Bab 16

90.5K 14.2K 2K
                                    

Haii, malam minggu kelabu nih, hujan deras di sini hehe. Semoga cerita ini bisa menemani kalian yang sedang di rumah aja ..enjoyy...

RENDRA

Aku menandaskan cairan bening kecoklatan dalam gelas kristal berukuran kecil dalam sekali teguk. Rasa panas langsung membakar tenggorokanku. Entah sudah berapa banyak cairan itu masuk dalam tubuh, aku nggak lagi menghitungnya. Yang pasti sekarang kepalaku rasanya berputar.

Aku harus berhenti sebelum minuman ini mengambil alih kesadaranku. Satu gelas lagi saja lalu aku akan berhenti. Aku menuang isi botol ke dalam gelas dan mengumpat saat nggak ada setetes pun yang keluar.

Akhirnya aku memesan satu botol lagi. Kembali minum ditemani dentuman suara musik yang semakin memekakkan telinga. Mataku memandang berkeliling, semakin malam suasana semakin ramai. Lantai dansa dipenuhi oleh tubuh-tubuh berkeringat yang berjoget mengikuti irama musik sementara di berbagai sudut terlihat pasangan-pasangan tengah beradu mulut. Dan lidah. Dan air liur.

Aku memejamkan mata. Teringat kembali ciumanku dengan Nadia. Lidahku refleks terulur membasahi bibir, mencoba mencari sisa-sisa rasa Nadia di sana. Namun yang terasa hanya pahitnya whiskey. Aku terkekeh getir. Bisa-bisanya dia membalas ciumanku dengan gairah yang begitu murni, begitu tulus, begitu pasrah saat ternyata dia sudah punya calon suami. Well, Nadia dalam kondisi mabuk tentu saja. Jadi kesalahan memang seratus persen ada padaku.

Aku menghela napas berat. Aku berangkat ke Bali tanpa memiliki harapan apa-apa, lantas kenapa saat mendengar Nadia sudah punya calon suami, aku merasa tersakiti seperti orang yang harapannya dihempaskan begitu dalam?

Face it, Ren. Jauh di lubuk hati, kamu berharap Nadia akan menyambutmu dengan tangan terbuka, berharap hatinya luluh begitu melihat senyummu. Sama seperti dulu.

Kembali aku meneguk minumanku, berusaha menghalau pikiran-pikiran yang mengganggu. Berharap minuman bisa membuatku lupa kenyataan pahit kalau Nadia sudah jadi milik orang lain. Terkadang penyesalan baru datang setelah kita kehilangan. Terkadang kita baru tahu apa yang kita mau setelah orang lain memilikinya. Rasa sesak di hatiku kembali datang, biasanya jika minuman nggak mampu lagi menghalaunya maka aku akan mencari...

"Sendirian aja nih?"

Aku menoleh ke arah asal suara. Lewat mataku yang buram aku melihat seseorang duduk di kursi bar yang kosong persis di sebelahku. Sosok bergaun merah yang begitu ketat hingga menonjolkan setiap lekukan tubuhnya.

"Boleh aku temani?" Suaranya terdengar lagi diikuti tubuhnya yang semakin condong ke arahku. Mataku menyipit melihat payudaranya yang seakan tumpah, tak sanggup ditampung gaunnya yang kekurangan bahan.

"My name's Sonya. What's yours?" Suaranya kini sangat jelas karena posisi bibirnya sangat dekat dengan telingaku.

"Ren," jawabku singkat sementara sebagian otakku yang masih berfungsi mulai menimbang-nimbang. Akan sangat menyenangkan jika ada tubuh hangat yang menemaniku malam ini. Mereguk kenikmatan duniawi untuk menepis rasa sesak di hati. Tapi entahlah, belakangan ini aku seperti menjelma menjadi orang tua pemalas yang lebih memilih menikmati acara tv daripada menikmati wanita.

Memangnya kemarin kamu memikirkan acara TV waktu menikmati Nadia, Ren? Otakku yang sok pintar mulai meledek.

Wajahku semakin suram, seiring suasana hatiku yang semakin buruk. Perkecualian untuk Nadia sepertinya. Siapa yang peduli acara TV jika ada Nadia di sisiku.

"So what's a handsome guy like you doing here all alone and gloomy?"

Jemari wanita bergerak membelai pahaku dengan berani. Tubuhku bereaksi, syukurlah. Jadi aku masih laki-laki normal. Tapi rasa malas mendominasi.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang