21. She

740 76 1
                                    

Aiden baru menyadari jika Hanna mungkin saja masih marah padanya karena insiden sore itu, saat Hanna membahas tentang wanita bernama Reen. Demi Tuhan! Aiden bingung harus menjelaskan darimana tentang masalah tersebut, dia tidak tahu harus dengan cara apa agar gadis itu bisa mengerti posisinya saat ini.

Sekarang Aiden tidak tahu harus mencari Hanna kemana, harusnya dari awal gadis itu tidak usah ikut bersamanya pergi ke negara ini. Hanna tidak pernah berhenti merepotkan dan membuatnya pusing. Belum lagi lusa adalah hari ujian advokat mereka, Aiden belum menyiapkan dirinya sama sekali.

Tapi sekarang dia harus disibukkan dengan urusan lain mencari Hanna. Aiden mengacak rambutnya frustasi seraya berjalan meninggalkn area resepsionis. Pria itu berniat mencari Hanna di tempat- tempat srkitr hotel. Mungkin saja Hanna pergi belum terlalu jauh.

***

"Ayolah Nesya kau harus ikut, aku tidak mengenal siapapun disini?" Hanna terus mengekori Renesya yang sedang sibuk membereskan barang-barang miliknya yang baru saja diantar petugas hotel. Mereka baru saja pulang, setelah menghabiskan waktu makan siang di cafetaria hotel.

Mungkin memang sudah watak kebanyakan wanita yang mudah bersosialisasi, dalam waktu beberapa jam saja, keduanya terlihat mulai akrab dan bisa mengobrol ringan seperti layaknya teman dekat. Tidak ada lagi kecanggungan diantara mereka.

"Maaf aku tidak bisa pergi." Renesya tentu saja tidak bisa mengatakan alasannya pada Hanna, kenapa dia enggan pergi ke tempat seperti itu, fokusnya saat ini hanyalah mencari apartemen baru, dia tidak memiliki waktu untuk melakukan hal-hal tak berguna yang hanya membuang- buang tenaganya.

"Kenapa?" Hanna merasa aneh dengan jawaban Renesya, benarkah masih ada orang yang enggan pergi ke sebuah Party, oh come on! ini New York , bukankah sudah sangat biasa hal -hal semacam itu dilakukan. Dan tentu saja akan menjadi kesempatan bagus bagi setiap kalangan untuk membangun relation.

"Aku tidak menyukai keramaian."

"Aku janji tidak akan lama, kita datang hanya untuk melihat-lihat saja, aku hanya penasaran seperti apa pesta di New York, dan ini kesempatan bagus untuk merayakan perkenalan kita." Hanna masih tidak menyerah.

"Ooh ayolah, please temani aku, aku ingin menghibur diri dan sedikit melupakan masalahku dengan pria itu." Saat makan siang tadi, Hanna sudah menceritakan semua alasan kenapa dia berada di tempat ini, sekaligus kekesalahannya pada pria bernama Aiden. Dan Renesya sempat berjanji akan menemani kemanapun Hanna ingin menghabiskan waktunya selama berada di negara ini. Sebelum kembali ke Korea.

"Aku bisa menemanimu ke manapun, tapi tidak untuk satu itu." Hanna memasang raut wajah sedihnya, akhirnya dia menyerah, lalu berbalik pergi meningalkan Renesya, menghempaskan tubuhnya di atas sofa sambil menyalakan Tv. Namun bukan layar televisi yang sedang dia perhatikam melainkan undangan dan voucer yang kini berada digenggamannyaa, Hanna memandangi benda tersebut dengan tatapan nanar. Pupus sudah harapannya untuk melihat pria-pria seksi bermata biru di negara ini, padahal Hanna hanya merasa penasaran seperti apa pesta yang diadakan di New York. Selama ini  jarang, hampir tidak pernah mendatangi pesta kecuali saat dia pergi bersama Aiden. Pesta – pesta yang mereka datangi pun hanya berasal dari para klien yang biasanya melakukan perayaan karena berhasil memenangkan sebuah kasus.

Dan saat ini tidak mungkin dia pergi sendirian, Hanna tidak mengenal siapapun. Hanyalah Renesya satu-satunya harapannya, tapi gadis itu menolak dan sepertinya tidak akan berhasil membujuknya lagi.

***

Selama ini para wanita selalu mencari perhatian khusus darinya, bahkan rela melemparkan tubuhnya hanya demi membuat Marcus berada diatas mereka, sayangnya ia tidak pernah melakukan interaksi dengan wanita manapun secara mendalam, dengan kata lain menggunakan hati. Marcus menganggap wanita-wanita tersebut hanyalah partner One Night Stand sesaat saja, dan ia tidak akan pernah melakukannya dengan wanita yang sama untuk kedua kalinya

Marcus bukan tipe pemilih, dia bisa menuduri wanita mana saja yang dia mau dengan syarat mereka sendiri yang memang menginginkan Marcus berada di ranjang meraka, kebanyakan dari mereka adalah wanita-wanita sosialita yang haus akan belaian para suami. Dan tentu saja para istri barkantong tebal ini memberikan keuntungan tersendiri bagi kesejahteraan asset yang dimilikinya.

Ada satu hal yang harus dicatat, Marcus tidak pernah melakukannya dengan wanita-wanita penghibur yang bekerja di Club miliknya, bagi Marcus, wanita-wanita tersebut hanyalah mesin uang yang dapat ia manfaatkan, dan tentu saja dia tidak ingin mengotori dirinya sendiri dengan alat yang sudah dia hasilkan.

Dimanapun dia berada, Marcus Jo selalu menjadi pusat perhatian banyak wanita, seperti saat ini. Tidak terhitung entah berapa pasang mata yang secara terang-terangan menatapnya penuh minat. Hanya dengan sekali memandang Marcus dapat mengartikan arti tatapan seseorang yang mengamatinya baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Dugaan sejauh ini─tidak sedikit isi kepala wanita yang mencuri perhatiannya ─ tidak akan pernah jauh dari kebutuhan berupa uang dan seks. Dua komponen yang sangat menggiurkan bagi manusia manapu. Seseorang tidak akan bisa hidup tanpa uang, serta tidak akan mampu menghindari kebutuhan primitif dari dalam dirinya sendiri.

Seorang wania berambut pirang memakai gaun panjang dengan belahan terbuka di samping paha, berjalan penuh percaya diri menghampiri Marcus. Sejak tadi ia memang menyadari arti tatapan wanita itu kepadanya ─'sebuah undangan'.

Baginya pesta seperti ini sangatlah membosankan, sejak tadi dia berjalan berkeliling dan menebar senyum pada setiap orang, berbasa-basi dengan obrolan terkini yang sudah mainstream. mungkin jika Marcus tidak mengingat informasi apa yang telah Matt berikan padanya, sudah pasti dia akan menghilang dari kerumunan pesta ini, menghabiskan malam panjangnya dengan wanita mana saja yang pertama kali mendatanginya. Tapi hal semacam itu tidak akan terjadi kali ini. Marcus sedang menunggu hal lain yang berbeda dari biasanya.

Wanita itu sudah berdiri di sampingnya, merapatkan tubuh sintalnya di sisi Marcus lalu membisikkan sesuatu. Hembusan napas wanita itu menggelitiknya "As you wish honey." lalu dengan sengaja menyapukan bibir merahnya ke bawah telinga Marcus, berniat menggoda.

"Tumben sekali kau sendirian." bisiknya lagi, kali ini dengan mengalungkan tangannya pada lengan Marcus. Baginya ini hal langka karena seorang Marcus biasanya tidak pernah sendirian, paling sedikit selalu ada dua wanita di sampingnya. Pria itu hanya menoleh sekilas, melemparkan senyum tipisnya lalu menepis tangan wanita itu yang melingkari lengannya. Wanita itu terlihat cukup kaget karena Marcus mengabaikannya.

Kedatangan wanita itu memang tidak tepat. Detik ini juga Marcus sedang tidak berminat pada wanita manapun, kecuali satu objek yang baru saja tertangkap oleh retina matanya, otaknya kembali berputar pada informasi yang Matt berikan, lalu seringai tipis muncul di sudut bibirnya.

Disana ─ di sudut paling ujung, tepat di depan pintu. Dirinya sudah tidak sabar menantikan moment ini, rasanya seolah begitu lama. Baginya sangat tidak mudah mencari waktu yang tepat dan membuat gadis itu mau datang secara suka rela ke tempat ini. Dialah satu-satunya makhluk berkromosom 'x' dengan system imunitas tinggi yang sulit digoyahkan. Bahkan gadis itu rela kehilangan apapun hanya untuk menentang dan mempertahankan egonya.

Chieva
03 Juli 2020

Amor Impredecible - [ On Going ]Where stories live. Discover now