🦋 PROLOG 🦋

33.6K 1.4K 13
                                    


🦋 Permisi, izin mau ngancurin trend cewek yg diratukan sama laki-laki semuka bumi 🦋

🗿🙏🏻

------•••o•••------




"Kak Elgar Ganteng! Jemput gue, dong!"

Senyum di bibir Kiara merekah, mencoba merayu kakaknya via telepon.

Iseng-iseng tangan lentiknya ia julurkan hingga dibasahi rintik hujan yang mulai deras.

Di bawah halte ini gadis itu meneduhkan diri, terjebak di sekolah yang telah sepi akibat hujan lebat yang tiba-tiba mengguyur kota.

"Dih, najisin amat! Gak usah sebut-sebut gue ganteng!"

Namun, manisnya perkataan Kiara ternyata tak mendapat balasan yang ramah. Justru malah dibalas dengan makian oleh kakaknya.

"Tanpa lo bilang gue ganteng pun, gue emang udah ganteng, anjing!" sentak Elgar cukup keras, tentu berhasil melukai hati Kiara.

Gadis itu sontak merapatkan bibir, merasa menyesal telah coba-coba akrab dengan cowok garang itu.

Seharusnya ia tahu, selembut apapun dia bicara, pasti akan mendapatkan balasan berupa bentakan pada akhirnya.

"Maaf, deh, Kak." Suara Kiara berubah mengecil, nyaris tenggelam di antara bisingnya langit yang sedang bergemuruh.

"Tapi bisa, kan, lo jemput gue? Gue ada di halte deket sekolah. Kehujanan."

"Manja banget, sih, lo. Gak bisa pesen gocar? Mau caper ke gue?" Seakan tak puas, Elgar kembali menggertak berapi-api.

Kiara menghela napas, berusaha menabahkan hati.

"Uang saku gue nggak nyisa, Kak. Kalau ada, udah gue pake dari tadi," katanya tak berbohong. Ia memang hanya dibekali uang lima belas ribu oleh sang ayah setiap kali berangkat sekolah.

"Makanya jangan boros! Gak usah sok-sokan niru gue lo!"

"Ck, bisa nggak sih, Kak, kalau ngomong gak usah bentak-bentak? Kuping gue pengang."

Bosan mendengar bentakan Elgar yang tiada akhirnya, Kiara pun mengeluh.

"Lo jangan ngelawan! Mau jadi adek durhaka?"

"Emang lo nganggep gue adek selama ini?"

"Oh gitu, ya? Udah mulai berani."

"Tau ah, Kak. Capek gue ngomong sama lo. Mending gue nggak pulang aja sekalian." Kiara memilih tak peduli. Dia mematikan sambungan secara sepihak.

Kiara yakin, pasti di seberang sana Elgar sudah mencak-mencak lantaran dirinya bersikap tidak sopan.

"Sorry, Kak. Tapi jantung gue gak aman kalo terus-terusan dibentak sama lo."

Kiara merapatkan kardigannya. Hawa dingin yang kentara kian menusuk pori-pori kulit.

Pupilnya terarah fokus ke depan lagi, melihat rinai hujan yang terus membasuh bumi.

Beruntunglah hujan lebat ini tidak disertai kilat atau guntur yang menyambar, hanya diiringi angin yang mampu membuat Kiara menggigil kedinginan.

Tiga puluh detik berselang, Kiara makin menggigil. Dia tidak mau mati kedinginan di sini. Bibirnya sudah keunguan dan kulit wajahnya yang kuning langsat berubah pucat. Bahu Kiara bergetar menahan hawa dingin yang terus menyerbu.

"Apa telepon Abang aja, ya? Kak Elgar mana mau jemput," pikir Kiara. "Tapi kalau Abang sibuk dan masih di kampus gimana?"

Pikiran Kiara bimbang apakah dia harus menelepon dan meminta jemput pada Abang—kakak sulungnya—bernama Jehan.

Pasalnya, Jehan baru saja menjadi Maba, Kiara takut mengganggu kegiatannya.

Akan tetapi, tanpa perlu banyak berpikir lagi, gadis itu pun memilih mengotak-atik ponselnya guna menghubungi Jehan. Namun, guntur di langit tiba-tiba menyambar.

Di sepersekian detik, jantung Kiara terasa mencelos. Matanya membola dengan bibir yang sedikit terbuka.

Tubuh Kiara kaku dan tak bisa bergerak. Saking terkejutnya, hape yang semula ia genggam terjatuh seketika dari tangan yang gemetar.

Siapa yang tahu, kalau tiba-tiba kilat akan menyambar pohon di seberang jalan? Kilatnya tampak jelas dan masih membekas di benak Kiara. Pohon itu pun tumbang dan langsung menjadi gosong.

Gadis itu kehilangan kata. Degup jantungnya yang menggila semakin tidak bisa dikendalikan.

Persendian Kiara melemas. Mungkin kalau dirinya memiliki riwayat sakit jantung, pasti sudah kena serangan jantung.

Kiara masih membeku di tempat, hingga satu menit berikutnya derasnya hujan perlahan berubah menjadi rintik-rintik.

Ponsel Kiara yang jatuh dan memiliki satu retakan terlihat bergetar. Nama ‘Papa’ berpendar di layarnya.

Kiara pun tersadar. Masih dengan tangan yang lemas gemetaran, dia memungut hape yang tergolek di tanah. Tanpa melihat siapa si penelepon, dia mengangkat panggilan tersebut.

"Kiara! Kamu di mana?!"

Baru saja ditempelkan ke telinga, Kiara sudah bisa mendengar suara bariton seorang pria yang mengomel.

"Keluyuran ke mana kamu? Abang sama Kakak kamu udah pada pulang, kenapa kamu belum? Gak inget waktu kamu?"

Kiara membisu. Maniknya masih menyiratkan kekosongan akibat kaget tadi.

"Mana hujan deras lagi! Di mana kamu? Abis ngapain saja? Sama siapa? Papa telpon udah dua puluh kali tapi kamu gak diangkat-angkat! Kamu sengaja matiin handphone biar gak keganggu?!"

Tak ada sahutan. Pria yang merupakan papa Kiara tersebut kebingungan sendiri. Kekhawatiran dalam hatinya makin meronta.

"Kiara? Kenapa gak jawab?"

Gadis berseragam putih biru itu tetap mematung. Jantungnya masih tergoncang, terus terputar rekaman kejadian kilat menyambar pohon tepat di hadapannya tadi seolah sebuah kaset rusak.

"Ini siapa?! Kamu bukan Kiara, ya?!"

"Pa..." Suara kecil Kiara tercekat. Pandangannya masih menerawang lurus.

"Kiara?! Kamu di mana, Sayang? Cepat bilang ke Papa!"

"Kia di halte, Kia takut..."

Sejak hari itulah, Kiara yang memang takut pada petir, malah semakin trauma.





BERSAMBUNG....

halo buat para reader baru, kuy kenalan dulu sm eike biar syg. eike Momon-Chan, panggil aja Momon biar gampang dan bersahabat. eike author yg labil dan amatiran yg masih butuh banyak belajar. jd klo ada kesalahan, silakan katakan pd eike, oke?

anggap aja kita udh bestian dr lama, jd klo ada salah ucap tlong maafkeun yak! cerita eike cmn beraninya ampe fluffy romance doang, selebihnya masih takut. dan ya, buat tmn real life eike yg ga sengaja kesasar, plis hindari berpikiran aneh² ttg eike klo nemu adegan yg... ehem² oke?

sankyuu all!!😚😋

lanjut ke part 1 dulu kuyy!!😗💋

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now