[two] to [eight]

3.5K 285 17
                                    


“Nenek tua itu tidak pantas dihormati kalau bertingkah laku seperti seorang wanita hina!”

Adora tercengang mendengar komentar kasar Jelice yang tak tahu asal permasalahannya di mana. Saat ingin mengutarakan sesuatu untuk membela, pintu utama terbuka secara lebar. Ditampilkan sosok begitu menawan, tetapi gaya terlihat berantakan karena kejadian beberapa saat lalu.

“Reon?”

“Hallo, Kak, apa kabar?” Senyum Jelice tersungging, seraya melambaikan tangan. “Bagaimana keadaanmu akhir-akhir ini? Apa baik-baik saja?”

Tak menyahut, Reon masih tetap berdiri di ambang pintu. Sekilas ditatap Adora yang kebingungan, sementara Jelice tampak tersenyum lebar. Saking menahan adukan emosi, Reon berharap perkataannya tak melukai adik-adik manisnya.

“Kenapa belum menjawab sapaanku?” tanya Jelice penuh sarat kebingungan, sama dengan ekspresi Adora. “Kamu baik-baik saja, Kakakku Sayang?”

Benda terlempar sebelumnya terselip di balik punggung Reon. Terpampang jelas bentuk dari sebuah benda yang terlempar, tepat di depan mata mereka. Adora jelas terkejut, karena menduga Reon melempar anaknya sendiri. Sedangkan, Jelice menyungging senyum tipis.

“I—ini Cloudy?” Adora mendekat, menyentuh kulit benda itu. “Astaga, bahkan kulitnya sama. Apakah ini serupa dengan kejadian tempo dulu? Saat aku berani melabrak mantan terakhirmu, Reon?”

“Sama persis,” sahut Reon. “Mungkin dikarenakan kondisiku yang begitu panik, aku tidak tahu bahwa aku dibodohi oleh adikku sendiri.”

Adora lekas menoleh ke arah adik bungsu yang kini duduk sambil menyilang kaki. Gayanya seolah menggambarkan intimidasi. Tatapan begitu kejam. Walau kekurangannya memiliki bentuk badan sangat mungil.

“Ke—kenapa kamu melakukan hal itu?!” Bukan Reon yang berteriak melainkan Adora. “Aku telanjur kaget saat Marinka bertanya-tanya mengenai kondisi Cloudy. Beliau mengira Cloudy sekarat. Ya Tuhan, kenapa aku tidak mencurigai adikku membawa Cloudy di malam-malam buta?”

Reon mengernyit. “Malam—apa?”

“Ya.” Adora lantas mengangguk. “Alice membawa Cloudy ke sini. Si kecil dipaksa bangun oleh Alice untuk mengajaknya jalan-jalan. Makanya aku heran, Cloudy masih sungkan keluar selagi ada Reon di peternakan ini. Pasti Cloudy tidak mau lepas—“

“Tidak usah berkata lagi, Adora, aku sudah paham,” potong Reon mengangkat tangan. “Jelaskan semua ini.”

Keheningan panjang karena Jelice belum mengatakan apa pun. Adora dan Reon begitu tak sabaran, mengetukkan kaki dan tangan sekaligus menggigit bibir. Bahkan Reon masih ingin bertanya tentang keberadaan Samuel yang tiba-tiba saja meneleponnya malam hari.

Kedatangan Samuel berkat keceplosan Jelice yang bisa mengetahui keadaan Cally tengah terbaring tak berdaya di rumah sakit. Dan Jelice juga membocorkan rahasia seharusnya disimpan sebelum waktunya.

“Kata—“

“Kakak bisa memotong kalimat Adora, aku pun bisa.” Gaya duduk Jelice tak berubah. “Sejak aku mengetahui sepak terjang dialami Adora di masa-masa keterpurukannya. Di situ aku menebak seseorang pastinya menghancurkan rumah tangga saudaraku yang lain.”

“Apa yang kamu—“

“Bisakah kalian tidak terus-terusan memotong kalimatku. Aku belum selesai berbicara.” Lagi-lagi Jelice memotong kalimat Reon. Helaan napas terdengar di mulut Jelice. “Banyak hal aku lihat, Kak. Maka dari itu, aku membuat boneka yang serupa dengan Cloudy, Dan aku jelas-jelas tidak bisa menceritakan segalanya. Takut menyakiti perasaan seseorang yang telah bersahabat lama.”

Good Time ✔️Where stories live. Discover now