Bab 23

97K 14.9K 2.5K
                                    

Belum tengah malam kan? Wkwkkw, kenapa ya mood menulisku selalu muncul di malam hari? Heran deh 😅😅 Oh ya, thanks untuk 500k views 🙏🙏🙏🤗

NADIA

"Wah, kapan kamu sempat beli sepeda untuk Elang?" Ayah bertanya begitu masuk ke ruang tamu dan melihat ada sepeda di sana.

Malam sudah larut, Elang sudah tidur lagi setelah menandaskan sepiring nasi goreng. Aku tengah duduk di sofa ruang tamu, melakukan kegiatan yang sangat aku suka, merenung sambil menatap ke luar jendela. Ayah berjongkok di depan sepeda, mengamati dengan seksama, lalu matanya membola melihat merk sepeda yang memang terkenal dengan harganya yang selangit.

"Ngapain kamu beli sepeda semahal ini buat anak kecil, Nad?" tanyanya heran. Kondisi keuangan kami memang cukup baik, tapi Ayah tahu selama ini aku nggak pernah menghambur-hamburkan uang untuk beli barang mahal.

"Bukan aku yang beli." Kening Ayah berkerut mendengar jawabanku.

"Gilang? Nggak baik terima pemberian dari orang yang bukan siapa-siapamu, Nad," tegur Ayah.

"Bukan dari Mas Gilang kok."

"Hana?" tanya Ayah lagi.

"Bukan dari Mbak Hana juga."

"Lantas dari siapa?" Ayah tampak semakin heran.

Kami memang nggak punya banyak kenalan dekat selama tinggal di Bali. Aku menatap Ayah ragu, bingung harus menjawab jujur atau menyembunyikan selagi bisa. Tapi kalau memang Rendra besok akan datang lagi sesuai janjinya, maka tampaknya nggak ada gunanya aku menyembunyikan tentang Rendra dari Ayah.

"Dari Rendra," jawabku akhirnya. Ayah langsung berdiri menghadapku, wajahnya tampak waspada.

"Rendra yang sama yang dulu mau menikahi kamu tapi kabur sehari sebelum hari-H dan meninggalkan kamu dalam keadaan hamil?" tanyanya sambil menatapku tajam.

"Rendra dulu nggak tahu kalo aku hamil, Yah." Bola mata Ayah berputar mendengar jawabanku.

"Inti pertanyaan Ayah bukan itu, Nad," dengusnya. Aku menghela napas lalu mengangguk pelan.

"Ya, Rendra yang itu." Kali ini wajah Ayah berubah kelam.

"Dari mana dia tahu tentang Elang? Dan bahkan tahu di mana kita tinggal?"

"Panjang ceritanya. Intinya dia tahu, dan kapan hari sudah bertemu dengan Elang."

"Rendra sudah bertemu dengan Elang? Kenapa Ayah bisa nggak tahu?" Wajah Ayah tampak kaget.

"Dia datang ke rumah sakit waktu Elang kecelakaan, waktu itu Ayah masih di apotek. Elang cerita kalo sepedanya rusak, jadi tadi dia ke sini bawa sepeda baru untuk Elang," jelasku.

"Dia masih punya muka ke sini setelah segala yang terjadi?" Ayah berdecak sambil geleng-geleng kepala.

"Dia shock, Yah. Baru tahu kalo dia punya anak."

"Lalu dia mau apa? Sudah lewat enam tahun, Nad. Kalo diibaratkan produk, dia sudah kadaluwarsa. Kamu tahu kan apa yang harus dilakukan pada produk kadaluwarsa?"

"Dibuang?"

"Ya, karena udah nggak ada gunanya lagi."

"Tapi bagaimana dengan Elang?"

"Kenapa dengan Elang? Selama ini dia baik-baik saja tanpa ayahnya," decak Ayah. Namun sesaat kemudian matanya tiba-tiba membola.

"Astaga, apa Elang tahu kalo Rendra ayahnya?" Kali ini wajah Ayah tampak khawatir. Aku menggeleng lemah.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Where stories live. Discover now