Raden agar laki-laki itu menjauh. Namun, tenaga Raden lebih besar darinya. Maka dari itu, hanya dengan sekali gerakan saja yang dilakukan Raden, pergerakan Ratih langsung jadi tak berarti sama sekali. Kedua tangannya dicengkeram kuat oleh Raden, ia naikkan ke atas kepala.

Posisi Ratih sudah terbaring lemah di atas ranjang. Seprai yang ada di sana sudah acak-acakkan karena pergulatan singkat tadi. Percobaan kabur dari Ratih ternyata berakhir sia-sia. Raden tetaplah menjadi pemenangnya.

Laki-laki itu mulai menciumi bagian wajah Ratih. Juga memberinya kecupan-kecupan basah di sekitar leher jenjangnya. Ratih merasa jijik, ia menggelinjangkan tubuhnya dengan perasaan berkecambuk marah. Namun, tak ada yang bisa Ratih lakukan. Tangisan atau pun teriakkannya itu tak berarti sama sekali di hadapan Raden.

"Baby! Dengerin gue," Raden merangkum kedua sisi wajah Ratih agar menatap matanya. "I love you, Killa! Gue cinta banget sama elo."

"Hiks!" Ratih kembali menangis, kali ini tangisannya lebih histeris. Yang justru membuat Raden geram. Sangat berisik sekali.

Raden bangkit, sedikit menjauhkan tubuhnya dari Ratih. Kesempatan itu Ratih gunakan sebaik mungkin. Ia beringsut mundur, mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar temaram semi gelap itu. Pasti ada cara untuk dirinya bisa kabur. Ratih tidak menyangka, kelab malam mewah itu di dalamnya ada beberapa ruang kamar bertingkat, semacam penginapan hotel. Tempat maksiat!

Kalau tahu hidupnya akan berakhir di dalam kamar sialan kelab itu, Ratih tidak akan mengiyakan ajakan Raden.

Perempuan itu turun dari ranjang, bergerak cepat berlari menuju pintu. Ia harus keluar secepat yang ia bisa saat Raden sibuk melepaskan kausnya.

Raden tersenyum miring, menatap Ratih dengan tatapan tajamnya yang sangat intens dan menusuk. Kaus polos berikut luaran kemeja flanel terlepas dari tubuh atletis Raden, laki-laki itu lalu melangkahkan kakinya mengikuti gerakan Ratih.

Tak berani menoleh ke belakang, Ratih hanya fokus meraih knop pintu, membukanya lalu melangkah keluar.

Baru saja menghela napas lega, tubuhnya bisa keluar dari ruang panas itu. Namun, sedetik kemudian dari arah belakang Raden sudah memeluknya. Memerangkapnya lalu menyeretnya secara paksa masuk ke dalam lagi.

Ratih berteriak meminta bantuan pertolongan pada beberapa orang yang melewati kamarnya. "TOLONG! TOLONG SAYA! TOLONG!"

Namun, orang-orang yang melihat Ratih itu semua tidak peduli. Menatapnya sebentar lalu melewatinya begitu saja.

"Nggak ada yang bisa nolong elo," desis Raden dengan senyum smirk-nya.

Laki-laki itu menutup kasar pintu kamar hingga terdengar bunyi debuman keras. Ratih tersentak. Ia tergugu lagi dengan tangan gemetar. Kemudian Raden menarik Ratih, membawanya ke atas ranjang kembali. Perlakuan Raden lebih kasar dari sebelumnya sampai-sampai Ratih merasakan nyeri di bagian pergelangan tangannya.

BersamamuWhere stories live. Discover now