31. Care

562 75 0
                                    

"Urusan kita disini sudah selesai Hanna, kau harus ikut penerbangan besok pagi kembali ke korea."

Hanna yang sejak tadi sibuk memotong steak-nya berusaha keras tidak mendengar segala ocehan membosankan dari mulut pria bernama Aiden ── yang membuat napsu makan malamnya seketika menguap. Pria itu terus menerus mengingatkannya agar segera pulang karena ujian Advokat yang mereka ikuti telah berakhir kemarin. Hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan saja dan itu bisa dilihat melalui internet.

"Aku akan memesankan tiket paling pagi untukmu."

Aiden masih tidak berhenti mengoceh, kali ini kesabaran Hanna benar-benar habis, telinganya sudah panas, pria di depannya ini sungguh cerewet dan tidak bosan-bosannya menyuruh dia pulang, Aiden tidak sadar, ocehannya itu justru semakin membulatkan tekad Hanna bahwa dia tidak akan pulang kemanapun tanpa bersama Aiden di sampingnya, tidak peduli pria itu akan marah, yang pasti Hanna akan terus mengikuti kemanapun Aiden pergi.

Hanna mendesah malas, lalu meletakkan pisau dan garpunya ke atas piring. "Aku akan pulang besok pagi jika itu bersamamu." ujarnya seraya menatap Aiden penuh tekad.

"Sudah kukatakan padamu, aku masih ada urusan disini.""

"Kalau begitu aku akan menunggu sampai urusanmu selesai."

"Tidak! itu sama saja dengan membuang-waktu waktu, apa kau lupa masih banyak kasus klien yang harus kau tangani."

"Hei! sebelum kesini aku sudah menyelesaikan dan memenangkan banyak kasus ── seperti yang sudah kau lakukan. Dan untuk sekarang yang kuinginkan hanyalah mengikuti kemanapun dan apapun yang akan kau lakukan."

"Ayah pasti akan menanyakannu." Aiden menghela napas lelah, menghadapi sifat keras kepala Hanna yang sepertinya sudah mendarah daging.

"Tidak akan! Aku juga sudah izin pada paman, agar bisa membantumu disini , so tidak ada yang perlu kau khawatirkan lagi."

Aiden mulai kehabisan akal, membujuk seorang Hanna sama saja dengan melakukan pekerjaan sia-sia, karena apapun yang kau katakan tidak akan pernah mempan jika gadis itu tidak menghendakinya.

"Aku sudah mengatakan padamu, aku akan mencari seseorang."

"Wanita yang kau katakan waktu itu."

Aiden mengangguk. "Apa kau siap membantuku mencarinya? " tanya pria itu kemudian. "Dan aku juga belum bisa memastikan sampai kapan kita berada di negara ini."

Dengan berat hati Hanna menganggukan kepalanya, meskipun dalam hati dia berteriak tidak rela melihat Aiden mencari-cari wanita lain sedangkan ada dia disampingnya, dan dengan bodohnya Hanna justru bersedia membantu Aiden mencari wanita tersebut, cinta memang mampu membuat orang terlihat benar - benar bodoh.

***

Renesya menatap nanar semua paper bag berlogo merk ternama di depannya ─ yang jumlahnya bahkan tidak hanya satu, melainkan puluhan, perutnya bahkan terasa mulas jika disuruh menebak berada digit angka nol yang berjejer rapi untuk total semua barang-barang di depannya ini ─ pun ditambah dengan ponsel keluaran terbaru yang saat ini berada di tangannya. Beberapa hari ini Renesya memang tidak memegang ponsel, sejak kejadian di pesta hotel itu, Renesya tidak ingat ponselnya berada dimana, mungkin hilang saat dia pingsan waktu itu.

Renesya semakin tidak mengerti dengan pria bernama Marcus itu, untuk apa dia repot-repot membelikan semua ini untuknya? lebih gilanya lagi, di ponsel baru dengan nomor baru ini hanya ada dua kontak saja, yaitu nomornya sendiri dan Marcus yang hanya dibedakan tiga digit angka paling akhir. Ck!! sangat lucu bukan? Mereka nyaris terlihat seperti pasangan suami istri yang bahagia.

Tentu saja Renesya sudah berusaha ingin menolak semua yang Marcus belikan tadi sore saat mereka berada di Fift Avenue, tapi jelas saja seorang Marcus tidak akan pernah mengindahkan ucapannya, pria itu dengan santainya menggiring Renesya memasuki satu persatu pertokoan di sepanjang jalan 49th Street, tanpa bertanya pada Renesya, Marcus dengan gaya bossy-nya mengambil baju, gaun, tas dan heels yang menurutnya bagus lalu tanpa beban memberikannya pada petugas bagian kasir untuk dibayar. Apa kau ingin tahu apa yang Renesya lakukan saat itu? Ya! kau benar! gadis itu hanya mempu mematung dengan mulut menganga tak percaya melihat aksi Marcus yang menurutnya benar-benar gila. Marcus bahkan tidak mau repot-repot menanyakan pendapatnya apakah Renesya suka atau tidak dengan semua barang-barang yang telah dibelinya.

"Aku tahu semua wanita pasti akan terpesona dengan barang-barang seperti itu, tapi sayangnya wajahmu itu terlihat sangat menggelikan, tutup segera mulutmu atau aku akan menciumnya sekarang juga."

Renesya tersentak kaget ketika sebuah suara penuh ejekan memenuhi telinganya, gadis itu menoleh kesamping dan mendapati Marcus sedang berdiri di samping sofa tempatnya duduk dan sudah berpakaian rapi dengan setelan kemaja dan jas hitam yang melekat sempurna di tubuh tegapnya, pria itu terlihat rapi, mau kemana dia? tanya Renesya dalam hati, tentu saja dia tidak akan menyuarakannya secara langsung.

"Aku tidak butuh semua barang-barang itu." jawabnya tidak acuh, berusaha terlihat tidak peduli. Ekor mata Renesya melirik ke arah jam yang menggantung di dinding ─ menunjukkan tepat pukul 10 malam. Oh Ya ampuun! dia baru sadar telah menghabiskan waktu satu jam lebih hanya untuk melamun meratapi barang-barang didepannya, setelan kantor yang digunakannya sejak tadi pagi bahkan masih melekat di tubuhnya, untung saja setelah pulang dari Fift Avenue tadi Marcus sempat mengajaknya makan malam di sebuah restoran, jika tidak! mungkin Renesya juga lupa dengan kondisi perutnya yang membutuhkan asupan makanan, sepertinya Renesya merasa semakin tidak waras semenjak mengenal Marcus, Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sekarang tidak, tapi nanti pasti iya, aku sangat miris melihat seorang wanita tidak memiliki banyak koleksi gaun di lemarinya." ucapan Marcus membuat Renesya tersentak dari lamunanya.

"Apa pedulimu?" Renesya mendongakkan kepalanya, menatap sinis Marcus. Renesya tidak terima, perkataan Marcus terdengar merendahkannya. Seorang wanita tidak memiliki banyak koleksi baju bukan berarti karena dia tidak mampu membelinya bukan? Sepertinya pria semacam Marcus sudah terbiasa membelikan barang-barang mewah untuk para wanita, termasuk pada pelacur-pelacurnya mungkin, wanita-wanita seperti mereka sudah pasti akan bertekuk lutut jika Marcus menghadiahinya banyak baju dan sepatu bermerk seperti yang pria itu lakukan padanya saat ini. Tapi tidak! Renesya tentu berbeda, lagipula dia berada disini karena perjanjian konyol itu, jadi tidak ada persamaan apapun dengan wanita-wanita Marcus lainnya meskipun pria itu juga membelikan banyak barang untuknya. Dan ingat! tentu saja Renesya tidak akan mudah luluh hanya karena sebuah Lauboutin maupun Channel.

"Kau istriku, tentu saja aku peduli, aku tidak ingin orang-orang beranggapan seorang istri Marcua berpenampilan memalukan dan tidak pantas."Ya ! yang membedakan disini adalah statusnya sebagai seorang istri, jadi jelas dia memiliki level lebih tinggi dibandingkan pelacur-pelacur asuhan pria itu. Namun sebuah fakta kembali mengingatkan Renesya.

"Hanya 3 bulan, ingat itu tuan , lagipula aku tidak peduli dengan anggapan orang-orang, kau tidak perlu repot-tepot memberitahu banyak orang kalau aku istrimu!"

Marcus memilih tidak menanggapi ucapan Renesya dengan mengalihkan pembicaraan pada hal lainnya. "Ada pesta kecil di lantai bawah."lantai bawah yang Marcus maksud tentu saja Klub miliknya.

"Kekasih temanku sedang berulang tahun, mungkin aku baru akan kembali kesini dini hari nanti, kau tidak perlu menungguku pulang 'istriku' tidurlah lebih dulu, okey, Marcus sengaja menekankan kata 'istriku' seolah menegaskan kepemilikannya pada Renesya, tidak lupa seringai tipis itu menghiasi sudut bibirnya.

"Akan sangat lebih baik jika kau tak kembali." sahut Renesya sinis.

"Kemanapun aku pergi, tentu saja aku akan kembali, ke rumah yang ada istriku di dalamnya."

"Ya. . Ya . Terserah apa katamu, lebih baik sekarang cepat pergi."

"Kau mengusirku?" pria itu mengangkat sebelah alisnya, seolah tak percaya dengan kalimat yang baru saja dia dengar.

"Aku harus mulai menulis untuk menyelesaikan project novelku, dan keberadaanmu disini sangat menggangu konsentrasiku." Renesya baru ingat ada hal lain yang lebih penting daripada berdebat dengan Marcus.

Marcus mulai melangkahkan kakinya mendekati pintu, sebelum benar-benar keluar pria itu kembali menolehkan kepalanya kebelakang, menatap Renesya yang masih membatu duduk di sofa.

"Tidak apa-apa sekarang kau mengusirku, tapi ingat! Besok lusa atau kapanpun kau sendiri yang akan membutuhkanku."

"Ahh ya! satu lagi, cepat mandi, bau tubuhmu sangat mengerikan." Marcus mengerutkan keningnya dalam, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa jijik, sedetik kemudian seringai tipis muncul di sudut bibirnya membuat Renesya ingin melempari wajah tersebut dengan bantalan sofa, tapi sayang sekali dia kalah cepat, karena tubuh Marcus sudah menghilang di balik pintu di iringi suara debuman pintu tertutup.

Chieva
22 Oktober 2022

Amor Impredecible - [ On Going ]Where stories live. Discover now