Made Up

324 47 6
                                    

⚠️Trigger Warning // Sexual Harrasment ⚠️

---

Sudah hari ke-dua setelah insiden Ayunda dan Aga bertengkar di depan kost Ayu. Dan sejak itu pula Ayu benar-benar nggak mengabari Aga sama sekali. Aga pun juga tidak menghubungi Ayu. Ayu merasa mereka benar-benar sudah berakhir. Sejak Aga mengatakan bahwa ia ingin menyudahi semuanya. Dan sejak saat itu, Ayunda juga berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa. Meskipun nyatanya ia tidak baik-baik saja.

Ia merindukan Aga, tapi di satu waktu ia masih merasa kesal saat Aga benar-benar menunjuknya sebagai seseorang yang tidak bisa apa-apa. Seolah Ayu adalah anak kecil yang perlu dititah dan harus ditemani.

"Aku kayaknya putus..." Ayu bercerita pada Dhiska dan mbak Saras malam ini.

Setelah Ayu pulang dari kuliah, menenangkan diri dan mandi, ia pergi ke kamar mbak Saras dan ada Dhiska di sana juga. Ayu meletakkan kepalanya di paha mbak Saras dan mbak Saras yang mengelus kepala Ayu.

"Kayaknya..." Jelas Ayu lanjut.

"Kan masih kayaknya, Yu." Balas Dhiska, "Gue kalo jadi Aga juga bakal marah sih. Lo nekat banget habisan, pake segala mau mancing pelaku pelecehan seksual. Mana nggak bilang ke gue sama mbak Saras lagi. Nekat sama bego nggak ada bedanya, Yu."

Ayu terkekeh miris, "Kalo gue kebanyakan mikir, justru nggak bakal nekat. Kalau bilang ke kalian juga nggak bakal dibolehin pasti."

"Ya iyalah, Ay. Kamu ambil risiko, bahayain diri kamu sendiri. Coba kalau dia nggak cuma ngeluarin alat kelaminnya, tapi dia bawa kamu ke tempat sepi gimana?"

Tangan Ayu memainkan kaus Saras, "Tasya sama Imel, temenku, kemarin aku suruh jaga-jaga di deket situ. Padahal kemarin hampir aja si bapak itu udah hampir buka resleting celananya dan aku udah siap-siap kamera HP, eh Aga dateng... Kabur deh pelakunya."

"Psikopat banget lo, Yu... Demi Tuhan, gue nggak pernah ketemu orang se-gila lo. Bener-bener nggak ada takutnya." Sindir Dhiska.

"Tapi, tenang, gue udah dapet foto si pelaku. Pas dia nanya alamat, gue buka HP, pura-pura buka maps, padahal gue buka kamera. Plat nomor sama jenis motornya juga dapet hehe."

"Sinting banget ini anak, seriusan." Dhiska menyenggol bahu mbak Saras mendengar Ayu yang sempat-sempatnya cengengesan padahal hal yang ia lakukan membahayakan dirinya sendiri, "Iya sih dapet clue tentang pelaku, tapi tuh hubungan lo sama Aga, di ambang jurang."

Ayu membenam wajahnya di paha Saras dan mengerang tidak jelas di sana.

"Nggak tau.... Masih kesel sama Aga. Tapi, kangen...."

"Lo nggak jelas banget, Yu... Dosa apa si Aga naksir cewek kayak lo."

---

Sudah hari ketiga.

Dan perang dingin masih berlanjut. Aga berkali-kali mengecek ponselnya, berharap ada balasan pesan dari Ayu.

Setelah ia mendinginkan kepala dan sadar dengan tindakan dan egonya saat pertengkaran waktu itu, ia menghubungi Ayu untuk meminta maaf. Namun, gadis itu hanya membaca pesannya saja. Tidak di balas sekadar satu katapun.

Kekalutan itu mulai menyelimuti Aga. Ia benar-benar tidak ingin bertengkar dengan cara saling diam begini. Ia takut... Takut hal-hal seperti apa yang ia dan Bima alami terjadi lagi.

Ia berniat menyelesaikan tugasnya sesegera mungkin dan menghampiri Ayu.

"Bang..." Suara Ajun dari luar terdengar.

"Masuk, Jun." Sahut Aga.

Pintu kamarnya terbuka dan Ajun masuk. Cowok itu masih menggunakan kemeja berwarna biru tua dan celana hitam, bahkan tas ranselnya masih tersampir di punggungnya. Ajun duduk di pinggir kasur Aga, memasang senyum simpul andalannya.

point of viewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang