Nana & Friends (b)

4.1K 197 2
                                    

Nana bersungut-sungut saat melihat Tantri hanya memakan sebuah cemilan.

"Na.. Aku kan nggak bohong. Ini aku lagi makan." Elak Tantri sembari memasukkan sebentuk makanan ke dalam mulut.

"Tapi kamu bilang tadi lapar!" Ujar Nana sebal.

"Lihat kamu makan, laparku jadi hilang." Ujar Tantri sembari nyengir.

"Apa coba maksudnya?!" Sungut Nana sembari memasukkan sesuap nasi uduk ke dalam mulutnya.

Memutar bola matanya, Aniqo berujar, "Itu sudah jelas karena kamu rakus, Na.. Jadi Tantri pas lihat gitu, nafsu makannya hilang."

Jika saja mulutnya tidak sedang penuh, tentunya Nana akan segera membalas kata-kata Aniqo. Tapi saat ini mulutnya penuh dan Nana hanya mampu memelototi Aniqo yang malah tertawa senang.

"Jadi kamu tadi menghafal sudah sampai mana, Na?" Tanya Tantri saat Nana sudah menyelesaikan makanannya.

Nana menunjukkan sebuah halaman yang langsung mendapatkan anggukkan dari Tantri.

"Aku tes, yah.. Biar hafalannya lebih baik."

Tantri pun memulai dengan menyebutkan soal-soal yang mudah terlebih dahulu, dan baru kemudian diselingi dengan hal-hal yang membutuhkan jawaban detail.

Nana menjawabnya dengan cepat. Sesekali ia mengerutkan dahinya. Dan tidak perlu menunggu menit berikutnya, Nana sudah dapat menemukan jawaban yang pas atas soal yang diajukan Tantri.

"Hafalanmu mumtaz (sangat baik), Na!" Puji Aniqo yang sejak tadi menjadi penonton dari kuis dadakan yang dibuat oleh Tantri.

Nana tersenyum senang mendengarnya, lalu berucap pada keduanya, "Syukron (Terima kasih) yah.. Jazakunnallahu khoiron (semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan)!"

--- *** ---

Nana melangkahkan kakinya dengan bersemangat memasuki toko buku tempat biasa ia bekerja.

"Assalamu'alaikum!" serunya kemudian.

Seseorang menyembulkan kepalanya dari balik pintu sebuah ruangan kecil, ruangan menerima tamu. Setelah menyahuti salam Nana, wanita tersebut berkata, "Mbak sedang ada tamu, Na.. Tolong bantu pelanggan dulu yah, Na.."

Mengacungkan kedua ibu jarinya, Nana tersenyum dan berkata, "Siipp, Mbak Hilda!"

Wanita usia 35 tahun itu tersenyum lalu kembali memasuki ruangannya.

Meninggalkan Nana yang langsung menduduki kursi tempat kasir berjaga.

Hari ini akhir pekan. Sudah menjadi sebuah kerutinan bahwa toko akan ramai pengunjung.

Kebanyakan remaja, muda-mudi. Yang mencari buku-buku pelajaran, novel, dan tak jarang buku-buku Islam pun menjadi barang pasti terjual.

Sembari memperhatikan pengunjung, Nana melamun.

Mengingat betapa dahulu, di akhir pekan, ia dan sang Ibu akan menghabiskan waktu seharian untuk berada di sebuah Mall.

Berbelanja ini itu. Sekalipun yang dibeli bukanlah kebutuhan pokok.

Menghabiskan sore harinya dengan bersepeda bersama adiknya, Melissa.

Dan sekarang ia sendirian.

Berada dalam keramaian toko, namun jauh di jiwanya, ia sangat merindukan kehangatan keluarganya.

Dahulu, ia tidak perlu repot-repot untuk mencari uang. Setiap bulannya sang Ayah selalu mentransfer uang kebutuhan bulanannya dan uang kuliahnya tanpa pernah terlambat.

Dan kini ia harus berjuang demi dapat makan di luar.

Meskipun ia masih tinggal di dalam rumahnya, sudah tidak ada lagi segelas susu dan roti bakar dipagi hari yang biasa disiapkan Mbak Marni untuknya.

Tidak pula makan malam.

Semua anggota keluarganya mengabaikannya. Menganggap ia sudah tidak ada di sana.

Samar-samar Nana mendengar seseorang memanggilnya dari kejauhan.

Tantri dan Aniqo di sana. Berdiri di luar toko buku sembari melambai-lambaikan tangannya.

Nana tersenyum.

Sahabatnya itu... Ah, entahlah..

Dengan isyarat tangan, Nana meminta agar keduanya masuk.

"Ganggu nggak?" Tanya Aniqo sembari menjabat tangan Nana dan mencium kedua sisi wajahnya.

"Nggak, kok.. Santai saja."

"Na.. Aku lihat-lihat buku dulu, yah.." Ujar Tantri sembari melangkah pergi setelah melihat Nana mengangguk.

"Sudah sarapan?" Tanya Aniqo kemudian, setelah duduk di kursi yang berada di sisi Nana.

Tersenyum lemah, Nana menjawab, "Tadi nggak sempat. Buru-buru."

Aniqo menyodorkan sebungkus roti yang dibelinya tadi di jalan sebelum menuju toko buku tersebut, "Ini, dimakan."

--- *** ---

Sahabatnya...

Entah apa yang membuat keduanya begitu perduli padanya.

Sedangkan kedua orang tuanya saja sudah sedemikian acuhnya.

Nana menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi.

Sepulang dari toko buku, ia menghabiskan tiga puluh menit waktunya untuk berendam air hangat.

Mengingat tadi ia pulang dengan basah kuyup karena kehujanan.

Nana bersyukur, orang tuanya tidak mencabut motornya.

Setidaknya motor itu dimanfaatkan sebaik mungkin olehnya untuk pergi ke kampus dan ke toko buku.

Berbeda saat dahulu ia menggunakan mobil hadiah ulang tahun dari ayahnya, saat ia berusia 18 tahun. Dan mobil itu sekarang entah ke mana..

Mungkin saja dijual.

Mengeringkan rambutnya dengan menggosok-gosokkan handuk pada kepalanya.

Nana merasa tubuhnya begitu lelah.

Tidak lama setelah ia merebahkan tubuhnya di ranjangnya, ia pun tertidur dengan pulas.

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang