🦋 PART 22 🦋

7.6K 390 25
                                    

Kiara sempat berpikir, apakah papa sudah tahu bahwa dirinya menjadi korban bullying? Secara, papa sudah tahu Kiara masuk rumah sakit. Pasti papa tak akan tinggal diam, pria itu akan mengusut tuntas segalanya.

Kedua mata dengan bulu mata lentik tersebut kemudian terbuka secara perlahan. Yang tertangkap oleh retina mata Kiara berikutnya bukanlah langit-langit atau tembok putih rumah sakit. Melainkan ruangan dengan cahaya remang yang tidak familier.

"Ha?!" Sontak Kiara terperanjat. Ranjang yang ditidurinya juga bukanlah ranjang rumah sakit melainkan kasur usang yang selimut dan bantalnya berantakan.

Lidah Kiara terlalu kelu untuk berkomentar tentang apa yang dilihatnya saat ini. Apalagi, ketika sebuah suara di sudut ruangan mengalihkan atensinya.

"Gue benci sama lo, Ki..."

Bibir Kiara sedikit terbuka, matanya kini terfokus pada figur seorang cewek dengan rambut berantakan meringkuk memeluk dirinya sendiri di pojok ruangan ini.

"Ini semua salah lo karena ga cegah kakak jahat lo itu..."

Masih belum tampak wajah cewek itu oleh Kiara. Namun dari suaranya yang familier, mampu membuat Kiara tertegun dalam waktu yang lama. Suara yang selama ini hilang dan tak pernah lagi terdengar oleh gendang telinga Kiara.

Suara sahabatnya. Suara dari ...

"... Aqila?"

Kiara lompat turun dari ranjang usang tersebut. Langkahnya pelan dibawa mendekati posisi meringkuk cewek berpenampilan acak-acakan itu.

"Aqila...?" Kiara memanggil, tapi diabaikan.

"Sakit...!"

Air mata Kiara tak kuasa dibendung ketika Aqila menepuk dadanya sendiri sambil menyerukan kata sakit. Suaranya pun terdengar parau, mampu membuat siapa saja yang mendengarnya ikut tercubit hatinya.

"Aqila?" Kiara masih memanggil, sepasang kaki jenjangnya kini tiba di hadapan sang sahabat yang masih setia meringkuk.

"Gue bersumpah, Kiara. Lo harus menebus dosa kakak lo ke gue. Bahkan lo harus menanggung lebih daripada apa yang gue alami."

Kali ini, Kiara benar-benar tercekat. Kakinya mengambil satu langkah mundur, sementara kedua tangannya reflek membekap mulut.

Hati Kiara terasa retak. Apa yang barusan ia dengar? Aqila menyumpahinya? Atas dosa dari kakaknya? Apa yang Aqila maksud adalah Elgar?

"A-aqila..."

Kedua tangan Kiara terulur hendak menyentuh Aqila, tapi kemudian Aqila mendongak menampakkan seringai mengerikan dengan deretan gigi tajamnya dan kedua mata memerah mengucurkan darah.

Tentu saja hal itu membuat Kiara terlonjak kaget. Reflek ia berteriak, "AAAAA!!"

Dan kembalilah Kiara dari alam bawah sadarnya.

Karena ternyata itu hanya mimpi.

Syukurlah.

Napas Kiara tersengal. Keringat dingin merembes di pelipis serta lehernya. Pupilnya bergulir ke sana ke mari mencari keberadaan papa dalam kamar ini.

"Aqila..." Bibir Kiara bergumam. Mimpinya ini begitu terasa nyata. Tangannya terjulur ke sisi ranjang, meraih segelas air di meja dan diteguknya. Setelah dirasa cukup, Kiara duduk tercenung mengingat Aqila serta mimpinya barusan.

Kini ia bingung. Antara harus takut, ataukah bersedih.

"Aqila, maaf..."

Dan pada akhirnya, Kiara cuma bisa menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang