Pria itu berjalan semakin mendekat, layaknya predator yang siap menerkam mangsanya kapan saja. Sedangkan Renesya terus melangkahkan kakinya mundur berusaha menjauhkan diri dari jangkauan pria itu, hingga tanpa ia sadari punggungnya membentur dinding keras di belakangnya. Pemandangan di depannya saat ini membuat Renesya harus menelan salivanya susah payah, bagaimana tidak? Seumur hidup inilah kali pertama dirinya melihat seorang pria bertelanjang dada tepat di hadapannya, oh! maafkan mata polos Renesya yang mulai hari ini telah ternoda.Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat, berusaha menjernihkan otaknya dari pikiran-pikiran aneh yang tidak seharusnya terlintas. Oh sial! dia benci situasi macam ini, Renesya berpikir keras, demi apapun, ingin sekali Renesya menenggelamkan dirinya ke dasar bumi sekarang juga, yang pasti agar ia tidak harus menghadapi tatapan tajam dari pria sialan - yang saat ini sedang berdiri menjulang dihadapannya, kepala pria itu tertunduk, sorot matanya menatapnya lekat, kedua tangannya menempel pada dinding, di sisi kiri dan kanan tubuh Renesya, mengungkungnya, membuat gadis itu tak dapat bergerak kemanapun.
"A...ap..pa.. yang akan kau lakukan?" suara Renesya nyaris tercekat di tenggorokan, sial! pria ini sukses mengintimidasinya.
Marcus menyeringai mendengar pertanyaan dengan suara terbata dari Renesya. "Ralat! apa yang akan kita lakukan."
"Kita mulai dari sini." tanpa diduga Marcus mendaratkan kecupannya di kening Renesya, membuat kedua mata gadis itu membulat seketika, terlalu terkejut dengan tindakan impulsif Marcus.
"Lalu kesini." Marcus mendaratkan bibirnya hendak mengecup bibir Renesya tapi telapak tangan gadis itu lebih cepat bergerak membungkam mulutnya, dan kecupan Marcus berakhir pada punggung tangan gadis itu.
Marcus berdecak lalu menarik tangan Renesya. "Semalam kau sudah melihat teorinya bukan? jika aku menciummu maka kau harus membalasnya."
"Aku tidak mau!" teriak Renesya seraya mendorong dada Marcus kuat, ciuman pertamanya sudah pernah direbut pria itu, dia tidak akan membiarkan bibirnya ternoda lagi, Renesya sudah bertekad apapun yang dia miliki hanya untuk orang yang dia cintai dan mencintainya kelak. Gadis itu hendak berlari ke arah pintu, namun sayang usahanya kalah gesit dengan gerakan Marcus yang berhasil mencengkram pergelangan tangannya, membuat langkah kaki Renesya terhenti - dan dengan cepat Marcus menarik tubuh Renesya kedekatnya. Detik selanjutnya gadis itu merasakan tubuhnya melayang, Marcus memanggulnya di pundak, berjalan ke arah pintu, membawa Renesya keluar dari kamar gadis itu.
"Yak! turunkan aku!" teriak Renesya, seraya memukul - mukul punggung Marcus dengan kepalan tangannya, kakinya menendang-nendang berusaha melepaskan diri, tapi tentu saja usahanya itu sia-sia. Darah seolah mengumpul di otaknya, kepalanya terasa pening akibat posisi tubuhnya yang terbalik.
Marcus melempar tubuh Renesya ke atas tempat tidur saat mereka sudah tiba di kamar pribadinya. Kamar milik Marcus lebih luas jika dibandingkan dengan kamar Renesya, seluruh ruangan dan perabotannya di dominasi warna hitam dan putih, benar-benar tampak maskulin.
Dengan gerakan cepat Marcus menindih tubuh gadis itu agar tidak dapat bergerak kemanapun. Renesya terjepit diantara tubuh Marcus, dia benar-benar panik, tidak tahu harus melakukan apa.
Renesya memejamkan matanya erat ketika menyadari kilat tidak biasa yang tarpancar dari sorot mata Marcus, apakah pria itu marah? dirinya tidak sanggup menatap mata hitam kelam itu lebih lama lagi. Badan Renesya menegang kaku tatkala merasakan gesekan pusat tubuh pria itu di bawah perutnya. Oh tidak! apa yang akan terjadi padanya. Tamatlah riwayatmu Renesya!
"Sorry not sorry, aku tidak suka bercinta dengan papan."
Kelopak mata Renesya membulat seketika mendengar ucapan Marcus, lalu secara tiba-tiba pria itu beranjak menjauhi tubuhnya.
"Kau pikir aku tertarik dengan tubuhmu, aku yakin ukuran bra yang kau pakai saja tidak lebih dari 32B, dadamu hanya sebesar ini." Marcus menangkupkan tangan di depan dada seolah sedang memberi contoh seberapa besar ukuran payudara Renesya. tentu saja tindakan kurang ajar Marcus membuat pipi Renesya memerah sekaligus malu akibat menahan kesal. Harga diri Renesya seolah dihempaskan ke tanah lalu di injak-injak hingga tak bersisa.
Pria di depannya ini benar-benar sialan, berani sekali mengejek properti penting miliknya. Renesya tidak perduli seberapa besar miliknya, yang pasti dia cukup berbangga diri karena tidak ada pria manapun yang pernah menyentuhnya secara intim sebelum dia menikah. Dan saat ini dengan kurang ajarnya pria itu mengejek salah satu hal yang sangat dia banggakan, Renesya akui dadanya memang tidak sebesar milik wanita -wanita bayaran yang pernah ia lihat - asuhan mucikari mesum macam Marcus, tapi pelecehan semacam ini benar-benar tidak bisa dibiarkan, awas kau Marcus! Renesya bersumpah akan membalasnya.
Dengan senyum penuh ejekan pria itu berlalu begitu saja dari hadapan Renesya. "Aku lapar, cepat ke dapur buatlah sarapan!"
Renesya mendengus menatap punggung Marcus yang baru saja menghilang dari balik pintu. Pria itu memang selalu melakukan apapun seenak dirinya.
Selama Renesya tinggal bersamanya, Marcus memang sengaja meliburkan semua yang maid yang bertugas mengurus penthousenya, bisa kau bayangkan betapa repotnya Renesya harus bekerja di kantor mulai pagi hingga sore, sekaligus mengurus penthouse sebesar itu, belum lagi setiap hari Renesya harus menyiapkan makan pagi untuk Marcus sebelum dia berangkat ke kantor. Dirinya seperti bekerja di dua tempat sekaligus, dan jangan lupakan deadline naskah yang harus dia selesaikan secepat mungkin. Sial! Dia benar-benar bisa gila.
Sebenarnya Renesya cukup heran karena tidak biasanya pria itu bangun pagi lebih dulu darinya. Dalam waktu beberapa hari ini Renesya selalu mengawali pagi harinya seorang diri, dia mulai hafal kebiasaan Marcus yang tidak akan pernah beranjak dari tempat tidur sebelum matahari meninggi tepat di atas kepala.
Pria itu selalu terjaga di malam hari dan baru tidur menjelang pagi hingga siang atau sore, hidupnya seolah terbalik, mirip seperti kelelawar. Renesya tidak ambil pusing, dia justru senang jika pria itu sedang keluar.
Pagi hingga sore dia bekerja, malam hingga pagi Marcus yang bekerja, otomatis mereka akan jarang bertemu, dan itu sangat menguntungkan bagi Renesya.
Entah kesalahan apa yang telah Renesya lakukan hingga dia harus menghadapai kesialan di pagi hari ini karena harus berhadapan dengan Marcus, pagi yang cerah dan seharusnya penuh ceria berubah menjadi menjengkelkan hanya karena pria itu telah terjaga lebih dulu darinya, dan menangkap basah apa yang telah dia lakukan semalam, membuat dia harus menahan malu sekaligus kesal akibat ulah pria itu. Okey! dia tidak mencuri atau melakukan tindak kriminal apapun, lupakan, lupakan.
Renesya mengambil beberapa bahan makanan di dalam kulkas, ia berencana menyiapkan sesuatu yang mudah dan tidak memakan banyak waktu, satu jam lagi ia harus berangkat ke kantor, Renesya pun memutuskan membuat sandwich sederhana berisi telur, potongan sosis daging dan sayuran. Khusus sandwich milik Marcus, Renesya sengaja menyisihkan sayuran hijaunya.
Chieva
11 November 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Impredecible - [ On Going ]
RomanceRenesya Clark adalah seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan di pusat kota New York dan juga seorang penulis yang gemar menulis genre cerita romance young adult, dengan konflik ringan lovey dovey ala remaja belasan tahun. Sebuah bencana bagi...