Cinta Untuk Nana (d)

2.7K 182 5
                                    

--oOo--

Nana terbangun subuhnya. Berusaha dengan susah payah bangkit dari ranjangnya tanpa menimbulkan suara agar Lissa dan Mamanya tak perlu terbangun.

Setelah menyelesaikan shalat subuhnya, Nana duduk bersandar pada dinding kamarnya. Ia bahkan tadi harus shalat dalam kondisi duduk karena kesakitan di punggungnya. Nana menghela nafasnya sembari menutup matanya. Bibirnya berdzikir, menyelesaikan dzikir paginya yang belum selesai.

Ia beruntung, Allah masih menjaganya dari niat buruk Daniel. Dan meskipun seluruh tubuhnya terasa remuk, Nana tak ingin ambil pusing. Ia hanya ingin tetap menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur.

Nana mengambil Al-Qur'an kecil yang selalu ada di kantong tasnya, membacanya dengan suara sepelan mungkin agar tidur Mama dan Adiknya tak terganggu.

Ketika sampai di ayat ke-80 surat At-Taubah, Nana mengulangnya beberapa kali hingga tak terasa air matanya sudah membasahi wajahnya.

"(sama saja) engkau (Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberikan ampunan kepada mereka. Yang demikian itu karena mereka ingkar (kafir) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik."

*Keterangan penulis : Ayat di atas adalah ayat larangan utk memohonkan ampunan bagi ayah, ibu, saudara, kerabat atau bahkan teman2 kita yg kafir (Beragama selain Islam). Krna permohonan tsb tertolak. Sebaik'y kita hanya blh mendoakan, memohon kepada Allah, agar mereka (yg kafir) diberikan taufiq juga hidayah-Nya.*

Nana menatap nanar pada Mama dan Adiknya. Dalam hati ia selalu berdoa agar keluarganya diberikan Taufiq juga Hidayah dari Allah untuk memeluk Islam yang haq.

--oOo--

Di sudut lain, saat Nana kembali melanjutkan bacaan Al-Qur'annya yang sempat tersendat, Mama Nana merasakan dadanya berdetak lebih cepat. Ia tak mengerti, saat Nana membacakan ayat tadi dengan berulang-ulang, ingin rasanya ia bangun dan duduk di hadapan Nana demi mengetahui artinya. Lalu ia juga ingin mendengarkan Nana membaca kitab sucinya dari ayat ke ayat.

Ada kenyamanan saat mendengarkan suara Nana yang membaca Al-Qur'an.

--oOo--

Nana melangkah menuruni tangga sembari dipapah oleh Lissa. Ia harus berhenti dari satu tangga ke tangga selanjutnya saat merasakan nyeri di punggungnya.

"Sakit, Kak?" Tanya Lissa sembari menatapnya ngeri.

"Lumayan." Sahut Nana sembari tersenyum.

"Kenapa punggungnya bisa lebam gitu sih, Kak?"

"Jangankan kamu, Kakak juga nggak sadar kenapa sampai punggung Kakak sesakit ini."

"Kok bisa?" Lissa menatapnya keheranan.

"Kakak sempat pingsan di apartement Daniel. Di sofanya.. Eh ? Tunggu.." Nana menghentikan langkahnya sembari mengernyitkan dahinya. Seolah sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Kenapa, Kak?"

"Kakak ingat, Lis. Waktu Daniel banting Kakak ke sofanya, punggung Kakak sempat kebentur sandaran sofa. Mungkin ngaruh kali, yah?" Kata Nana lalu melanjutkan langkahnya santai.

"Terus gimana, Kak? Kenapa pipi Kakak bisa lebam? Bibir Kakak juga sampai pecah gitu.."

Menghembuskan nafas panjang, Nana kembali menghentikan langkahnya yang tertatih, lalu menatap Lissa, "Mau tauu ajaahh.." Katanya sembari mencubit kecil hidung Lissa.

Lissa bersungut-sungut sembari mengusap-usap hidungnya. "Sakit, Ih.."

"Manja." Ledek Nana, "Udah, yuk, cepet."

"Kamu diapain sama Daniel, Angelina?" Papa Nana yang entah dari mana sudah berdiri di ambang pintu keluar sembari menatap Nana yang tak jauh darinya.

"Eh, Papa.."

"Kenapa pipi kamu lebam juga bibirmu pecah begitu? Daniel ngapain kamu?"

Nana menatap takut-takut pada Papanya. Ia tahu, Papanya pasti adalah orang yang pertama membela Daniel mati-matian. Dan Nana tak tahu harus menjawab apa.

"Katakan Nana.." Tuntut Papanya.

"Ditampar, Pa." Sahut Nana dengan kepala tertunduk.

"Sampai lebam dan bibir pecah?" Tanya Papanya tak percaya. Tentu saja sulit dipercaya. Tamparan sekeras apa yang sampai separah itu?

Namun saat melihat Nana mengangguk, entah bagaimana, Papanya merasa percaya. Ditambah dengan kenyataan bahwa Daniel mabuk.

"Dan kenapa jalanmu harus dituntun?"

Belum sempat Nana bersuara, Lissa sudah memotong, "Punggung Kak Nana sakit, Pa.. Sepertinya ada tulang yang retak atau mungkin patah. Bahkan punggung Kak Nana sudah lebam sejak semalam. Dan kami akan membawa Kak Nana ke rumah sakit."

Papa Nana terperangah. Separah itukah kondisi putri sulungnya?

"Biar Papa bantu." Katanya lalu menghampiri Nana yang terkejut dengan perhatian Papanya. Papanya kini bahkan mau untuk membantunya berjalan, dan bersabar saat Nana harus berhenti dan menarik nafasnya sembari meringis kesakitan.

Mama Nana dari atas tangga, memperhatikan anggota keluarganya dengan hati terharu. Ia berharap agar keluarganya dapat kembali utuh seperti sedia kala.

Dan kemudian, ia memutuskan untuk bergabung dengan ketiganya. Merasakan kehangatan keluarga yang sudah lama hilang.

==>>

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang