•17. Menolak II•

17.5K 2K 292
                                    

Jalani saja dulu. -Raden

"Argh!" Raden memekik kesakitan saat tangannya digigit kuat-kuat oleh Ratih lalu perempuan itu berdiri, jaga jarak dengan dirinya

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

"Argh!" Raden memekik kesakitan saat tangannya digigit kuat-kuat oleh Ratih lalu perempuan itu berdiri, jaga jarak dengan dirinya.

Raden kehilangan sosok yang tadinya ia peluk itu. Sorot mata tajam milik Ratih menghujam netra Raden. Ia menghela napas. Tahu bahwa hal yang baru saja ia lakukan itu salah. Tidak baik. Tidak seharusnya ia mencuri kesempatan dalam kesempitan yang ada.

"Untung nggak gue tampol," dengkus Ratih kesal. Ia mengusap-usap lehernya, berusaha membersihkan jejak bibir dari Raden.

Laki-laki itu terkekeh pelan lalu meraih bantal kembali, mengubah posisi tidurnya menjadi lebih nyaman. "Sori. Gue khilaf."

"Khilaf aja terus alasannya sampe kiamat, hah!" Ratih mengepalkan tangan. Andaikan ia tidak melawan Raden tadi, pasti laki-laki itu sudah mengerayangi tubuhnya. Melakukan hal itu lagi. Memang, ya, isi pikiran Raden selalu mengarah ke sana. Tidak pernah berubah.

"Berisik," Raden menutup telinganya lalu melanjutkan tidur nyenyaknya yang sempat tertunda tadi. Ia ganti membelakangi Ratih. "Gue mau tidur. Jangan diganggu."

Ye, siapa juga yang ganggu elo.

Perempuan itu bingung. Antara mau lanjut tidur di samping Raden dengan konsekuensi laki-laki itu akan menggerayanginya lagi atau tetap berdiri di tempatnya.

Untuk sekadar informasi, di apartemen Alex itu tidak ada kursi kayu atau pun sofa. Hanya ada satu meja dan satu lemari serta ranjang kecil.

Ratih mengusap wajahnya lalu ia duduk di lantai. Menekuk lututnya dan menenggelamkan kepalanya pada kakinya. Memang posisinya tidak nyaman. Setidaknya Ratih merasa aman dengan jaga jarak dari Raden. Berbahaya!

Kepala Ratih rasanya mau pecah, terlalu banyak yang ia pikirkan dan masalahnya tak kunjung selesai. Ia butuh istirahat sebentar demi memulihkan tenaga.

Ratih pikir, ia akan terjaga. Sebab tempat itu sangat kotor. Ia saja malas menatap lantai apartemen Alex yang banyak terdapat debu serta jejak kaki. Tidak ada sapu, jadi Ratih biarkan saja tempat itu seperti keadaan awal. Ia pura-pura tidak melihat semua debu dan kotoran itu.

Cuma sementara. Cuma sebentar.

Ratih selalu meyakinkan hal itu agar dirinya bisa bertahan saat ini.

Karena kelelahan menangis, merenung, dan meratapi nasibnya- Ratih pun terlelap dalam posisi tidur, menekuk kedua lututnya.

Raden sendiri belum tidur. Miliknya mengeras dan ia mati-matian menahan nafsunya yang memuncak. Ia tidak mendengar atau pun merasakan Ratih berbaring di sampingnya kembali.

Bermenit-menit menunggu, Raden pun penasaran. Ke mana Ratih? Apa jangan-jangan perempuan itu kabur?

Maka dari itu, Raden membuang gengsi dan egonya sebentar. Ia menoleh ke belakang. "Rat...."

BersamamuUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum