Pertandingan Basket Austin

42 1 0
                                    

[MALTA]

Malam itu aku mengirim pesan kepada Austin untuk meminta penjelasan darinya. Aku merasa bahwa ia benar-benar telah menjauhiku. Biasanya ia selalu menanyai kabarku melalui pesan singkat setiap hari. Namun, beberapa hari terakhir ini, entah mengapa ia tidak melakukannya lagi.

Aku sudah mencoba untuk menghubunginya, tetapi ia tidak menjawab panggilan teleponku. Ia juga tidak menjawab video call-ku. Aku tidak tahu apa yang salah. Jika aku memang bersalah, mengapa tidak bertanya satu hal pun padaku?

Malta: Austin kau kenapa?


Tidak ada balasan.


Malta: Hey... apa kau marah padaku?

Kenapa tidak menjawab panggilan dariku?


Austin: Sudahlah...jangan ganggu aku lagi!


Malta: Jangan mengganggu?

Apa itu mengganggumu?

Aku hanya bertanya saja!


Tidak ada balasan


Aku tidak tahu kenapa ia tiba-tiba marah padaku. Tetapi yang aku tahu, ia mengingatkanku tentang Jason saat sedang marah.

Apakah ini karma? Saat aku dekat dengan Austin, Larry menjauhiku. Begitu pula sebaliknya. Saat aku kembali berteman dengan Larry, Austin menjauhiku. Bukankah itu aneh? Apakah aku tidak bisa dekat dengan keduanya?

Tiba-tiba aku mengingat sesuatu. Austin pernah memberi tahuku tentang pertandingan basketnya yang akan diadakan esok hari, saat hubungan kami masih baik-baik saja. Tim basket sekolah kami akan melawan tim dari sekolah lain. Saat itu ia memintaku untuk mendukungnya. Aku tidak tahu apakah permintaan itu masih berlaku atau tidak, yang pasti aku akan tetap datang.

Aku akan datang ke sana sambil membawa kejutan. Austin pernah memberi tahuku jika ia sangat menyukai tiramisu saat kami pergi ke cafè waktu itu, tetapi karena stoknya habis, ia tidak jadi memesannya.

Sebelum pertandingan dimulai, aku akan membeli tiramisu kesukaannya.


***


Keesokan harinya, aku memutuskan untuk tetap pergi ke sekolah bersama Jason. Lagi pula, aku malas berjalan menuju halte bus. Ia juga tidak terlihat keberatan, walaupun sepanjang perjalanan kami tidak bercengkerama sama sekali. Itu memang cukup sulit, karena biasanya kami sering berdebat di dalam mobil.

"Malta," panggil Jason setelah aku ke luar dari dalam mobil.

Aku terdiam.

"Jaga dirimu," katanya lagi, mengingatkan.

Aku kembali meneruskan langkahku tanpa berbalik untuk melihat wajahnya. Entah mengapa aku melakukan itu. Mungkin aku hanya melampiaskan kekesalanku saja.

Malamnya, Jason pulang cukup larut. Saat aku bertanya, ia tidak menjawabku dengan tulus. Tubuhnya dipenuhi luka dan ia masih sempat berbohong. Ia bilang, ia pergi menjenguk salah satu temannya yang kecelakaan. Lalu di perjalanan, ia tak sengaja terjatuh di jalan karena terburu-buru. Ia bahkan tidak memberi tahuku siapa teman yang ia maksud. Bagaimana bisa aku percaya? Bagaimana bisa ia berpikir jika aku akan memercayainya begitu saja?

AMBISIUS : My Brother's Enemy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang