Cinta Untuk Nana (f)

2.7K 162 8
                                    

Aku nggak pernah tahu dapat menemukan saat di mana aku dan Papa dapat sedekat ini. Kami menghabiskan malam bersama di rumah sakit dengan saling bertukar fikiran, berbincang dan bercerita.

Awalnya Mama sempat terkejut dengan kesediaan Papa menjagaku di malam hari selama aku di rumah sakit. Lalu siang harinya Mama dan Lissa akan berkunjung.

Tantri dan Aniqo, dihari pertama aku dirawat mereka sudah menelpon dan saling berebut ingin berbicara denganku. Dan aku hanya tertawa geli akan kelakuan keduanya dan meminta mereka berdua untuk berbicara satu-satu.

Ini malam keduaku di rumah sakit. Papa sudah duduk di sampingku dengan kursinya dan menatap pada mataku. Aku mengulum senyum ke arah beliau.

"Jadi bagaimana?" Tanyanya dengan alis terangkat.

Aku menjelaskan setiap detailnya tentang poligami yang diajarkan Islam. Untuk selalu berlaku adil dari segi materi dan waktu. Kalau masalah hati, semua orang tak kan mampu adil.

"Mamamu tinggal di rumah mewah, Na.. Dan Rani hanya di rumah kontrakan." Terangnya.

Aku mengernyit. Pada kenyataannya, meskipun Papa selingkuh dari Mama, Papa sama sekali nggak berusaha membelikan Mama tiriku itu rumah, dan berfoya-foya dengan uang Papa.

Memejamkan mataku sejenak. Mungkin ini akan sedikit memberatkan Mama, tapi aku fikir nggak akan ada banyak masalah lagi, dan kami akan tetap sama-sama merasakan kehangatan keluarga kami. "Bagaimana kalau Mama Rani dibawa ke rumah kita, Pa?"

Papa menatapku terkejut, "Dan bagaimana dengan Mamamu?"

"Itu jauh mendekati keadilan daripada Papa nggak pulang berhari-hari." Kataku sembari menatapnya lembut, "Dan lagipula, kamar di rumah kita masih cukup jika hanya untuk Mama Rani dan adik Carlos." Tambahku membujuk.

Papa tampak menimbang-nimbang. "Dan kalau sampai Rani dan Carlos tinggal di rumah, lalu gimana?"

"Gimana apanya?"

"Apa Mamamu mau menerima mereka?"

Aku mengangkat bahuku, "Wanita dalam Islam, diajarkan untuk taat pada suaminya kalau perintah suaminya tidak bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri. Dan dalam Islam, poligami termasuk sesuatu yang dianjurkan."

"Kenapa poligami dianjurkan? Katanya Islam agama yang menjunjung tinggi wanitanya, bukankah dengan berpoligami malah membuat wanita pertama nggak berharga?"

"Siapa bilang?" Aku menggigit Apel yang sudah dikupaskan Papa untukku. Senang, tentu saja. Hal seperti ini jarang terjadi. "Dengan berpoligami, semuanya menjadi jauh lebih terjaga. Seorang suami nggak perlu berselingkuh dari istrinya kalau dia lihat kekurangan di istrinya. Selingkuh itu berzinah kan, Pa? Bukannya di PL berzina itu juga diharamkan? Sedangkan menikah adalah membuat hubungan antara lelaki dan wanita yang bukan siapa-siapa, dari yang awalnya haram menjadi halal." Aku kembali mengunyah apelku. Papa masih mendengarkanku dengan serius, "Papa lihat kan sekarang ini jumlah laki-laki lebih sedikit dibandingin perempuan?" Papa mengangguk dalam gumaman. "Kalau nggak ada syariat poligami, perempuan yang lainnya, yang gak punya suami, sedangkan mereka juga punya 'kebutuhan' untuk dipenuhi, akan lari ke mana? Tempat pelacuran?"

"sebenarnya, syariat poligami itu untuk menjaga fitrah manusia. Seorang lelaki yang jika memiliki kemampuan dari segi fisik dan materi, nggak masalah kalau dia mau punya istri lebih dari satu. Asal nggak lebih dari empat."

"Fitrah manusia, apa? Papa nggak ngerti."

"Laki-laki mana yang cukup punya satu istri kalau dia bisa dapat istri dua, atau mungkin tiga?"

"Kalau ada kesempatan kenapa nggak?" Sahut Papa nggak tahu malu. Membuatku terkekeh pelan.

"Pada dasarnya memang begitu. Manusia selalu merasa nggak cukup. Apalagi laki-laki yang punya syahwat tinggi."

Papa menghembuskan nafasnya, beliau lalu melirik pada jam di pergelangan tangan kirinya. "Sudah malam. Papa akan fikirkan usulanmu ini. Kamu tidur, yah?"

Aku mengangguk, tersenyum pada Papa saat beliau menarik selimutku sampai ke dada. Lalu beliau sendiri berbaring di atas sofa.

"Pa.."

Papa bergumam menanggapi panggilanku, " Ada yang kamu butuhin, Na?" Tanyanya kemudian.

"Cuma mau tanya, Mama Rani agamanya.."

"Dia Islam." Sahut Papa sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku.

"Selamat malam."

"Malam, Nak.." Lalu kamipun memejamkan mata setelah membahas masalah poligami.

Aku memang mungkin nggak akan sesantai Tantri saat menghadapi masalah tentang poligami. Tapi tetap saja, poligami syariat islam. Jika ada poligami yang menghancurkan salah satu keluarga, maka jangan salahkan poligaminya. Tapi salahkan individu yang belum mampu menjalankan syariat poligami dengan benar. Atau bahkan poligami bagi kebanyakan orang hanya salah satu cara untuk unjuk gigi. Memamerkan pada dunia, bahwa ia terlalu tampan, terlalu banyak duit, sampai-sampai mampu menikahi wanita lebih dari satu.

Nah, yang seperti ini, nih. Yang perlu ditotok pake kampak.

Eh ? Entar bocor deh tuh pala.

Intinya, niat awal untuk berpoligami nggak meleset dari syariat yang diajarkan. Nggak melulu berfikir pake syahwat dan hanya mengandalkan syahwat.

--oOo--

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang