18. Go Away

714 79 0
                                    

Renesya tidak tahu lagi kemana dia harus pergi, dalam satu kali waktu, dia telah kehilangan tenpat tinggal dan pekerjaanya. Ini benar-benar mimpi terburuk dalam hidupnya. Dia harus berusaha keras memulainya dari awal lagi, mencari tempat tinggal, mendapatkan pekerjaan baru dan melunasi hutang-hutangnya pada Marcus. Semuanya terlihat mudah jika dikatakan tapi Renesya sadar semua itu tidak akan mudah ia lewati.

Renesya baru saja keluar dari gedung Zonderfan lalu menyetop taksi yang baru saja lewat. Dia menyebutkan alamat apartmen Grace pada sopir taksi tersebut. Kali ini hanyalah Grace satu-satunya tujuan Renesya, mungkin untuk sementara waktu dia akan merepotkan Grace dan ikut tinggal di apartemen sahabatnya itu sambil dia mencari apartmen baru untuk ditinggali.

Renesya merogoh ponsel di dalam tasnya, lalu mendial nomor pangggilan Grace, namun sama seperti semalam nomor Grace tidak aktif, hanya jawaban dari operator yang ia dengar. Renesya teringat perkataan Audrey bahwa Grace mungkin sedang sakit, membuatnya jadi khawatir, siapa yang mengurusnya ? Jarang sekali Grace tidak ada kabar seperti ini biasanya Grace adalah orang pertama yang selalu merecoki ketenangannya. Dia harus cepat-cepat menemui Grace, Renesya takut terjadi sesuatu. Ia melirik Alexandre Christie yang melingkari pergelangan tangannya, tepat pukul sembilan, Renesya ingat bahwa barang-barangnya di apartemen baru akan diantarkan siang nanti ke tempat Grace.

"Lebih cepat lagi Sir." perintahnya pada supir taksi.

.

.

.

.

.

Saat  tiba diapartemen Grace tidak ada orang yang membukakan pintu untuknya, padahal hampir lima belas menit Renesya sudah berdiri dan menunggu, bahkan telunjuknya sudah mati rasa untuk menekan bel. Namun tidak ada tanda-tanda pintu itu kan terbuka seolah tidak kehidupan di dalam sana.

Apa mungkin Grace sedang pingsan?

Atau dia tidak bisa bangun?

Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk?

Pikiran -pikiran buruk bermunculan di benak Renesya, kemudaian menepuk keningnya cukup keras. "Bodoh! Kenapa aku tidak langsung masuk saja!" Rutuknya, dia baru ingat jika Grace pernah memberitahu kode pintu apartemennya. Renesya mencoba menekan beberapa angka yang dia ingat. Tapi sayangnya tidak berhasil, dia mencoba lagi tapi tetap sama saja pintu itu tidak kunjung terbuka. Sepertinya dia lupa kode yang pernah Grace katakan, dulu ia pernah menjemput Grace yang sedang mabuk di klub malam lalu mengantarnya pulang ke apartemennya, saat itulah Grace pernah menyebutnya pasword apartemennya dalam keadaan setengah sadar, waktu itu Renesya sangat kesal pada Grace kenapa justru dia yang harus direpotkan untuk menjemputnya, padahal Grace memiliki Matt, untung saja saat itu Grace masih bisa berjalan sendiri meskipun sempoyongan dan Renesya harus memapahnya. Keesokan harinya Grace bercerita bahwa dia sedang bertengkar dengan Matt.

Renesya menyandarkan punggungya pada dinding dekat pintu, mengembuskan napas lelah, dia menyerah karena tidak bisa membuka pintu apartemen Grace, sedangkan ponsel Grace masih juga tidak bisa dihubungi, mungkin Grace sekarang sudah sembuh atau sedang pergi ke suatu tempat. Dia bersyukur sepertinya Grace sudah baik-baik saja. Renesya yakin Grace pasti akan menghubunginya setelah medengar puluhan voice mail yang dia kirimkan. Mungkin untuk malam ini terpaksa terpaksa Renesya harus menginap di hotel.

***

Hanna masih kesal pada Aiden, meskipun kemarin malam pria telah menjelaskan bahwa wanita bernama Reen itu tidak ada hubungan apapun dengannya, tetap saja Hanna merasa ada sesuatu yang disembunyikan pria itu. Hanna sudah berusaha menyabarkan diri mencoba bertanya secara baik-baik tentang siapakah Reen sebenarnya, tapi lagi-lagi jawaban Aiden membuatnya kecewa, pria itu tidak mau menjelaskan apapun lebih jauh, dan membiarkan rasa penasaran terus bertumbuh di hati Hanna, membuat otaknya dipenuhi segala pertanyaan-pertannyaan yang membuatnya pusing.

Hingga pada akhirnya Hanna memutuskan rencananya kemarin, meninggalkan hotel tempatnya dan Aiden mengenip. Awalnya Hanna berencaana akan segera kembali ke Korea pagi ini juga, namun tiba-tiba dia teringat sesuatu lalu membatalkan niatnya tersebut. Hanna berencana menghabiskan watunya lebih dulu beberapa hari di negara ini untuk berlibur. Persetan dengan Aiden, ia tidak peduli jika pria itu mencarinya. Sedangkan ujian advokat mereka akan berlangsung dua hari lagi. Dia berenana menghibur dirinya sendiri dengan cara pergi kemanapun sesuka hatinya, yang pentng tidak melihat pria bernama Aiden Lee di hadapannya.

Tepat pukul pukul sembilan tiga puluh Hanna telah melakukan check out dari hotel tanpa sepengetahuan Aiden, ia tidak sempat mengecek ke kamar pria itu, dia merasa tidak perlu melakukannya. Toh ! Aiden juga tidak pernah perduli padanya, untuk apa dia harus harus perduli. mungkin pria itu saat ini masih tidur. Dan disinilah dia saat ini - di dalam sebuah taksi dan terjebak kebingungan karena tidak tahu kemana dia harus pergi. Ini pertama kalinya dia kedua kalinya dia pegi ke New York- terakhir kali saat paman Lee mengajaknya berlibur bersama Aiden, itupun saat usianya masih belasan tahun. dan tentu saja saat ini Hanna buta tentang arah dan tujuan. Sudah ketiga kalinya supir taksi menanyakan kemana dia akan pergi, dan Hanna tentu saja bingung menjawabnya. Sudah hampir satu jam lamanya dia berputar-putar tanpa arah.

Gadis itu belum memiliki tujuan kemana dia akan menghabiskan waktunya, dia butuh berpikir untuk menenangkan hatinya yang telah dikacaukan oleh Aiden. Ck! gadis itu mendengkus sebal, kenapa selalu  Aiden yang ada di otaknya. Akhirnya Hanna memutuskan untuk meminta supir taksi menurunkannya di hotel terdekat.

Chieva
18 Juni 2020

Amor Impredecible - [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang