[two] to [six]

3.7K 308 13
                                    

Langit berubah. Dari gelap menjadi seindah warna biru dengan terangnya cahaya matahari dari ufuk timur. Suara-suara burung, ayam, kuda dan hewan-hewan peternakan menanamkan gemuruh pagi.

Sambil menggendong Cloudy, Adora melintas area peternakan. Tanpa menggunakan kendaraan. Jarak villa pertama dan kedua memang agak jauh, tetapi itu tak lantas membuat Adora kelelahan.

Saat menginjak halaman villa, Adora terkesiap kala menangkap sosok wanita tua yang sejak kemarin mencabik-cabik hatinya. Tak menemukan jalan keluar, Adora tetap meneruskan langkah.

"Permisi," tutur Adora takut-takut.

Marinka, sedari tadi tak kembali ke kamar, hanya duduk sembari memandangi pemandangan peternakan di teras belakang. Sekarang terperanjat ketika sapaan itu datang dari depan.

"Adora? Buat apa kamu ke sini?" tanya Marinka tak bersahabat.

Gagap, Adora seketika menundukkan kepala. "Mengembalikan Cloudy."

"Apa?" Marinka mengernyit. "Cloudy? Bukankah anak itu sedang dibawa ayahnya dan mantan calon kekasihmu?"

Mendengar uraian kalimat sekaligus sebutan bagi Gio, membuat Adora berusaha mati-matian menahan bendungan air mata. Kalimat itu sungguh menohok, saking menusuk ke relung hati.

Tidak mendapat jawaban, Marinka mendengkus jengkel. "Apa ini ajaran dari Azzorra di mana dia tidak bisa mengajari cucu-cucunya untuk berlaku sopan? Di mana tata kramamu?"

Badan Adora gemetar, tak sanggup lagi menahan beban Cloudy. Batita itu terlonjak kala sepasang kakinya mendarat di lantai. Cloudy menjerit kesakitan ketika pantatnya terlebih dahulu terbentur.

Masih keadaan gemetar, Adora berlutut di hadapan keponakannya. "Maaf ya, Sayang. Aunty tidak sengaja menjatuhkanmu," isaknya tak tega memandang Cloudy yang meraung sakit.

Wanita tua itu tak berkomentar lagi, karena tidak menyangka Cloudy ada di sini. Lantas, siapakah anak yang dibawa Reon menjelang subuh tadi? Bahkan mata Marinka tak sepenuhnya rabun. Dia masih melihat dengan jelas.

"Cloudy?" gumam Marinka untuk kali pertama, memanggil.

Cloudy menghentikan jeritan, mendongak menatap Marinka. Kedua tangan terangkat, meminta Marinka untuk menggendongnya.

"Endong," harap Cloudy.

Mata itu memelotot, saking tak percaya bahwa sosok kecil itu masih hidup dan berbicara. Tatapannya begitu menggemaskan, seolah memohon.

Seolah terpanggil, Marinka mengulurkan tangan. Berniat meraih Cloudy. Namun, itu tak bertahan lama. Nada suara dari arah belakang menyentak hipnotis itu.

Refleks, Marinka menepis kedua tangan kecil itu. "Tidak usah repot-repot meminta saya. Lebih baik kamu memohon pada Bibimu agar bisa menggendong. Kamu tidak layak saya gendong."

Marinka lekas berlalu. Tak peduli tangisan membahana Cloudy. Saking mengantuknya, Cloudy tak mampu menghentikan gejala keresahannya. Padahal Cloudy jarang menangis.

Elusan lembut di rambut lebat Cloudy membuat anak itu hanya terisak-isak. Walau air mata masih mengalir. Ditatap Adora, Cloudy langsung bergelung di dekapannya.

"I'm sorry, Sayang. Aunty tidak sengaja," rutuk Adora merasa bersalah.

Hanya dengkuran halus menandakan Cloudy telah memaafkan. Memeluk kepala mungil itu, Adora pun mengangkatnya. Efek kantuk Cloudy sudah mencapai batasnya. Anak kecil itu butuh tidur nyenyak.

***

Reon dan Gio belum pulang. Keduanya lebih memilih menjaga Cally ketimbang mengistirahatkan diri. Mereka begitu mengkhawatirkan keadaan Cally pasca keguguran.

Good Time ✔️Where stories live. Discover now