09

529 21 0
                                    

09 - Kebenarannya (2)

"Atlan, jangan. Jangan pergi." teriak Azam.

Atlanta menggeleng. "Nggak bisa. Aku harus pergi."

"Tapi saya nggak mau pisah sama kamu," lirih Azam.

Atlanta tetap pada pendiriannya. Ia dengan gaun putihnya mulai berjalan menjauhi Azam. Tentu Azam tidak diam saja. Ia berlari sekuat tenaga mengejar Atlanta. Namun anehnya, Atlanta yang berjalan tidak terkejar Azam yang berlari dengan sekuat tenaganya. Air matanya telah mengalir tanpa ia sadari. Azam bertumpu pada lututnya sambil berteriak memanggil nama istrinya itu.

"ATLANTA!!!" teriak Azam.

"Azam! Zam, bangun!" Atlanta menepuk pipi Azam.

Azam membuka matanya. Ia langsung duduk dengan nafas terengah. Melihat Atlanta disampingnya, refleks Azam memeluknya erat.

"Saya mimpi kamu pergi, Atlan," ucap Azam.

"Itu cuma mimpi, Zam. Buktinya aku ada di sini," balas Atlanta sambil mengurai pelukannya. Ia mengusap pipi Azam yang sudah basah oleh air mata.

"Jangan pergi, oke? Saya nggak mau pisah sama kamu."

Atlanta hanya terdiam. Perlakuan Azam membuatnya tambah sulit untuk meninggalkannya. Ditambah lagi perasaan aneh yang ada di hatinya. Atlanta pikir ia akan lebih mudah untuk pergi jika mereka sama-sama tidak saling menyukai. Tapi nyatanya itu salah. Bukankah cinta datang karena kebersamaan?

"Kenapa kamu diem aja?" tanya Azam.

"Karena aku nggak bisa janji."

"Maksud kamu mimpi itu pertanda?"

"Bukan itu, Zam. Nggak ada pertemuan tanpa perpisahan. Kalau aku janji aku takut Allah menginginkan yang sebaliknya. Aku yakin kamu juga tahu kalau di dunia ini nggak ada yang abadi."

"Siapa bilang?"

"Akulah. Aku yang ngomong kok."

"Allah abadi kalau kamu lupa."

Ucapan Azam membuatnya terdiam. Azam selalu mendekatkan dirinya pada Yang Maha Kuasa. Azam tidak pernah lupa untuk mengajaknya shalat berjamaah. Ia jadi teringat ceramah Azam di masjid tempo hari bahwa setiap wanita yang belum menikah tanggung jawabnya berada penuh di tangan ayahnya. Tapi jika wanita itu telah menikah maka suaminyalah yang menggantikan peranan ayahnya.

Atlanta ingat saat ia tengah menyapu halaman hanya memakan tanktop dan hotpants seperti biasanya, Azam langsung menggendongnya masuk ke rumah dan memberinya ceramah panjang lebar sampai kepala Atlanta pusing mendengarnya.

"Ada satu lagi yang abadi."

Atlanta masih terdiam menunggu Azam kembali berbicara.

"Cinta saya ke kamu," bisik Azam tepat di samping telinga Atlanta.

*****

Atlanta berkali-kali melirik Azam yang tengah tertidur pulas di kasur sementara dirinya duduk di pinggir dan membiarkan lemari bajunya terbuka lebar. Ia harus pergi. Ia tidak ingin Azam dalam bahaya. Kemarin mamanya kembali mengiriminya pesan bahwa ia tahu Atlanta bersembunyi di pesantren. Lalu mamanya mengancam akan menghancurkan tempat itu kalau Atlanta tidak segera pulang.

Atlanta tahu kata-kata mamanya itu bukan sekedar gertakan belaka. Mamanya tidak pernah main-main dengan ucapannya. Ia sebenarnya takut tidak bisa melihat wajah Azam lagi. Atlanta tidak menampik bahwa dirinya mencintai Azam. Azamnya yang dingin dan menyebalkan. Namun perhatian dan kata-kata menyebalkannya itu selalu membuat Atlanta tersanjung.

Model vs UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang