25. Fray

744 84 0
                                    

Sebenarnya Hanna merasa begitu asing berkumpul di antara orang-orang berambut pirang dan mata biru yang mencolok di pesta ini, tapi semua itu tidak mengganggunya, Hanna bisa menyesuaikan dirinya dengan baik, beberapa orang yang dia lewati selalu melemparkan senyum ramah padanya, beruntung Hanna bisa berbahasa asing dengan baik, tidak perlu khawatir membuat lidahnya terpelintir, dan bisa mengucapkan kata per kata dengan lancar.

"Sendirian nona?" Seseorang tiba-tiba menegur Hanna dari arah belakang. Membuat gadis itu menoleh cepat dan nampak terkejut, namun Hanna buru-buru menormalkan ekspresinya, lalu dia melemparkan senyum tipisnya seraya menyesap sedikit cocktail digenggamannya, untuk membasahi bibir merahnya lalu berbicara.

"Aku bersama temanku" jawab Hanna ringan berusaha menekan kuat suaranya agar terdengar santai, sangat berbeda dengan degupan jantungnya di dalam sana yang menggebu kuat sangat sulit dikendalikan. Oh Shit! Bagaimana mungkin situasi ini bisa terjadi.

Pria di depannya ini terlihat begitu tampan berbalut setelan Tuxedo Hitam dengan kemeja putih dan dasi kupu-kupu. Rambutnya di sisir rapi kebelakang menampakkan kening putihnya yang begitu menggoda, mata coklat pria itu manatapnya lekat membuat Hanna salah tingkah.

"Tapi kulihat sepertinya kau sedang membutuhkan teman." Pria itu melirik ke samping kanan dan kiri Hanna, namun tidak menemukan orang lain di sekitar gadis itu.

"Temanku sedang menunggu disana, maaf aku harus pergi." Hanna buru-buru melangkahkan kakinya, dia ingin segera pergi karena sangat tidak baik bagi kesehatan jantungnya jika dirinya terus berada di dekat pria itu.

"Urusan kita belum selesai nona." Langkah kaki Hanna seketika terhenti tatkala jemari pria itu melingkari pergelangan tangannya. Membuat Hanna semakin panik, dia harus segera menghindar atau jika tidak......

BUGH!!.....

Hanna memekik terkejut ketika seorang pria jatuh tersungkur tepat di depannya, akibat menerima sebuah pukulan kuat dari pria lain yang saat ini tengah melangkahkan kaki mendekati mereka.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA BRENGSEK!" Lelaki itu merangsek maju, menarik kerah kemaja pria yang jatuh tersungkur tepat di depan Hanna, lalu kembali menghantamkan kepalan tangannya tepat di rahang, membuat tubuh pria itu semakin lunglai.

Seketika acara pesta tersebut menjadi kacau, para tamu-tamu yang lain menjadi riuh dan berkumpul menyaksikan tontonan gratis di depan mereka. Entah kenapa tidak ada satupun orang yang berani menghentikan perkelahian tidak seimbang tersebut.

Hanna merasakan pergelangannya ditarik paksa, membuat tubuhnya tertarik keluar dari kerumunan orang-orang yang telah berkumpul di belakangnya.

"Kita harus pergi dari sini sekarang?" Hanna hanya bisa pasrah tatkala tubuhnya ditarik semakin menjauhi kerumunan orang-orang tersebut.

Saat hampir mencapai pintu keluar, Hanna berusaha mengelak, gadis itu menghentikan langkahnya dan berusaha keras tetap di tempat. "Tunggu! kita tidak bisa pergi begitu saja, aku harus menemui temanku dulu."

"Persetan dengan teman, kau baru semalam di negara ini Hanna, yang kau kenal hanyalah diriku, tidak sadarkah kau seberapa bahayanya berada di tempat seperti ini, kau bisa lihat sendiri apa yang baru saja terjadi, haach!" Amarah Aiden meluap, kekesalan memenuhi benaknya membuatnya tanpa sengaja mementak Hanna.

"Beruntung aku bisa menemukanmu lebih cepat." Aiden mengacak rambutnya frustasi.

Hanna menundukkan kepalanya dalam, sungguh dia tidak pernah menyangka akan muncul situasi seperti ini, kali ini dia memang salah, dia bahkan belum bisa mencerna dengan baik, bagaimana mungkin seorang Aiden bisa menemukannya dan muncul dihadapannya secara tiba-tiba, dengan penamapilan sangat rupawan seperti ini, Hanna nyaris dibuat sesak nafas dengan pesona pria itu, yang entah kenapa sangat sulit dia abaikan meskipun saat ini bisa dikatakan dirinya sedang merasa kesal dengan pria itu. Aiden memang menyebalkan.

"Tapi aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian." Hanna berusaha mengelak, batinnya bergejolak antara ingin pergi sekarang juga denganAiden atau kembali ke dalam dengan resiko melihat kembali keributan mengerikan disana, Hanna bergidik memikirkan bagaimana nasib Renesya seorang diri di dalam sana. Gadis itu pasti ketakutan, ingatkan Hanna untuk meminta maaf besok pagi pada Renesya.

"Aku tidak peduli, kita harus segera pergi dari sini sekarang juga." Aiden kembali menarik pergelangan tangan Hanna, membuat gadis itu tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti langkahnya, Aiden menghela Hanna memasuki lift yang akan membawa mereka ke basement - lantai paling dasar - tempat mobilnya terparkir.

***

Gadis itu mengerjabkan matanya perlahan, mencoba menormalkan pandangannya yang masih terlihat kabur. Kesadaran gadis itu belum sepenuhnya kembali, namun dia berusaha bangkit dari posisi tidurnya, selimut tipis yang memungkus tubuhnya beberapa saat lalu kini jatuh mengumpul di perutnya, tepat saat itulah dirinya menyadari bahwa tubuhnya saat ini sedang dalam keadaan polos tidak berbalut apapun. Bola matanya membelalak lebar, dia sangat syok menyadari fakta mengerikan ini, kesadaran telah muncul sepenuhnya, gadis itu buru-buru menarik selimut itu untuk menutupi tubuh polosnya. Pandangan matanya mengelilingi ruangan disekitarnya, untuk kesekian kalinya dirinya terbangun di sebuah kamar yang tampak asing. Kebingungan seketika melanda benak gadis itu.

"Apa yang terjadi padaku?" Dia berusaha mengingat kejadian yang dia alami, terakhir yang dia ingat hanyalah duduk di meja bar dan seorang pramusaji memberinya sebuah minuman manis, setelah itu dirinya tidak mengingat apapun lagi. Tidak ada potongan kejadian satupun yang muncul di ingatanya.

Renesya berusaha mempertahankan harga dirinya karena hanya itulah yang tersisa dia miliki saat ini, Renesya tidak ingin membuat pria itu merasa di atas angin karena berhasil menginjak-injak harga dirinya, Dalam hati Renesya bertekad tidak ingin dikalahkan begitu saja, dia harus tetap melawan, Renesya merasa pria itu akan senang jika dia menuruti keinginannya, karena itu hal yang bisa Renesya lakukan hanyalah berusaha keras menyangkal apapun yang pria itu inginkan.

"Aku tidak peduli kau menolaknya atau tidak, yang pasti saat ini kau adalah milikku dan akan tetap seperti itu sampai nanti aku bosan." Renesya mendelik tajam mendengar kalimat arogan tersebut. Sedangkan Marcus dengan santainya justru berdiri dari posisinya dan melangkahkan kakinya meninggalkan Renesya yang menahan amarah.

"Dalam mimpimu!" rutuk Renesya.

Sebelum tangannya menarik gagang pintu, Marcus menoleh kembali pada Renesya "Mandi dan cepatlah berpakaian, aku tidak yakin bisa mengendalikan diri jika kau terus berpose menggoda seperti itu, kau bisa lihat, aku tidak perlu repot-repot menelanjangi tubuhku sendiri, hanya tinggal membuang handuk sialan ini." Marcus tertawa setelah mengatakan kalimat frontalnya diikuti suara pintu tertutup, membuat Renesya semakin kesal pada pria itu.

Chieva
03 Maret 2021

Amor Impredecible - [ On Going ]Where stories live. Discover now