Bab 25

93.9K 15.3K 1.8K
                                    

Hai..hai..masih pada bangun kaan? Baru jam segini juga hehe. Selamat membacaa...

Anggap aja ini Rendra sama Elang yaa 🤣🤣

Anggap aja ini Rendra sama Elang yaa 🤣🤣

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

RENDRA

"Hei, Om bawa oleh-oleh buat kamu. Coba tebak apa?" ucapku saat El sudah menghabiskan makanannya sementara piring di hadapanku sudah licin dari tadi.

Ayah juga sudah selesai makan dan sekarang duduk di sofa ruang keluarga dengan laptop di pangkuan. Dulu Ayah biasanya selalu mengurung diri di kamar kalau sedang menulis, sekarang mungkin kebiasaan itu sudah berubah. Atau ia hanya takut meninggalkan Elang berdua denganku. Mungkin takut aku akan membawa kabur anakku. Itu hal yang wajar tentu saja. Aku malah akan merasa sangat heran kalau Ayah langsung mempercayakan Elang padaku tanpa pengawasan.

"Coklat?" Elang menatapku dengan kening berkerut.

"Nope, tebak lagi."

"Pizza?"

"Bukan makanan." Aku memberi petunjuk yang membuat wajah Elang tampak semakin kebingungan.

"Buku mewarnai?" tebaknya lagi, kali ini dengan wajah tak bersemangat. Astaga, siapa pula yang memberi oleh-oleh buku mewarnai pada anak kecil? How boring!

"Bukan," jawabku cepat.

"Hmm, apa yaa? Bunda seringnya beliin aku buku mewarnai." Elang tampak berpikir sementara aku meringis. Oh, ternyata Nadia. Aku jadi merasa bersalah sudah berpikir kalau oleh-oleh darinya 'boring'.

"Apa dong?" Mata Elang membulat penasaran. Aku tertawa sambil berdiri lalu meraihnya dalam gendongan.

"Ada di depan oleh-olehnya," ucapku sambil melangkah ke ruang tamu.

Elang langsung berteriak kegirangan saat melihat sepeda warna merah yang bersandar di dinding. Ia menggeliat turun dari gendonganku lalu berjongkok di depan sepeda dengan mata berbinar. Aku ikut berjongkok di sebelahnya. Merasakan kebahagiaan membuncah di hatiku melihat ekspresi gembiranya.

"Wow, keren banget. Persis kayak di youtube yang aku tonton." Tangannya terulur membelai sepeda dengan sangat hati-hati, seolah tak percaya sepeda itu nyata.

"Kamu suka?"

"Are you kidding me? I love it!" ucapnya penuh semangat membuatku mengacak rambutnya gemas.

"Ini bener buatku?" tanyanya tak percaya.

"Of course, buat siapa lagi?" Wajah Elang tampak semakin cerah mendengar jawabanku, namun seperti baru teringat akan sesuatu ekspresinya tiba-tiba berubah mendung.

"Tapi kalo nggak boleh sama Bunda gimana?" tanyanya lirih.

"Kenapa nggak boleh?"

"Kata Bunda nggak boleh terima hadiah dari orang asing."

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Where stories live. Discover now