Bab 37

91.2K 16K 2K
                                    

Guyys, sebenernya aku belum selesai nulisnyaa, tapi aku update aja deh biar nggak kelamaan. Jangan complain yaaa kalo cuma sedikit hehhehe. Thank youuuu

NADIA

"Kalo mau beli rumah di Denpasar enaknya di daerah mana ya, Mas?" Rendra bertanya pada Mas Tama saat kami tengah menikmati santap malam hasil kreasi Tante Sarah. Walau hanya punya waktu beberapa jam, Tante Sarah berhasil menyulap aneka menu yang sangat menggugah selera.

Rendra dan Mas Tama langsung akrab walau baru pertama kali bertemu. Sejak tadi mereka berbincang berbagai macam hal, mulai dari fotografi hingga properti. Tapi Rendra memang tipe yang cepat akrab dengan siapa pun, dan kelihatannya Mas Tama juga begitu.

"Deket rumahku ada yang mau dijual, luas tanahnya 500 meter persegi, bangunannya dua lantai, baru renovasi, ada kolam renang, taman, dijamin oke pokoknya," jawab Mas Tama.

"Wah boleh juga tuh, kapan kira-kira kami bisa lihat, Mas? Besok bisa?" Pertanyaan antusias Rendra membuatku melongo. Dia memang sempat mengutarakan keinginannya untuk membeli rumah, tapi aku nggak nyangka akan secepat ini. Lagipula rumah di daerah rumah Mas Tama itu sudah pasti harganya selangit.

"Rumah di daerah sana pasti mahal, apalagi ukurannya sebesar itu," potongku sambil melotot ke arah Rendra tapi dia cuma mengedikkan bahu santai.

"Memang pasaran di sana berapa, Mas?" tanyanya lagi.

"Gampanglah masalah harga, yang penting kalian cocok, harga bisa nego, kebetulan aku kenal pemiliknya," ucap Mas Tama.

"Wah, kita bakal tetanggaan dong kalo kamu jadi beli di sana," pekik Mbak Hana antusias.

"Belum tentu jadi, Mbak, lihat harganya dulu," elakku. Aku khawatir Rendra nggak tahu kalau rumah di Denpasar, apalagi di lokasi strategis, harganya nggak main-main.

"Jadi aja deh, nanti sama Mas Tama didiskon 50 persen, ya kan Mas?" Ucapan Mbak Hana langsung membuat Mas Tama melongo.

"Mana ada orang jual rumah diskon 50 persen, Dek? Emang jualan baju?" decaknya.

"Sama teman jangan perhitungan gitu lah, Mas. Lagian itu tanah kan Mas beli pas harga masih murah banget terus Mas bangun, jadi kasih harga temenlah," bujuk Mbak Hana lagi.

Aku tertawa melihat Mas Tama yang hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar permintaan istrinya. Jadi ternyata rumah itu milik Mas Tama, dan saat ini Mbak Hana sedang berusaha nego harga termurah untukku. Aku yakin dulu juga seperti itu hingga aku bisa membeli rumah ini dengan harga yang tergolong sangat murah. Mbak Hana memang sebaik itu.

"Ya tapi nggak 50 persen juga. Uang Rendra banyak, Dek. Gajinya puluhan ribu dolar sebulan, dia juga main saham. Aku nggak bakal nawarin rumah itu kalo dia nggak mampu beli, ya nggak Ren?" Mas Tama mengedikkan dagu ke arah Rendra.

"Ya tapi sekarang aku pengangguran, Mas. Kalo memang rumah itu punyanya Mas, ya nggak nolak juga dikasih harga teman," ujar Rendra sambil tersenyum jail. Kami semua tertawa melihat Mas Tama yang hanya bisa menghela napas dengan wajah pasrah.

"Becanda, Mas. Harganya ikut pasaran ajalah, kalo bisa besok kami mau lihat rumahnya ya," lanjut Rendra yang membuat wajah Mas Tama kembali berseri.

"Boleh. Sore gitu ya, tunggu aku pulang kantor." Mereka lalu membicarakan detail-detail rumah sementara aku kembali ngobrol dengan Mbak Hana.

"Makasih ya, Mbak, udah banyak dibantuin," ucapku tulus.

"Bantuin apaan? Aku nggak ada bantu apa-apa lo. Aku seneng malah bisa diundang dan menyaksikan pernikahan kalian. Bahagia selalu ya, Nad. Mungkin keputusan untuk menikah kamu ambil karena mempertimbangkan Elang, tapi kamu juga layak bahagia. Kamu harus belajar untuk mempercayainya lagi, karena biar bagaimana pun sekarang dia adalah suami kamu. Pelan-pelan saja, jangan dipaksakan. Selama kalian masih saling mencintai pasti akan ada jalan," ucap Mbak Hana bijak sambil memelukku erat.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang