Cinta Untuk Nana (c)

2.7K 178 0
                                    

Sorry lamaa... Hehe,

Thanks buat yg msh setia nunggu. Terharu banget utk Vote dan comment dr para pembaca. Baik di cerita ini, ataupun cerita saya yg lain'y.

Saya benar2 berterima kasih utk pembaca semuanya.

--oOo--

"Daniel mabuk?" Mama Nana membelalakkan matanya tak percaya.

Fakhri menunduk, "Maafkan saya. Tapi memang begitu adanya, Tante."

"Sebaiknya kamu pulang. Sudah malam." Sahut Papa Nana dingin. Seolah tak ingin mendengar apapun lagi dari mulut Fakhri.

"Baik, Om. Saya permisi." Kata Fakhri sembari bangkit dari duduknya.

Mama Nana menunduk, tak berani membantah ucapan Suaminya.

"Lho? Kak Fakhri mau ke mana?" Lissa yang baru saja muncul sembari membawakan nampan tampak terkejut saat mendengar Fakhri berpamitan.

"Pulang, Dek.. Sudah malam." Kata Fakhri sembari tersenyum kecil.

"Padahal kan minumannya baru datang." Keluh Lissa.

"Lain kali, insyaa Allah." Balas Fakhri.

Lissa pun mengangguk sembari mengantarkan Fakhri ke luar pintu gerbang. Fakhripun kembali memasuki taksinya yang sejak tadi telah menunggu.

--oOo--

Mama Nana berada di kamar putri sulungnya sembari mengompres lebam di pipi Nana juga bibirnya yang bengkak. Lissa berada di sana turut menemani.

"Papa nggak percaya yah, Ma?"

Mama Nana meletakkan kompressannya di pipi Nana lalu beralih menatap Lissa. "Papamu keras, Lis."

"Ma.. Lissa tau Papa punya istri selain Mama." Aku Lissa, membuat wajah letih Mamanya tampak terkejut. Namun detik berikutnya Mamanya diam, seolah mengabaikannya. "Kenapa.. Kenapa masih bertahan, Ma?" Tanya Lissa pelan. Nyaris berbisik.

Lissa meneteskan air matanya saat melihat ekspresi wajah Mamanya yang dingin. Seolah mengabaikan segalanya, meskipun masih mengganti kompressan Nana. Lissa dapat melihat air mata yang berusaha ditahan Mamanya menyeruak keluar dari pelupuk mata, membasahi wajahnya. Pun demikian, tak ada suara yang keluar dari sang Mama. Bahkan isakkanpun tidak.

"Ma.. Mama berhak bahagia." Kata Lissa sembari menggenggam tangan Mamanya.

"Mama bahagia kalau lihat putri-putri Mama bahagia." Sahut Mamanya.

"Tapi Papa, Ma.."

"Lissa.." Mamanya menatap Lissa sejenak lalu menarik putri bungsunya ke dalam pelukannya, "Tak usah perdulikan apa yang dilakukan Papamu. Jika dia tak bahagia di rumah ini, dia berhak mencari kebahagiaannya di tempat lain. Semua orang berhak bahagia, tak terkecuali Papamu." Katanya sembari terisak.

"Tapi Mama nggak bahagia. Jujur sama Lissa, Ma. Meskipun Lissa nggak tahu rasanya berada di posisi Mama, tapi Lissa tau hati Mama remuk redam." Sahut Lissa.

"Cukup bagi Mama lihat kalian berdua bahagia. Mama akan turut berbahagia untuk kalian." Mamanya mengecup dahinya dengan sayang lalu berlanjut pada kedua pipi Lissa, dan mengembalikan putri bungsunya ke dalam pelukannya.

--oOo--

Papa Nana mematung di sana, di balik dinding tepat di samping pintu kamar Nana, setelah mendengar ucapan Istri juga putri bungsunya.

"Semua orang berhak berbahagia, tak terkecuali Papamu."

"Tapi hati Mama remuk redam."

--oOo--

Nana tersadar dini hari dengan tubuh lemas. Ia mengernyit saat berusaha bangun dari posisi tidurnya dan merasakan kepalanya berdenyut nyeri. Juga tulang punggungnya yang terasa sakit.

Saat melihat ke sekeliling. Nana mendapati Mamanya dan Lissa tidur di sampingnya.

Nana memaksakan dirinya untuk duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Dan ia malah mengerang kesakitan. Punggungnya benar-benar nyeri. Mungkin perlakuan kasar Daniel yang entah seperti apa membuat punggungnya merasakan nyeri. Padahal saat ia berlari bersama Fakhri, ia sama sekali tak merasakan apapun selain kepalanya yang berdenyut-denyut tanpa henti.

"Nana ? " Mama Nana segera membuka matanya lebar, saat mendengar Nana mengerang. "Kamu sudah bangun, Sayang?" Tanyanya lembut sembari menatap Nana dengan mata berkaca-kaca.

Nana ingin bersuara, namun tenggorokkannya kering dan bibirnya sakit hanya untuk digerakkan.

"Ya, Sayang.. Kamu butuh apa?" Tanya Mamanya dengan cemas. Nana menatap Mamanya ragu-ragu. "Mau minum?" Lanjut Mamanya seolah mengerti kekeringan yang menyiksa di tenggorokkan Nana.

Nana mengangguk pelan.

Mama Nana memberikan segelas air putih dengan sedotan untuk memudahkan Nana minum.

Nana tersenyum senang, lalu mulai bersuara meskipun terbata, "Makasih, Ma.."

Mama Nana mengangguk, "Tidur lagi yah, Na. Baru jam 2."

Nana mengangguk patuh dan berusaha membenahi posisinya. Kembali dirasakannya punggungnya sakit. Mama Nana dapat melihat wajah putrinya yang seperti menahan sakit. "Apa yang sakit, Na?"

Nana meringis, "Punggung Nana, Ma.."

Dengan cepat Mama Nana membantu Nana duduk tegak, lalu membuka belakang baju Nana. "Ya Tuhan, Na.. Lebam lagi. Besok ke rumah sakit, yah.. Mama Khawatir tulangmu ada yang patah."

Nana mengangguk, lalu setetes air mata jatuh di pipinya. "Mama.." Suaranya merengek manja.

"Iya, Sayang.. Mama di sini." Di dekapnya tubuh Nana dengan hati-hati.

"Daniel, Ma.."

"Mama sudah tahu. Tidur lagi yah, Na.."

Masih dengan meneteskan air mata, Nana menurut untuk kembali berbaring.

==>>

Tentang DiaWhere stories live. Discover now