Ruang BEM

720 68 1
                                    

Suasana ruang BEM terlihat masih sangat sepi. Ayu yakin, pemberitahuan di grup menyuruh para panitia untuk berkumpul pukul 4 sore. Tapi, Ayu tidak melihat siapapun di sini, selain dirinya sendiri. Ia kembali memastikan di grup obrolan kepanitiaan dies natalis, jam berapa mereka harus berkumpul.

Benar kok, ini sudah jam 4 sore, Ayu kira dia yang paling telat datang, karena kelasnya selesai lebih lama dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Benar kok, ini sudah jam 4 sore, Ayu kira dia yang paling telat datang, karena kelasnya selesai lebih lama dari biasanya. Ruangannya juga sudah benar.

Adhiska, teman satu kost Ayu, yang menjadi panitia di acara ini juga belum datang. Saat Ayu kirim pesan pun belum dibalas oleh Dhiska.

"Masih pada istirahat kali ya." Batin Ayu. Selagi menunggu yang lain datang, Ayu membuka laptopnya, melanjutkan tugas review materi yang diberikan dosennya.

Toh nanti juga pasti semua datang sendiri dan kumpul.

Ayu menyumpal telinganya dengan earphone dan memutar lagu dari playlist khusus untuk mengerjakan tugas. Sudah menjadi kebiasaan Ayu, rasanya ada yang kosong jika mengerjakan tugas tanpa musik.

Ia membuka power point dari yang diberikan dosennya, membuka beberapa jurnal untuk dia ambil kesimpulan dari abstraknya, dan menuangkannya di ms word dengan bahasa Ayu sendiri.

Ayu sedikit terhentak ketika satu tepukan pelan pada bahunya, ia menoleh ke samping dan menemukan satu perempuan dengan wajah sedikit kebulean dan yang pasti, membuat Ayu langsung berceletuk dalam hati, "Waw cantik."

Earphone yang tersumpal di telinga Ayu, langsung ia lepas ketika perempuan itu seperti hendak berbicara dengan Ayu.

"Ini buat rapat dies natalis ya?" Tanya perempuan itu, Ayu hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman tipis, "Gue Wina, dari Kedokteran."

Perempuan itu menjulurkan tangannya pada Ayu, dengan santai Ayu menjabat tangan Wina, "Ayunda, dari psikologi."

"Gue boleh duduk di sebelah lo kan?"

"Boleh... Boleh banget."

Jabatan tangan mereka terlepas, mata Ayu tidak bisa berhenti mengagumi paras perempuan yang sebaya dengannya dan baru saja memperkenalkan dirinya.

Primadona banget ini sih, suaranya aja lembut banget, anak kedokteran lagi, penampilannya rapi, apik, bersih, wangi, easy going banget, berkali-kali Ayu memuji Wina di dalam hatinya.

Wajah Wina cukup tirus dengan sedikit kesan seperti campuran barat, saat Ayu melihat Wina dia berpikir mungkin cewek di depannya ini blasteran Indonesia-Eropa. Tubuhnya kecil, tidak terlalu tinggi, tapi dengan postur yang pas, rambut panjang sebahu yang berwarna dark brown. Gila. Ayu bahkan yang perempuan terkesima dengan perempuan yang baru ia kenal.

Ia langsung melihat pakaian yang ia pakai, kemeja yang ia setrika asal-asalan karena Ayu kesiangan hari ini, sepatu converse hitam yang belum ia cuci lima bulan, rambutnya yang ia kuncir asal buru-buru langsung Ayu rapikan. Aduh... Ayu, lo tuh seenggaknya harus rapi, besok nggak boleh kucel kayak begini! Liat tuh lo nggak malu sebelah-sebelahan sama bidadari?

point of viewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang