Bab 33

92.8K 16.1K 2.9K
                                    

Wow 7k votes dalam beberapa jam. Makasih banget buat semua pembaca hebat yang selalu bikin semangat...silakan dinikmati lanjutannyaaaa....

RENDRA

"Bertahun-tahun yang lalu, jauh sebelum kamu lahir ke dunia ada seorang gadis yang sangat menyukai jendela. Tempat favorite-nya di sekolah adalah perpustakaan karena di sana ada jendela besar tempat ia bisa melihat pemandangan di luar. Setiap hari dia ada di sana dan tanpa ia sadari, di luar sana ada seorang pemuda yang diam-diam suka memperhatikannya." Aku tersenyum melihat Elang yang dengan tekun menyimak ceritaku.

"Suatu hari saat hujan deras mengguyur bumi, pemuda itu berlari mencari tempat berteduh dan akhirnya dia berhenti di luar jendela perpustakaan. Dia melihat gadis itu ada di balik jendela dan pemuda itu akhirnya memberanikan diri untuk menyapa. Mereka bicara sambil menunggu hujan reda dan itulah awal dari kisah mereka." Aku terdiam sementara Elang menatapku dengan mata membulat penasaran. Aku berdeham lalu dengan suara jernih melanjutkan.

"Gadis itu adalah Bunda dan pemuda itu adalah Ayah kamu," jelasku sambil tersenyum mengenang saat itu. Elang manggut-manggut tanda mengerti.

"Sejak saat itu Ayah dan Bunda kamu selalu bersama, nggak pernah terpisahkan. Mereka saling mencintai dan ingin selamanya bersama. Kamu mengerti artinya saling mencintai, kan?" tanyaku lembut.

"Seperti Bunda mencintaiku dan aku mencintai Bunda?" Ia balik bertanya.

"Mirip seperti itu tapi berbeda. Sebelum Ayah dan Bunda bertemu, mereka adalah dua orang asing yang tidak saling mengenal. Mereka bertemu dan saling jatuh cinta. Berbeda dengan kamu dan Bunda, kalian adalah keluarga, bukan orang asing."

"Oh seperti Kristoff dan Anna?" Elang menyebutkan nama tokoh dalam film Frozen. Kalau hatiku tidak sedang diliputi ketegangan mungkin aku akan tertawa melihat wajah Elang yang sangat menggemaskan.

"Iya seperti mereka." Aku mengangguk pelan.

"Oh ok, cool." Elang kembali manggut-manggut. Aku tersenyum kecil lalu melanjutkan ceritaku.

"Jadi mereka saling mencintai dan ingin selamanya bersama namun suatu hari Ayah kamu harus pergi."

"Pergi jauh untuk kerja?" tanya Elang lagi.

"Semacam itu. Jadi Ayah kamu sangat menyukai kamera, dia ingin memotret seluruh dunia dengan kameranya. Ayah kamu nggak ingin meninggalkan Bunda sendirian tapi dia juga sangat ingin mewujudkan impiannya. Dia kebingungan, dia nggak tahu apakah harus pergi atau tetap tinggal."

"Tapi akhirnya dia pergi." Nada sedih dalam suara Elang membuat mataku tiba-tiba terasa panas. Aku menengadahkan kepala, berusaha menghalau genangan air yang datang tanpa diundang .

"Ya, akhirnya dia memilih untuk pergi," bisikku parau.

"Apa Ayah sudah nggak mencintai Bunda lagi?" Mataku semakin panas mendengar pertanyaan Elang. Aku menoleh menatap Nadia dan melihat wajahnya sudah bersimbah air mata. Perlahan tanganku terulur menggenggam tangan Nadia erat.

"Ayahmu selalu mencintai Bunda. Tapi ada hal-hal, ada keadaan yang membuat kita harus memilih di antara dua pilihan yang sulit. Sayangnya waktu itu Ayah terlalu bodoh dan malah memilih untuk pergi." Elang mengangguk walau wajahnya terlihat bingung.

"Saat Ayah pergi, Bunda merasa sangat sedih, Bunda merasa kesepian hingga akhirnya Bunda tahu kalau dia sedang mengandung kamu. Kamu adalah buah cinta Ayah dan Bunda. Kamu adalah hadiah yang dikirim Tuhan untuk membuat Bunda bahagia lagi, untuk menemaninya agar tidak kesepian lagi. Kamu adalah hadiah terindah karena kehadiranmu membuat Bunda tersenyum lagi." Aku berusaha menjelaskan.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Where stories live. Discover now