15- BUNGA KAMBOJA?

2.3K 258 5
                                    

Aku tidak khawatir bila ada yang mempertanyakan padaku, "Wahai Uwaimir! Apa saja ilmu yang sudah kamu tahu?" Namun sungguh aku begitu takut bila ada yang bertanya, "Duhai Uwaimir! Apa yang sudah kamu amalkan dari ilmu yang kamu dapatkan?!"
-Abu Darda dalam Iqitidha' Al-Ilmi Al-'Amal, 177-

Khair terus mengambil juga memasangkan selempang penghargaan untuk para santriwan yang telah berhasil mengambil predikat tersebut sedangkan santriwati dipasangkan oleh Sarah. Seperti wisuda 30 juz untuk seluruh santri yang telah berhasil menghafal 30 juz penuh, penghargaan santri teladan seangkatan, santri terbaik, bapaknya para santri dan sebagainya sedangkan Abida sibuk membagikan piagam untuk keseluruhan santri.

Setelah selesai proses pemasangan selempang, keseluruhan dari mereka secara beraturan kembali lagi ke tempat duduk masing-masing yang di mana sudah terdapat lilin di masing-masing kursi.

Suasananya begitu indah, adem, juga tentram meski banyak sekali kamera yang menyoroti mereka semua.

Rafa selaku pemilik pondok berjalan dengan senyum ramah yang terus mengembang. Pria paruh baya itu mengambil mic dari anaknya lalu berdehem.

"Assalamu'alaikum, apa kabar anak-anak?!"

"Wa'alaikumussalam.... Alhamdulillah bikhair!!!"

"Masih pada ingat lagu santri luar biasa?"

"INGETT!!!"

"Seneng nggak hari ini?"

"ENGGAK!!!"

"SENENG!!!"

Mendapatkan respon tak beraturan kontan Rafa tertawa sedangkan Khair berjalan turun dari panggung dengan tangan yang senantiasa berada di belakang tubuh. Cowok itu memang seperti bunglon, di situ ada nama dan tepat, di situ pulalah sikapnya berbeda.

Khair menghampiri Abida. Istrinya benar-benar cantik sedangkan Khair tak jauh-jauh penampilannya seperti para santri atau Gus lainnya. Yang di mana memakai baju koko, jas hitam, disertai sarung juga peci.

"Adem suasananya, kayak Bidadari," bisik Khair seraya tersenyum simpul sedangkan Abida hanya geleng kepala.

Khair mendengus kala matanya menangkap Farel yang bersiap membagikan hadiah untuk para santri. Tahun lalu dirinya yang disuruh dengan Abinya tapi kali ini tidak.

Penyebabnya adalah, cowok itu bukannya mengasih kepada para santri justru malah membawanya pulang.

Rafa mengambil lilin dari pengurus pondok lalu mengacungkan lilin tersebut. "Ayo! Kita nyanyi bareng-bareng. Awas, lilinnya jangan sampe kedudukan."

Mereka tertawa lalu mulai mengambil lilin yang sempat di taruh di bawah.

Perlahan tapi pasti lantunan lagu itu mulai terdengar dengan lilin yang digoyangkan ke kiri dan ke kanan tak luput ada lampion yang siap dilepas dipangkuan mereka.

Waktu pertama kali...
Ku mondok menjadi santri...
Rasa hati ini riang dan bahagia...
Hati tenang mendengar...
Alunan lantunan Qur’an...
Suaranya merdu indah sangat menyejukkan...
Bangga menjadi seorang santri...
Al-Mahira selalu dihati...
Marilah para santri...
Niatkan dalam hati mondok untuk mengaji...
Membina akhlak terpuji...
Tinggalkan kenyamanan tinggalkan yang tersayang...
Demi meraih keberkahan dan impian Tuk masa depan...
Qur’an trus menemani...
Kitab slalu kukaji...
Sholawatan pengajian yang tak terlewatkan...
Santun indah akhlakmu...
Tauladan dihatiku...
Nasihatku dan doamu wahai guruku...
Bangga jadi seorang santri...
Al-Mahira slalu dihati...

Pahala Surgaku✓Where stories live. Discover now