14

483 12 0
                                    

14 - Tamu bulanan

Sebulan berlalu. Azam belum tinggal di apartemen bersama Atlanta. Ia masih bolak-balik antara apartemen dan asrama. Entahlah, belum ada niatan di hatinya untuk tinggal bersama dengan Atlanta. Ia juga belum bicara apa-apa soal ini pada Gilang. Azam merasa ia tidak perlu menceritakannya. Toh, ia juga belum kenal lama dengan teman sekamarnya itu.

Azam melangkahkan kakinya menuju lift lalu menekan password di pintu apartemen yang Atlanta tinggali. Ia berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Berkali-kali ia menasehati Atlanta untuk membereskan apartemennya tapi Atlanta tidak pernah mendengarnya. Keadaan apartemen saat ini masih sama seperti sebelumnya. Berantakan.

Tangan Azam mulai terulur untuk membereskan baju-baju Atlanta yang berserakan di lantai lalu memasukannya ke keranjang pakaian yang ada di pojok ruangan. Saat matanya terarah ke atas kasur Azam berdesis kesal. Kejadian ini sudah berkali-kali terulang dan Azam sudah bosan untuk memperingati istrinya itu.

"Atlanta!" teriak Azam.

"Aku di kamar mandi!" balas Atlanta.

"Keluar!"

Atlanta dengan segera membuka pintu kamar mandi. Ia mendapati suaminya tengah menunjukkan wajah kesalnya sambil menunjuk sesuatu di atas kasur dengan jari telunjuknya. Sebuah benda segitiga berwarna merah yang mampu membuat Azam kesal setengah mati. Atlanta menggaruk dahinya yang tidak gatal lalu menunjukkan cengiran kudanya. Ia lupa memasukan celana dalamnya itu ke tempat cucian kotor.

"I-itu ..., hehe ...."

Benda sakti itu Azam pindahkan ke keranjang pakaian. Ia duduk di kasur dengan wajah yang masih ditekuk kesal.

"Mas ...." Atlanta duduk di samping Azam sambil memeluk tangan suaminya berharap Azam akan memaafkannya.

"Saya nggak mau benda itu tergeletak lagi. Paham."

Atlanta tersenyum sambil mengangguk paham. Walaupun mungkin ia akan mengulanginya lagi nanti.

Azam berdiri menuju nakas yang selalu tersedia air minum dan menenggak segelas air hingga tandas tak bersisa. Menetralkan rasa kesalnya, Azam menatap Atlanta yang sedang menyisir rambutnya di depan meja rias. Rambut Atlanta begitu lurus dan terawat. Azam sampai tidak pernah bosan memandanginya. Kakinya ia langkahkan untuk menghampiri istrinya itu lalu memeluknya dari belakang.

"Kok bisa sih," ucap Azam mengalungkan tangannya di leher Atlanta sambil menatap refleksi keduanya di cermin.

"Apa, Mas?"

"Kok bisa kamu cantik terus sampai saya nggak pernah bisa berhenti kagum sama kamu."

"Hah?!"

"Pernah operasi plastik?"

"Operasi plastik? Ya enggaklah. Ngaco."

"Berarti bener."

"Apa?" Atlanta menatap Azam dari cermin di hadapannya.

"Bidadari baru aja turun dari langit."

"Hah?"

Azam mencium puncak kepala Atlanta. Menghirup aromanya yang selalu wangi dalam-dalam. "Kamu itu bidadari. Bidadarinya saya."

Atlanta tidak bisa lagi menyembunyikan senyumnya. Ia tidak menyangka Azam bisa mengatakan hal yang membuat pipinya jadi merona.

"Gombal," ucapnya menatap ke arah lain. Ia tidak sanggup lagi menatap mata Azam yang selalu membuatnya terhipnotis.

Azam membalikan tubuh Atlanta hingga menghadap ke arahnya, lalu menangkup kedua pipi perempuan itu.

"Saya nggak gombal. Saya hanya sedang mencoba untuk berkata jujur sama bidadari saya."

Model vs UstadzWhere stories live. Discover now