[two] to [seven]

3.7K 298 10
                                    

Buru-buru Reon memasuki villa, tetapi tabrakan membuat pria itu terhempas. Ingin memaki, Reon menjadi kelabakan. Soalnya korban tabrakan itu adalah Marinka.

Wanita tua berambut putih menjerit, membuka mata kala menemukan pelaku. Netra emas itu menatapnya membara seperti api yang menyala.

"Tidak bisakah kamu berhati-hati dalam melangkah?! Untung saja jantung saya tidak terlepas dari rongganya! Jika tidak, saya bisa menuntutmu!"

"Aku minta maaf, Marinka." Reon menundukkan kepala, menyingkirkan harga dirinya untuk sementara. "Aku ingin bertemu Cloudy, makanya aku terburu-buru."

"Jangan pakai alasan yang kurang jelas! Saya tahu kamu membawa Cloudy dini hari! Jangan pikir saya lupa ingatan!"

Seperti mendapatkan kejujuran, Reon memandangnya tak percaya. "Kamu melihatnya?"

Betapa parahnya Marinka telah melontarkan rahasia hingga dia gelagapan, dan siap bangkit. Namun, cekalan di lengannya membangkitkan kemarahan Marinka yang sempat pupus.

"Lepaskan tangan saya dari lengan kotormu!" Marinka menepis sentuhan itu. "Saya tidak sudi disentuh oleh manusia tidak beradab sepertimu!"

"Justru aku bertanya kepadamu, Madam!" bentak Reon tak mengacuhkan kalau mereka beda usia. "Anda melihatku membawa Cloudy berarti Anda tahu mengapa anakku pingsan seperti itu?!"

Badan Marinka gemetar. Takut ketahuan, raut wajah itu berubah garang. Seakan tak peduli pada kondisi badannya yang perlu diistirahatkan.

"Berhenti menyudutkan saya! Mana buktinya?!"

"Kata-kata kamu tadi sudah membuktikan segalanya!"

Tak suka ditekan terus menerus, Marinka melayangkan tamparan telak. Gio baru saja memarkirkan mobil, terkesiap kala tindakan semena-mena dari ibu Oceana. Neneknya Cloudy.

"Huaaaa! Daddy!"

Jeritan batita meruntuhkan kegarangan Marinka. Menolehkan kepala sedikit, Cloudy merosot turun kemudian berlari melewati dirinya dan memeluk kaki Reon.

"Angan, angan ... huuu," rengek Cloudy mendekap erat tungkai Reon.

Panasnya tamparan di pipi bikin Reon berjongkok, dan balas memeluk Cloudy. Usapan serta kecupan bahwa pria itu merasa baik-baik saja.

Acer berjalan penuh wibawa, menatap Marinka yang tampak membeku. "Sebaiknya Anda berpikir lebih bijak. Kemarahan bisa membuat Anda mengeluarkan rahasia. Tanpa sebab, kemarahan Anda ucapkan bahkan mampu menebus dosa."

Kerutan di kening menunjukkan Marinka sedang berpikir. Desahan lelah, cemas dan keluhan tiada henti meyakinkan Marinka kalau ini takkan berhenti. Jadi tanpa berucap apa pun, Marinka melenggang berlalu sambil menyentuh dadanya.

Adora menyingkir tanpa melepas pandang. Wanita itu telah kehilangan segalanya. Suami dan anaknya. Jikalau Cloudy yang merupakan cucunya seolah membenci perbuatannya, mungkin wanita tua itu sedang menunggu ajal menjemput.

Tergerak untuk melangkah, Adora mengusap rambut Reon yang agak berantakan. "Maafkan Marinka. Kamu tahu, bukan? Kekeraskepalaan anak kecil seperti Kakek, dimiliki oleh Marinka. Kita perlu beradaptasi."

Tangan Reon terangkat, meraih tangan Adora, lalu mengecupnya pelan. "Dia belum menganggapku menantunya, jadi buat apa menuruti keinginannya. Bahkan aku tidak kuat apabila Cloudy lebih menerimanya."

"Reon ...."

"Master, Young Master tidak bisa tidur nyenyak. Dimohon Anda untuk segera menidurkannya," potong Acer. Adora mengernyit. "Nak, waktu bisa menguapkan kemarahan di kepala," bujuknya mampu membungkam Adora.

Good Time ✔️Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin