Bab 30

92.2K 16.2K 2K
                                    

Dengan cepat aku melangkah sebelum mempermalukan diriku sendiri dengan menangis di depan mereka. Sayangnya suasana di kamar mandi tidak lebih baik. Aku tengah berada dalam salah satu bilik kamar mandi saat suara obrolan terdengar di luar.

"Della, hati-hati lo jagain suami kamu, dari tadi dia liatin Nadia melulu." Aku langsung waspada begitu mendengar namaku disebut.

"Iya, aku pernah ribut sama suamiku gara-gara dia. Mas Robert bilang awalnya dia nggak tertarik, tapi karena selama mereka kerjasama, Nadia terus godain makanya lama-lama dia jadi mulai tergoda. Emang dasar tuh cewek keganjenan. Mungkin dia bahkan nggak tahu Ayahnya Elang siapa saking banyaknya punya cowok. Sekarang bawa gandengan baru, ganteng dan kelihatan tajir. Memang nggak main-main Nadia kalo cari mangsa. Syukurlah suamiku sudah lepas dari jeratnya. Tapi aku jadi kasihan sama istri laki-laki itu. Sudah pasti dia laki-laki beristri yang cuma cari selingan. Kalau buat serius nggak mungkinlah mau sama Nadia yang statusnya nggak jelas gitu, keluarga mana yang mau terima." Suara Della terdengar menggebu-gebu.

Butiran air mata yang sedari tadi kutahan tumpah mendengar pembicaraan mereka. Ingin rasanya keluar untuk menjelaskan kebenarannya tapi aku tahu nggak akan ada gunanya. Mereka hanya akan percaya apa yang ingin mereka percayai agar hidup mereka tetap berjalan mulus. Nggak ada gunanya membela diri.

Aku tetap bertahan di dalam bilik hingga percakapan mereka tak lagi terdengar. Saat aku keluar suasana sudah sepi. Aku mencuci wajahku di wastafel lalu mengeringkannya dengan tissu. Syukurlah aku tidak memakai make up hingga tak ada maskara atau eye liner yang luntur karena air mata.

Aku melangkah perlahan meninggalkan kamar mandi menuju tempat Rendra dan Windy berdiri. Beberapa meter dari mereka langkahku terhenti. Aku mencoba menyisihkan perasaanku dan mengamati mereka dari sudut pandang orang asing yang kebetulan bertemu di jalan. 

Rendra yang jangkung dan tampan serta Windy yang cantik dan sexy. Mereka berdiri berhadapan, terlihat sangat serasi. Rendra tengah bicara sementara Windy mendongak mendengarkan setiap patah kata yang diucapkan Rendra dengan seksama seakan Rendra adalah pusat dunianya. Dia sama sekali tidak canggung berdiri di sana hanya mengenakan bikini. Tapi kenapa juga dia harus canggung jika tubuhnya sesempurna itu, tidak seperti tubuhku yang pasti berubah semenjak melahirkan Elang.

Aku menghela napas berat, berusaha menghalau rasa minder yang hanya akan membuatku semakin terpuruk. Nggak ada gunanya mengasihani diri sendiri maka aku berusaha menguatkan hati dan melanjutkan langkah. Namun ketegaran yang setengah mati berusaha kubangun, seketika runtuh saat di depan sana tersaji pemandangan yang membuat tubuhku seketika beku. 

Aku terpaku menatap adegan yang mungkin hanya terjadi selama beberapa detik namun bagiku terasa sangat lama. Seperti menyaksikan adegan slow motion dalam sebuah drama romantis. Dua sosok itu kini tak lagi berjarak. Tangan Windy memegang lengan Rendra sementara kakinya berjijit. Wajahnya mendekat lalu bibirnya mencium pipi Rendra lembut.

Ada yang hancur berkeping- keping, dan kurasa itu hatiku. Aku patah hati, padahal tak punya hak untuk merasakan itu. Benar-benar menyedihkan. Aku berbalik, tak mampu menyaksikan lebih lama lagi. Kakiku rasanya lemas namun sekuat tenaga aku memaksakan diri untuk melangkah. Aku harus menjauh karena tak ingin mereka menyaksikan betapa sakitnya hatiku.

Sayangnya langkahku kembali terhenti saat seseorang tiba-tiba datang menghalangi jalanku. Aku mengangkat kepala dan lewat sepasang mataku yang buram karena air mata aku melihat sosok yang sangat ingin kuhindari. Pak Robert berdiri di hadapanku dengan senyum yang entah kenapa membuat sekujur tubuhku merinding.

"Apa kabar, Nadia? Lama kita nggak kontak, ya. Kamu kangen nggak sama, Mas?" Ia menyapa dengan nada mesra yang membuatku ingin muntah.

"Permisi, Pak. Saya buru-buru mau ke toilet." Aku berusaha melangkah namun ia kembali menghalangi hingga tubuh kami hampir bertabrakan. Sontak aku mundur karena ngeri, apalagi saat melihat matanya yang berkilat berbahaya.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Where stories live. Discover now