wanita dan rasa

25.6K 1.6K 253
                                    

Langkah lunglai memasuki kamar dengan air mata yang terus menetes di setiap pijakan. Zila berhenti di depan jendela, membisu ia dengan air mata yang terus menetes kala tatapannya langsung mengarah pada Ainun yang masih setia duduk di sana. Sayangnya posisi Ainun yang membelakangi membuat ia tak bisa memastikan keadaannya.

Mungkin dia pun menangis di sana.

"Apa kau bisa melepas mas Fajar untukku?"

Suara yang beberapa menit lalu ia dengar terus berputar ulang di telinganya membuat dentuman keras di dalam dadanya. Pada akhirnya isakan yang ia tahan terdengar juga. Tubuh yang ia paksa tegap meluruh ke bawah, begitu amat sakit dadanya kala hujaman itu tak kunjung berhenti. Bertambah sakit di setiap detiknya.

Zila menjauhkan tangannya yang sempat digunakan membekap mulut. Sekali ini saja! Untuk kali ini saja Zila ingin menangis dengan suara. Karena air mata saja tak cukup membuat gemuruh di dalam sana berkurang.

"Mbak sesakit itukah?" tanya Zila menatapnya sendu.

"Sebesar itulah kesalahanku?"

"Bagaimana jika aku memilih egois untuk tak melepas mas Fajar?"

"Bayi yang aku kandung begitu membutuhkan mas Fajar. Berdosa kah jika aku memisahkan mereka?"

"Mbak di dukung oleh semua orang lalu apa yang membuat mbak patah? Aku? Siapa yang berada di pihak ku mbak?"

"Aku hanya berdiri dengan kedua kaki yang kadang tersandung hingga aku terhempas. Tak ada tangan yang terulur pada ku, tak ada senyum yang menyambut kebangkitan ku."

"Dibanding mbak, aku jauh lebih rapuh."

Zila peluk erat perutnya, di sana ia tersenyum tipis kala teringat ada janin yang dikandung.

Zila memang begitu merasa bersalah, ucapan pedas yang seakan menyudutkannya semakin membuat ia menjadi wanita paling jahat di dunia ini.

Tapi, bukan kan semua orang punya sisi baik dan juga jahat?

❀❀❀


Malam yang semakin larut, lampu yang kian meredup, kendaraan yang semakin sepi menandakan aktivitas sudah hampir berakhir dan memasuki waktu istirahat. Namun, wanita yang sedari tadi duduk di sana enggan beranjak.

Entah sejak kapan kaki itu tak bergerak, entah sejak kapan punggung itu terus tegak, entah sejak kapan mata dengan bulu lentik itu tak berkedip. Tak hanya rasa, Ainun pun seakan kehilangan raga.

Seperti mati tapi masih hidup.

Ainun takut gelap, Ainun takut sendirian. Namun, sakit yang berdiam dihatinya menghilangkan semua ketakutan itu.

"Jika bukan karena ilmu agamanya, maka wanita akan dikalahkan dengan perasaannya." ucap seseorang kala itu.

Kembali membuang nafas berat, Ainun kembali menatap langit bersama kilauan cahaya yang ia lihat.

Berulang kali Ainun pukul dengan kuat dadanya, mencari kebebasan dari sesuatu yang menjerat.

Kesabaran apalagi yang belum Ainun rasakan?

Saat suaminya izin keluar kota untuk mengurus proyek yang akan ia bangun, namun pulang membawa wanita lain. Saat ia hanya ingin sebuah pelukan justru tangan wanita lain yang Fajar genggam. Belum sembuh atas penghianatan yang suaminya berikan lalu sekarang, tuhan kembali menghempas dirinya dengan keguguran. Bahkan luka itu masih menganga lebar.

Senandung Keikhlasan (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang